Liputan6.com, Sabah - Pohon tropis tertinggi di dunia dalam catatan para ahli disebut punya ukuran menakjubkan, yakni 100,8 meter yang menjulang dari tanah ke langit. Ukuran ini bahkan dikatakan setara dengan lima trek bowling yang ditumpuk dari ujung ke ujung.
Pohon ini, yang kemungkinan juga merupakan tanaman berbunga tertinggi di dunia, hidup di hutan hujan di Sabah, Malaysia, menurut para ilmuwan dari negara tersebut dan Inggris.
Advertisement
Saking tingginya jangkauan pohon ini, maka para ilmuwan pun menamainya "Menara" yang diambil dari bahasa Melayu.
Advertisement
Bagi orang-orang yang penasaran dan tidak dapat menyaksikannya secara langsung di Borneo, para peneliti telah membuat model pohon 3 dimensi (3D) yang dapat dibolak-balik dan dipelintir secara daring.
Dengan mempelajari Menara, para peneliti berharap bisa memahami bagaimana sebuah pohon mampu tumbuh dengan sangat tinggi dan faktor yang mencegah tanaman untuk tumbuh, kata mereka.
Menara adalah spesies pohon kayu tropis yang dikenal sebagai meranti kuning (Shorea faguetiana), anggota keluarga Dipterocarpaceae yang tumbuh subur di hutan hujan dataran rendah yang lembab di Asia Tenggara --merupakan tanaman endemik Kalimantan.
Pemegang rekor sebelumnya untuk pohon tropis tertinggi, berasal dari wilayah ini dan dari genus Shorea.
Tim ilmuwan menemukan Menara dengan menggunakan teknologi laser yang dikenal sebagai deteksi cahaya dan jangkauan (light detection and ranging) atau lazim disebut lidar.
Intinya, sebuah pesawat yang membawa perangkat lidar, terbang di ketinggian ratusan meter di atas permukaan laut sembari menembakkan laser ke arah bawah.
Laser tersebut kemudian dipantulkan kembali ketika sinarnya mengenai kanopi hutan dan tanah, sehingga bisa menyediakan data untuk peta topologi.
Setelah meninjau data, para peneliti memeriksa langsung Menara pada Agustus 2018. Di sana, mereka memindai pohon dengan laser terestrial untuk membuat gambar 3D resolusi tinggi. Mereka juga mengambil foto dari atas dengan menggunakan drone.
Seorang pemanjat lokal bernama Unding Jami dari Southeast Asia Rainforest Research Partnership, memanjat pohon itu pada Januari 2019 untuk mengukur tinggi persisnya dengan pita pengukur manual.
"Ini adalah pemanjatan yang menakutkan, sangat berangin di atas sana, karena pohon terdekat jaraknya sangat jauh, jadi angin gampang menerpaku" kata Jami dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Live Science, Minggu (7/4/2019).
"Tapi jujur, pemandangan dari atas sungguh luar biasa. Aku tidak tahu harus berkata apa selain itu sangat, sangat, sangat menakjubkan!" imbuhnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Identitas Pohon
Pemanjatan Jami mengungkapkan bahwa Menara kemungkinan merupakan tanaman berbunga tertinggi di dunia, karena lebih tinggi dari pemegang rekor sebelumnya: pohon kayu putih (Eucalyptus regnans) di Tasmania yang tingginya mencapai 99,6 meter.
Tidak termasuk akarnya, Menara memiliki berat hampir 179.700 pound atau 81.500 kilogram. Tetapi hanya 5% massa pohon yang berasal dari mahkotanya yang selebar 40 meter. Sementara 95% massa lainnya berada di batang, para peneliti menemukan.
Selain itu, batangnya pun sangat lurus, dengan pusat massa berada pada 28 meter di atas tanah, yang hanya berjarak 0,6 meter dari sumbu vertikal pusatnya. Ini menunjukkan bahwa Menara sangat simetris dan seimbang, meskipun berada di tempat yang miring.
Sebelumnya, para ilmuwan berspekulasi bahwa Menara mungkin rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh angin kencang, tetapi sejauh ini tumbuhan ini telah terhindar dari hal-hal buruk tersebut, berkat lokasinya yang terlindung di lembah.
Meskipun Menara tumbuh tinggi menjulang, pohon ini dikatakan oleh para peneliti juga menghadapi tantangan yang berat: pohon harus mampu membawa air dari akar ke cabang-cabangnya yang paling pucuk.
Sementara itu, walaupun mungkin ada pohon tropis yang lebih tinggi dari Menara di luar sana, tanaman ini mungkin tidak akan bisa tumbuh setinggi Menara.
"Mengingat bukti yang kami temukan tentang kendala mekanis yang disebabkan oleh angin, tidak mungkin pohon baru akan jauh lebih tinggi dari Menara," tandas Yadvinder Malhi, seorang profesor ilmu ekosistem di University of Oxford, Inggris.
Advertisement