Hasil Pemilu Belum Rampung, Presiden Afghanistan Lantik Parlemen Baru

Meskipun Kabul masih menunggu hasil pemilu yang diselenggarakan pada Oktober 2018 lalu, Presiden Afghanistan melantik parlemen barunya.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Apr 2019, 12:19 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2019, 12:19 WIB
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani memyampaikan pidatonya dalam pelantikan anggota parlemen baru di Kabul, Afghanistan, 26 April 2019. (AP)
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani memyampaikan pidatonya dalam pelantikan anggota parlemen baru di Kabul, Afghanistan, 26 April 2019. (AP)

Liputan6.com, Kabul - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani melantik parlemen baru negara itu pada Jumat 26 April 2019 waktu setempat. Prosesi dilakukan meskipun Kabul masih menunggu hasil pemilu yang diselenggarakan pada Oktober 2018 lalu.

Pemilihan legislatif ketiga sejak tumbangnya pemerintah Taliban pada 2001 diundur hingga tiga tahun karena perselisihan antara kubu Presiden Ghani dan Kepala Eksekutif Afghanistan inkumben, Abdullah Abdullah, yang memperlambat proses reformasi pemilu.

VOA Indonesia, yang dikutip Sabtu (27/4/2019), melaporkan bahwa masa tugas konstitusional parlemen terdahulu berakhir pada tahun 2015. Akan tetapi Ghani mengizinkan masa tugas itu diperpanjang melalui dekret presiden.

Setelah pemilu pada akhirnya diadakan pada Oktober 2018, pengumuman hasilnya ditunda karena kontroversi terkait kejujuran dan transparansi proses tersebut serta tuduhan adanya kecurangan.

Sewaktu berpidato dalam upacara pelantikan, Ghani memuji terpilihnya banyak orang muda, yang ia sebut akan menjaga hak-hak perempuan dan HAM.

Ia juga meminta penetapan tenggat waktu bagi pengumuman hasil dari provinsi Kabul, yang mencakup ibu kota dan distrik-distrik di sekitarnya. Pengumuman di sana tertunda karena badan-badan pemilu berusaha memverifikasi hasil pemilu setelah ada sejumlah besar tuduhan mengenai kecurangan.

Menanggapi tuntutan oposisi agar Ghani meletakkan jabatan pada akhir masa jabatannya dan mengizinkan pembentukan pemerintah sementara, presiden mengatakan ia akan melanjutkan posisinya itu hingga pemilu mendatang yang dijadwalkan pada 28 September.

Secara konstitusional, masa jabatan Presiden Afghanistan saat ini, Ghani akan berakhir pada 22 Mei. Akan tetapi pemilihan presiden yang seharusnya diadakan awal tahun ini diundur hingga September mendatang.

 

Harapan Tinggi

Suasana pemilu parlemen Afghanistan 2018 di salah satu tempat pemungutan suara, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (AFP PHOTO)
Suasana pemilu parlemen Afghanistan 2018 di salah satu tempat pemungutan suara, Sabtu 20 Oktober 2018. Pemungutan suara diperpanjang hingga 21 Oktober 2018 karena sejumlah kendala. (AFP PHOTO)

Hampir sembilan juta orang mendaftar untuk memilih dalam pemilihan parlemen Afghanistan, yang dilaksanakan usai terlambat selama lebih dari tiga tahun.

Tetapi, serangan di seluruh negeri pada 21 Oktober 2018 dikhawatirkan akan menghalangi banyak orang untuk muncul di hampir 5.000 tempat pemungutan suara.

Namun, Wasima Badghisy, seorang anggota komisi pemilu Afghanistan, menyebut bahwa pemilih 'sangat, sangat berani' dan mengatakan jumlah pemilih sebanyak lima juta akan menuai keberhasilan bagi jalannya pesta demokrasi tersebut.

Orang-orang setempat menaruh harapan tinggi dalam pemilu tahun ini, yang berharap bahwa para politisi baru --sebagian besar adalah generasi muda dan generasi politisi yang lebih terdidik-- mampu mereformasi Parlemen serta menantang dominasi panglima perang dan figur korup di pemerintahan Afghanistan.

Seperti dikutip dari VOA, lebih dari 2.500 kandidat --417 di antaranya adalah perempuan-- bersaing memperebutkan 249 kursi parlemen Afghanistan. Sebanyak 68 kursi parlemen khusus diperuntukkan bagi perempuan.

 

Di Tengah Perhatian Taliban

Pasukan Taliban
Pasukan Taliban (AP)

Pemilu parlemen nasional 2018 juga terselenggara di tengah komentar Taliban yang menyebut bahwa itu merupakan kontestasi "palsu dan sebuah konspirasi untuk menipu rakyat dan untuk kepentingan jahat pihak asing" serta meminta simpatisan Taliban agar mengganggu prosesnya dengan melakukan serangan. Diperkirakan, Taliban akan meningkatkan serangan menjelang pemungutan suara.

Laporan terbaru menyebut, pada 20 Oktober 2018, sekitar 170 warga Afghanistan tewas atau terluka dalam insiden kekerasan terkait pemilu.

Dalam serangan terakhir, seorang pembom bunuh diri meledakkan pusat pemungutan suara Kabul, menewaskan sedikitnya 15 orang dan mencederai 20 lainnya, kata polisi, dengan jumlah korban akibat kekerasan terkait pemilu di area ibu kota menjadi 19 orang tewas dan hampir 100 orang terluka.

Tidak ada klaim tanggung jawab atas ledakan itu, tetapi Taliban mengatakan sebelumnya bahwa mereka telah melakukan lebih dari 300 serangan terhadap 'pemilihan palsu' di seluruh negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya