Liputan6.com, Roma - Seekor paus sperma (Physeter macrocephalus) ditemukan mati akibat menelan puluhan kilo sampah plastik. Bangkainya ditemukan terdampar di satu pantai di Porto Cervo, tujuan wisata populer di Sardinia, Italia.
Mirisnya, ketika ahli melakukan pembedahan tubuh paus, mamalia laut ini diketahui sedang mengandung. Di dalam perut paus pun ditemukan 22 kilogram plastik.
Baca Juga
Advertisement
Luca Bittau, presiden SEAME --sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk melindungi cetacea (ordo paus) di Mediterania melalui penelitian dan pendidikan-- mengatakan kepada CNN bahwa isi perut mamalia itu terdiri dari kantong plastik, jala dan tali pancing, serta benda lain yang tidak bisa terurai.
"Dia (paus) hamil dan hampir dipastikan keguguran sebelum dia terdampar," kata Bittau yang dikutip dari Live Science, Rabu (3/4/2019). "Janin dalam kondisi dekomposisi lanjut."
Paus sperma adalah satu-satunya spesies yang hidup dari genusnya dan merupakan spesies terbesar paus bergigi.
Betina dewasa besarnya bisa mencapai panjang 11 meter dan berat sekitar 13 hingga 14 ton, sementara jantan dewasa jauh lebih besar, tumbuh hingga 18 meter dengan bobot mulai dari 35 sampai 45 ton, menurut American Cetacean Society.
Paus sperma betina muda yang hanyut di Italia panjangnya kurang lebih 8 meter dan bayinya sekitar 2 meter, lapor kantor berita lokal ICONA NEWS. Namun penyebab kematian paus masih dalam penyelidikan.
Akhir-akhir ini, kasus paus yang mati akibat menelan puluhan kilo bahkan ton sampah plastik, menjadi sering dijumpai di beberapa wilayah atau negara.
Baru pada Maret kemarin, bangkai seekor paus muda ditemukan terdampar di Filipina, mati karena "kejutan lambung (gastric shock)" setelah menelan 40 kilogram sampah plastik.
Ahli biologi kelautan dan sukarelawan dari D’Bone Collector Museum di Kota Davao di pulau Mindanao, Filipina, kaget ketika menemukan penyebab kematian brutal pada Cuvier's Beaked Whale ini --paus paruh cuvier (Ziphius cavirostris), yang hanyut ke pantai pada hari Sabtu, 16 Maret 2019.
Dalam sebuah pernyataan yang diunggah di halaman Facebook D’Bone Collector Museum, mereka menemukan "40 kilogram kantong plastik, termasuk 16 karung beras, 4 tas perkebunan, dan beberapa tas belanja" di perut paus setelah dilakukan autopsi.
Gambar operasi pembedahan menunjukkan tumpukan sampah yang tak berujung diekstraksi dari organ dalam paus, yang dikatakan telah mati karena "kejutan lambung" setelah menelan semua plastik.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Mengapa Paus-paus di Laut Tetap Memakan Plastik?
Bila diperhatikan, raksasa laut ini mengonsumsi cumi-cumi laut dalam, ikan, pari dan gurita hingga ubur-ubur dan zooplankton hingga sekitar 907 kg setiap hari, menurut American Cetacean Society.
Lantaran bentuk plastik yang berada di dalam laut terlihat seperti mangsa mereka, maka paus-paus ini tak pernah menyadari bahwa benda tersebut adalah sesuatu yang tidak boleh mereka telan. Bahkan mereka tak bisa membedakan mana yang ubur-ubur dan mana yang plastik.
Lalu pada Senin, 28 Mei 2018, seekor paus pilot sirip pendek (Globicephala macrorhynchus) tewas mengenaskan usai ditemukan terdampar di sebuah kanal dekat perbatasan Thailand dengan Malaysia.
Tim penyelamat paus yang diturunkan ke lokasi kejadian mengataka, paus itu mati setelah memuntahkan lima plastik.
Tubuhnya pun digolongkan kurus kelaparan karena mengalami kesulitan makan akibat perutnya dipenuh dengan plastik.
Ketika pembedahan dilakukan, salah satu ahli bedah mengatakan bahwa ini merupakan kasus terparah yang menyebabkan hewan laut mati akibat polusi plastik.
Autopsi yang dilakukan oleh ahli biologi kelautan dari Universitas Kasetsart menunjukan bahwa terdapat lebih dari 80 kantong plastik dalam perut paus. Jika ditimbang, jumlahnya mencapai 8 kilogram.
Menurut para ilmuwan, sudah tidak memungkinkan lagi bagi paus untuk mendapatkan nutrisi apapun ketika kantong plastik memenuhi bagian perutnya.
Bisa dibilang, ulah manusia menjadi tanggung jawab atas kematian paus malang tersebut. Selain Indonesia dan India, Thailand juga termasuk ke dalam negara yang menggunakan plastik terbesar di dunia.
Akibat tindakan yang tak bertanggung jawab, serta pencemaran laut secara besar-besaran, tak sedikit hewan laut meliputi paus, anjing laut, kura-kura dan lumba-lumba menjadi korban atas tindakan manusia.
Advertisement
Asia Tenggara Paling Banyak Membuang Sampah Plastik ke Laut
Sebuah laporan oleh Ocean Conservancy pada 2017 lalu menyebut bahwa penggunaan sampah plastik sekali pakai merajalela di Asia Tenggara.
Bersama dengan China, negara-negara di kawasan tersebut, seperti Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam telah membuang lebih banyak plastik ke laut daripada gabungan seluruh dunia.
Ahli biologi kelautan Darrell Blatchley, yang juga memiliki wewenang di D’Bone Collector Museum, mengatakan bahwa dalam 10 tahun terakhir mereka telah memeriksa banyak paus dan lumba-lumba yang mati, di mana 57 di antaranya kehilangan nyawa karena akumulasi sampah dan plastik di perut mereka.
Pada Juni tahun lalu, seekor paus ditemukan mati terdampar di pesisir Thailand selatan, di mana menelan lebih dari 80 kantong plastik, yang beratnya mencapai 8 kilogram.
Sejak itu, para ahli biologi laut memperkirakan sekitar 300 hewan laut termasuk paus pilot, penyu, dan lumba-lumba, semakin terancam punah, akibat seringnya ditemukan kematian akibat menelan plastik, terutama di kawasan Asia Pasifik.