Kosovo Niat Bentuk Angkatan Bersenjata, Serbia Protes di DK PBB

Serbia dan Kosovo saling bertukar tuduhan di DK PBB atas keputusan Kosovo untuk membentuk angkatan bersenjata.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Des 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Des 2018, 15:00 WIB
Markas besar PBB di New York, Amerika Serikat
Markas besar PBB di New York, Amerika Serikat (AP)

Liputan6.com, New York - Presiden Serbia dan Presiden Kosovo saling bertukar tuduhan pada Senin 17 Desember 2018 di Dewan Keamanan PBB, atas keputusan Kosovo untuk mentransformasikan pasukan keamanan berkekuatan 4.000 orang menjadi tentara reguler.

Masing-masing presiden juga mengangkat tentang ancaman intervensi bersenjata dari kedua belah pihak, tetapi mereka turut menyatakan kesiapan untuk berdialog.

Presiden Serbia Aleksandar Vucic menuduh Kosovo melanggar resolusi PBB yang dirilis pada 1999 setelah memutuskan untuk membentuk angkatan bersenjata.

Vucic juga menuntut mengetahui dari dokumen apa "Serbia memperoleh apa yang disebut hak berdaulat mereka untuk membentuk militer mereka sendiri? Di mana itu ditulis? Tidak ada."

Presiden Kosovo, Hashim Thaci, membalas kritik dari Vucic, dengan mengatakan bahwa negaranya adalah negara yang berdaulat dan memiliki hak mutlak untuk membentuk pasukannya sendiri.

"Jika Kosovo membuat kesalahan, itu hanya menunggu selama lima tahun ... untuk membentuk pasukan," demikian seperti dikutip dari The Associated Press, Selasa (18/12/2018).

Thachi menambahkan, yang jelas mengkritik Serbia: "Kami terlambat karena kami menunggu niat baik dari mereka yang tidak pernah menunjukkan niat baik terhadap Kosovo."

Sementara itu, Presiden Serbia memohon kepada Dewan Keamanan PBB "untuk menjinakkan" tindakan Kosovo, termasuk kenaikan tarif baru-baru ini atas barang-barang yang diimpor dari Serbia dan Bosnia dari 10 persen menjadi 100 persen.

"Serbia selalu siap untuk melanjutkan proses dialog," katanya. "Kami ingin meminta PBB untuk mengambil peran yang lebih besar di masa depan."

Kosovo adalah sebuah provinsi Serbia dan berada di bawah pemerintahan PBB dan NATO setelah perang 1999. NATO berupaya menindak keras Serbia terhadap separatis etnik Albania.

Pascaperang, Resolusi Dewan Keamanan PBB kemudian menetapkan pemerintahan sementara PBB di Kosovo.

Pemimpin Kosovo yang sebagian besar beretnik Albania mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 2008, dan Kosovo telah diakui oleh 116 negara.

Serbia menolak deklarasi kemerdekaan Kosovo, dan Rusia, sekutu Serbia dan merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, telah menghalangi Kosovo menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.

 

Simak video pilihan berikut:

 

 

Menyoroti Ketegangan yang Meningkat di Kawasan Balkan

Ruang Sidang Dewan Keamanan PBB di New York (Kena Betancur / AFP PHOTO)
Ruang Sidang Dewan Keamanan PBB di New York (Kena Betancur / AFP PHOTO)

Pertemuan di DK PBB pada 17 Desember itu menyoroti kebuntuan hampir dua dekade panjang atas Kosovo dan ketegangan yang meningkat di Balkan barat.

Pada saat yang sama, baik Kosovo dan Serbia mengatakan mereka melihat masa depan di Uni Eropa, yang telah mencoba selama bertahun-tahun untuk menormalkan hubungan di antara mereka --namun, sejauh ini tidak berhasil.

Sebelum dewan bertemu, delapan negara Eropa mengeluarkan pernyataan bersama yang mendukung "hak kedaulatan" Kosovo untuk secara bertahap mengubah Angkatan Keamanan Kosovo menjadi tentara, mengatakan ini harus dilakukan dalam "proses transparan dan inklusif" selama 10 tahun termasuk semua komunitas di negara ini.

Delapan negara - Belgia, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Polandia, Swedia dan Inggris - juga menyerukan kesepakatan untuk menormalkan hubungan antara Serbia dan Kosovo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya