Mulai Bekerja di Dewan Keamanan PBB, Indonesia Jadi Ketua 3 Komite Resolusi

Indonesia telah memulai kerja di Dewan Keamanan PBB dengan menjadi ketua di tiga komite resolusi soal Al-Qaeda, Taliban, dan nonproliferasi kelompok teroris.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 16 Jan 2019, 19:51 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2019, 19:51 WIB
Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)
Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Febrian Ruddyard menjelaskan, Indonesia telah memulai kerja di Dewan Keamanan PBB dengan menjadi ketua di tiga komite resolusi.

Ketiga komite itu antara lain: Komite Resolusi 1267 tentang kelompok terorisme al-Qaeda, Komite Resolusi 1988 tentang Taliban di Afghanistan, dan Komite Resolusi 1540 tentang nonproliferasi untuk entitas teroris non-negara.

"Wakil Tetap RI di PBB pegang keketuaan untuk tiga komite itu dan satu-satunya anggota yang pegang tiga komite sekaligus. Saat ini dialog dan pekerjaan kita di sana sedang berlangsung," kata Ruddyard di Jakarta, Rabu (16/1/2019), saat memberikan pemaparan awal kepada media mengenai agenda misi keanggotan RI di salah satu badan vital PBB itu.

Ruddyard menjelaskan, setiap komite bekerja untuk mengawasi penegakan resolusi dan sanksi yang menyertai, juga pengelolaan serta peremajaan daftar individu atau entitas yang masuk dalam daftar kepatuhan sanksi resolusi itu.

"Setiap saat individu dan entitas itu bisa bertambah atau berkurang. Tugas komite adalah untuk melakukan verifikasi, pengujian, dan pengawasan terhadap mereka," jelasnya.

"Misalnya di Indonesia, ada 25 individu dan 5 entitas atau organisasi yang masuk dalam daftar sanksi Resolusi 1267 karena memiliki keterkaitan atau afiliasi dengan Al-Qaeda. Tugas kita salah satunya adalah memantau mereka, sebagai implementasi dan mandat yang ditetapkan oleh resolusi."

Tugas resmi Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB berlangsung dua tahun, mulai 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2020. Ini merupakan keanggotaan RI yang keempat kalinya, setelah sebelumnya menempati posisi pada periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008.

Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB, Indonesia bersama 14 negara lainnya akan menjadi bagian dari proses perumusan kebijakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional, sesuai mandat yang tercantum dalam Piagam PBB.

 

Simak video pilihan berikut:

Fokus 4 Plus 1 Indonesia di Dewan Keamanan

Ruang Sidang Dewan Keamanan PBB di New York (Kena Betancur / AFP PHOTO)
Ruang Sidang Dewan Keamanan PBB di New York (Kena Betancur / AFP PHOTO)

Di samping dari mandat yang diatur dalam Piagam PBB, Direktur Jenderal Kerjasama Multilateral Kemlu RI Febrian Ruddyard mengatakan bahwa Indonesia memiliki fokus agenda "4 plus 1" selama duduk di Dewan Keamanan.

Fokus itu mencakup penguatan ekosistem perdamaian dan stabilitas global yang berkelanjutan; sinergitas kerja per-kawasan global dengan Dewan Keamanan; penanganan terorisme global; dan upaya kemitraan global dalam bina damai, salah satunya lewat misi-misi perdamaian.

"Dan plus satunya, atau yang kelima, adalah isu Palestina. Kita akan selalu menempatkan isu Palestina dalam setiap wadah dan pertemuan di Dewan Keamanan," kata Ruddyard.

"Tapi untuk fokus Palestina, kita akan kerja ekstra bermitra dan berdialog dengan negara-negara lain di Dewan Keamanan, termasuk dengan Anggota Tetap," tambahnya, merujuk Anggota Tetap Dewan Keamanan yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan China.

Ruddyard menjelaskan, Indonesia juga berniat untuk mengejar posisi Presiden Dewan Keamanan PBB, pada Mei 2019 atau Agustus 2020. Posisi itu, menurut Ruddyard, memberikan peluang besar untuk memiliki kewenangan yang lebih asertif dalam mengedepankan isu-isu yang menjadi fokus Indonesia.

"Kita menyiapkan dua fokus atau tema pada setiap masing-masing pencalonan. Pada Mei 2019, Indonesia akan mengangkat tema operasi perdamaian, sedangkan pada Agustus 2020, kita akan mengangkat isu kontra-terorisme," jelasnya.

"Kedua-duanya adalah isu yang sudah Indonesia kuasai. Kita telah menyumbang 3.545 pasukan penjaga perdamaian atau berada di peringkat ke-7 negara terbanyak penyumbang peace-keeping operation dan memiliki kredibilitas serta catatan positif," tambah Ruddyard.

Sementara untuk kontra-terorisme, Indonesia juga dianggap sebagai salah satu panutan di kalangan PBB, terutama dalam hal countering-violence extremisme dan pengentasan terorisme.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya