Khotbah Jumat Mengharukan Kenang Korban Penembakan Selandia Baru

Salat Jumat pekan ketiga pasca-penembakan di Selandia Baru ini terasa mengharukan, sekaligus menjadi ajang mengenang sejumlah korban.

oleh Siti Khotimah diperbarui 05 Apr 2019, 17:20 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2019, 17:20 WIB
Warga Selandia Baru bersolidaritas terhadap korban penembakan (AFP Photo)
Warga Selandia Baru bersolidaritas terhadap korban penembakan (AFP Photo)

Liputan6.com, Christchurch - Salat Jumat pekan ketiga pada 5 April 2019 pasca-penembakan di Selandia Baru, sekaligus mengenang sejumlah korban terasa amat mengharukan. Acara itu digelar di Masjid Linwood Kota Christchurch.

Sebanyak 30 jemaah mengenang ketujuh sahabat mereka yang tewas di tempat itu.

Mengutip New Zealand Herald pada Jumat (5/4/2019), Imam Rabih Baytie yang memimpin khotbah Jumat tiga pekan usai tragedi penembakan di Selandia Baru. Pada kesempatan itu ia memohon kedamaian dan persatuan.

Menurutnya, Muslim dan komunitas internasional berbagi penderitaan. Ia menyerukan perlawanan terhadap Islamophobia dan ujaran kebencian.

"Musuh terbesar bagi kita adalah perceraian," kata Baytie. "Kita tidak akan berubah. Kita akan hidup dalam Islam."

Hal senada juga disampaikan oleh pemimpin Linwood yang selamat dari penembakan, Alabi Lateef Zirullah. Menurutnya, sudah tidak ada alasan untuk takut karena mereka telah didukung banyak pihak.

"Seluruh dunia dapat belajar dari Selandia Baru, cara kita semua bereaksi. Orang-orang dapat belajar dari kita untuk menghentikan semua pembunuhan ini (teror). Hal ini juga berlaku bagi mereka yang dicuci otak oleh ISIS ... yang hanya menciptakan rasa malu dan sakit," katanya.

Sebagaimana diketahui, tiga pekan sebelumnya, 15 Maret 2019, 50 orang tewas dalam insiden penembakan dua masjid. 43 jemaah meninggal di Masjid Al Noor, dan tujuh lainnya di Linwood.

Saksikan juga video berikut ini:

Selandia Baru Gelar Penyelidikan Tinggi untuk Teror Christchurch

Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)

Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, telah memerintahkan penyelidikan tingkat tinggi atas teror penembakan massal di dua masjid Christchurch yang menewaskan 50 orang.

Ardern mengatakan pada Senin 25 Maret 2019, mekanisme penyelidikan bernama 'Royal Commission' akan memeriksa apakah polisi dan dinas intelijen negara bisa berbuat lebih banyak untuk mencegah teror yang terjadi pada 15 Maret lalu, demikian seperti dikutip dari BBC, Senin (25/3/2019).

Royal Commission adalah skema penyelidikan independen tertinggi yang tersedia berdasarkan hukum Selandia Baru.

Ardern mengatakan, penyelidikan itu akan menghasilkan laporan yang "komprehensif".

"Adalah penting bahwa tidak ada batu yang terlewat untuk mengetahui bagaimana tindakan terorisme ini terjadi dan bagaimana kita bisa menghentikannya," kata Jacinda Ardern kepada wartawan di Wellington, Senin.

"Satu pertanyaan yang perlu kami jawab adalah apakah kami bisa atau seharusnya tahu lebih banyak," tambahnya.

Ardern mengatakan penyelidikan Royal Commission juga akan melihat pertanyaan seputar aksesibilitas senjata semi-otomatis dan peran yang dimainkan media sosial dalam serangan itu.

Warga Australia, Brenton Tarrant (28), yang mengklaim sebagai pendukung supremasi kulit putih, telah didakwa dengan satu pembunuhan sehubungan dengan penembakan dan dia diperkirakan akan menghadapi tuduhan lebih lanjut.

Ketika ditanya apakah Tarrant bisa dijerat hukuman mati, Ardern mengesampingkan hal itu, mengatakan bahwa Selandia Baru yang telah menerapkan prinsip abolisionis tak akan kembali memberlakukannya lagi.

Pada konferensi pers yang mengumumkan penyelidikan, dia juga mengatakan akan melakukan perjalanan ke China pada akhir pekan untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Dia mengatakan perjalanan itu telah dipersingkat menjadi satu hari setelah serangan Christchurch.

Pemimpin Selandia Baru mengambil tindakan reformasi senjata yang menentukan setelah teror Christchurch, mengumumkan reformasi yang melarang semua jenis senjata semi-otomatis dan senapan serbu, serta magasin berkapasitas tinggi. Jacinda Ardern mengatakan dia berharap undang-undang baru akan berlaku pada 11 April 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya