HEADLINE: Kematian Mendadak Morsi, Rahasia Apa yang Ia Bawa ke Dalam Kubur?

Mantan Presiden Mesir Mohammed Morsi ambruk di tengah persidangan kasus spionase. Beberapa saat kemudian, ia meninggal dunia.

oleh Happy Ferdian Syah UtomoSiti Khotimah diperbarui 19 Jun 2019, 00:03 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2019, 00:03 WIB
Momen Mohammed Morsi Jalani Sidang Sebelum Meninggal
Mantan Presiden Mesir Mohammed Morsi mengenakan seragam merah saat menjalani sidang di Kairo, Mesir, 18 Juni 2016. Mohammed Morsi sesaat setelah dia berbicara dari balik sangkar kaca, tempat di mana dia ditahan selama sesi persidangan. (MOHAMED EL-SHAHED/AFP)

Liputan6.com, Kairo - Mohammed Morsi ambruk di ruang sidang, di dalam kerangkeng besi tempatnya dikurung selama proses pengadilan berlangsung, Senin 17 Juni 2019. Ia diperkarakan dalam kasus spionase terkait dugaan kontak dengan kelompok Hamas di Palestina.

Kerangkeng besi itu berlapis kaca kedap suara. Konon agar ia tak banyak omong. Versi aparat Mesir, kurungan tersebut didesain untuk mencegahnya berulah dan mengganggu jalannya persidangan. 

Seperti dikutip dari CBS News, Selasa (18/6/2019), di tengah sidang, Morsi sempat minta kesempatan bicara. Hakim mengizinkan.

Salah satu pengacaranya, Kamel Madour mengatakan, dalam pidato di menit-menit terakhir hidupnya, Morsi bersikukuh bahwa ia adalah presiden sah Mesir dan menuntut pengadilan khusus. Ia tak sudi diadili sebagai kriminal.

Tak hanya itu yang diungkap Mohammed Morsi. Pria 67 tahun tersebut memperingatkan, ia punya 'banyak rahasia' yang ingin diungkap. 

Menurutnya, jika terkuak, rahasia-rahasia itu akan membuatnya dibebaskan dari jerat hukum. Namun, Morsi menambahkan, informasi-informasi tersebut bersifat gawat. Bisa jadi membahayakan keamanan nasional Mesir. Itu mengapa ia memilih bungkam. Bahkan pada para pengacaranya sendiri.

Seperti diwartakan Middle East Eye, Morsi meminta hakim menggelar sesi persidangan tertutup. Agar ia bisa mengungkapkan informasi-informasi penting yang dipendamnya. Sudah berulang kali permintaan itu disampaikan, tapi selalu ditepis. 

Hakim dikabarkan beberapa kali memotong ucapannya. Menuduhnya memanfaatkan momentum untuk 'berkhotbah' dan menyatakan, sidang berikutnya akan diadakan pada hari Selasa.

Mengenakan seragam tahanan warna oranye, dengan tangan terbelenggu, Morsi mengatakan akan menyimpan rahasia tersebut hingga liang lahad. Dan itu yang kemudian terjadi. Ia pingsan segera setelah mengucapkannya. 

"Morsi bicara di depan hakim selama 20 menit. Tiba-tiba ia tampak bersemangat sebelum akhirnya pingsan," kata sumber pejabat pengadilan kepada Agence France-Presse. 

Morsi mengembuskan napas penghabisan sebelum sempat mendapat pertolongan medis. Di gedung pengadilan. Ia dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit pada pukul 16.50 waktu setempat. 

Tak jelas apa rahasia yang dimaksud Morsi. Pihak pengacara maupun penguasa Mesir belum memberikan komentar.

Kantor Kejaksaan Mesir mengatakan, berdasarkan pemeriksaan awal, tak ditemukan bekas luka di jasadnya. Pihak berwenang belum mengumumkan secara resmi penyebab kematiannya. Namun, kabar berembus, ia diduga kena serangan jantung atau stroke. 

Namun, organisasinya, Ikhwanul Muslimin (Muslim Brotherhood) menuding, Morsi mati tak wajar.

Ikhwanul Muslimin menuduh, pemerintah 'membunuhnya secara perlahan' selama bertahun-tahun di penjara yang kondisinya terpuruk. Ia juga nyaris tak boleh dikunjungi. 

Enam tahun sudah Morsi ditahan di sel isolasi, usai digulingkan lewat kudeta berdarah. Pihak berwenang diduga menghentikan pemberian obat-obatan penting untuk mengatasi penyakit yang ia derita: diabetes, tekanan darah tinggi, dan liver.

Kelompok itu menuntut penyelidikan internasional atas kematian Mohammed Morsi dan meminta warga Mesir untuk menggelar demonstrasi di semua kantor perwakilan Mesir, di manapun di muka Bumi.

Infografis Ironi Mohammed Morsi
Infografis Ironi Mohammed Morsi. (Liputan6.com/Triyasni)

Kematian yang Telah Diramalkan?

Sejarah mencatat nama Mohammed Morsi sebagai presiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis. Atas daulat rakyat. Sebelumnya, Negeri Piramida diperintah secara otokrasi.

Ia memenangkan pemilu yang digelar usai Musim Semi Arab (Arab Spring), sebuah gelombang demokratisasi yang terjadi di Timur Tengah. Sejumlah diktator terguling, termasuk pemimpin Mesir, Hosni Mubarak. Partai sayap Ikhwanul Muslimin lantas menjadi mayoritas di parlemen. 

Namun, kekuasaan Morsi hanya bertahan selama setahun. Usai dihantam gelombang protes, ia digulingkan lewat kudeta berdarah yang dipimpin Jenderal Abdul Fattah al-Sisi pada Rabu 3 Juli 2013.

Ikhwanul Muslimin kemudian diberangus dan dilabeli teroris. Para anggotanya diburu, ditangkap atau akhirnya terbunuh. Sang mantan presiden digelandang ke balik jeruji besi. Jadi pesakitan.

Morsi ditahan di sayap khusus di kompleks Penjara Tora yang luas, yang dijuluki 'Scorpion Prison'. Ia sebelumnya divonis 20 tahun bui karena dianggap terbukti bersalah memerintahkan anggota Ikhwanul Muslimin membubarkan demonstran yang berujung pada kematian. Banyak kasus masih tertunda.

Ditahan dalam kondisi sakit dan tak mendapatkan perawatan kesehatan semestinya, banyak yang memprediksi, Morsi tak akan kuat bertahan.

"Penjara itu dirancang sedemikian rupa, siapa pun yang masuk tak akan pernah keluar -- kecuali dalam bentuk jasad," kata seorang mantan narapidana Penjara Tora seperti dikutip dari media Inggris, Independent.

Hal serupa diungkap pihak lembaga hak asasi manusia Human Rights Watch. 

"(Kabar kematian) ini sangat mengerikan namun sudah bisa diprediksi sebelumnya, menguatkan bukti kegagalan pemerintah (Mesir) menyediakan perawatan kesehatan semestinya untuk dia, juga soal hak menerima kunjungan pihak keluarga," kata Direktur Eksekutif Timur Tengah Human Rights Watch, Sarah Leah Whitson.

Morsi, yang berlatar belakang ilmuwan sains, adalah sosok yang kontroversial. Ia dipuja sekaligus dicaci. Kepemimpinan Morsi dituduh membunuh demokrasi. Ia dan Ikhwanul Muslimin dituding menggunakan kekerasan terhadap lawan politik, berusaha memonopoli kekuasaan, dan mengislamkan Mesir. 

Di sisi lain, sosoknya dianggap anti-tirani. Morsi pernah dianggap tokoh sentral dalam demokratisasi di Mesir. 

Dimakamkan Secara Diam-Diam

Mohammed Morsi yang meninggal di ruang sidang. (AP)
Mohammed Morsi yang meninggal di ruang sidang. (AP)

Mohammed Morsi dimakamkan beberapa jam usai kolaps di ruang sidang. Jasadnya disalatkan di masjid di dalam kompleks Penjara Tora, lalu dibawa ke sebuah pemakaman di Distrik Nasr, Kairo timur pada Selasa pagi.

Tak ada penghormatan yang diberikan. Pemakaman digelar seadanya, dengan pengawalan ketat aparat, dihadiri segelintir anggota keluarga.

Putranya, Abdullah Mohamed Morsi mengaku, aparat menolak permintaan pihak keluarga yang berniat menggelar upacara pemakaman di kampung halaman sang mantan presiden di Provinsi Sharqia, di delta Sungai Nil.

"Hanya keluarga yang diizinkan menghadiri upacara pemakaman. Ia dimakamkan di pemakaman para pemimpin Ikhwanul Muslimin di Kota Nasr," kata istri Morsi, Naglaa lewat akun Twitternya.

"Kami menganggap suami saya, Presiden Mohammed Morsi, sebagai martir," kata dia, seperti dikutip dari situs aa.com.tr.

Hingga berita ini diturunkan, hanya segelintir negara yang terang-terangan bereaksi atas kematian Morsi. Turki, Qatar, Malaysia, juga PBB menyampaikan ucapan duka cita.

Kematian Morsi ditangisi di Turki. Ribuan orang hadir dalam upacara pemakaman yang digelar untuk almarhum. Termasuk, Presiden Recep Tayyip Erdogan.

"Upacara pemakaman, secara in absentia, untuk Mohammed Morsi yang kita ketahui telah berpulang kemarin, akan digelar setelah salat Asar di Masjid Fatih Istanbul. Saya juga akan menghadiri upacara pemakaman untuk martir kita, Morsi," kata Erdogan dalam akun Twitternya.

Erdogan mengutuk pihak Barat dan seluruh umat manusia, yang ia anggap tak menunjukkan kepedulian saat Morsi, "digulingkan, disiksa dan akhirnya dibunuh dalam tahanan."

"Semoga Allah mengampuni saudara kita, Mohammed Morsi, presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis," kata Erdogan dalam sebuah acara di Istanbul.

Erdogan juga menuding para petinggi Mesir sebagai pihak bertanggung jawab. "Sejarah tidak akan pernah melupakan para tiran... yang memenjarakannya dan mengancamnya dengan eksekusi."

Turki adalah negara pertama yang secara resmi bereaksi atas kematian Morsi.

Sejumlah warga Suriah juga berduka atas kematian Morsi. "Dia menyebarkan prinsip-prinsip kasih dan keramahtamahan bagi warga Suriah di antara masyarakat Mesir saat dia menjadi presiden," kata Alaa Browe, seorang guru berusia 36 tahun dari Idlib.

Morsi berkuasa ketika perang saudara mengguncang Suriah. Kala kaum revolusioner melawan pasukan Bashar al Assad.

Kala itu, rezim Assad, mengerahkan kekuatan penuh angkatan bersenjatanya untuk menghancurkan kaum revolusioner.

Konflik memaksa jutaan warga Suriah keluar dari tanah airnya. Dan, pada saat itu, Mesir di bawah Morsi adalah tempat yang ramah bagi mereka.

Orang-orang Suriah diizinkan memasuki Mesir hanya dengan paspor mereka. Tak hanya itu, akses layanan pendidikan dan kesehatan dibuka untuk para pengungsi.

Morsi dan Ikhwanul Muslimin

Momen Mohammed Morsi Jalani Sidang Sebelum Meninggal
Mantan Presiden Mesir Mohammed Morsi berdiri di belakang jeruji besi saat menjalani sidang di Kairo, Mesir, 16 Juni 2015. Sumber medis setempat mengatakan sosok yang juga memimpin Ikhwanul Muslimin itu meninggal karena serangan jantung mendadak. (Khaled DESOUKI/AFP)

Kepergian eks Presiden Mesir Mohammed Morsi adalah kehilangan besar bagi Ikhwanul Muslim (IM) yang saat ini 'mati suri' di Mesir. Namun, bukan berarti eksistensi kelompok itu lantas tamat. 

Menurut pengamat politik Timur Tengah dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Siti Muti'ah Setiawati, Ikhwanul Muslimin akan tetap menancapkan pengaruhnya di Mesir karena kelompok tersebut telah eksis hampir satu abad lamanya.

"Ikhwanul Muslim berdiri sebagai bentuk perlawaan terhadap kehadiran kolonialisme di Mesir sebelum perang dunia (pertama). Seiring dengan perkembangannya, kelompok ini berubah menjadi kendaraan untuk memurnikan Islam di tengah kondisi nasional yang semakin sekuler saat itu," ujar Muti'ah, menjawab sambungan telepon dari Liputan6.com pada Selasa (18/6/2019).

Dia menambahkan bahwa IM mulai condong ke politik ketika diajak oleh mendiang presiden ke-2 Mesir, Gamal Abdel Nasser, untuk menggulingkan pemimpin sebelumnya, Muhammad Naguib.

"IM dan Nasser ingin membawa kemurnian Islam kembali ke Mesir, namun keduanya berpisah di tengah jalan karena perbedaan dalam mengeksekusi ide-ide yang telah mereka sepakati sebelumnya. IM berpegang pada akar puritan, dan Nasser berkompromi dengan sekulerisme," lanjutnya menjelaskan.

Dijelaskan oleh Muti'ah, semangat puritan berpengaruh kuat di tingkat akar rumput, yang membuat IM terus bertahan meski berkali-kali dicap sebagai kelompok garis keras. Inilah yang kemudian membalikkan pendapat umum, khususnya pihak Barat, tentang eksistensi kelompok yang dibentuk sejak 1928 silam itu.

"Terutama setelah gelombang Arab Spring pada 2011 yang berawal dari Tunisia, membawa semangat demokrasi ke banyak negara Timur Tengah, termasuk Mesir. Pemimpin saat itu, Hosni Mubarak, telah membuat marah rakyat karena memimpin secara otoriter selama 30 tahun, bisa dibilang sebagian besar komponen rakyat di sana berhasil bersatu menggulingkannya. IM ada di situ juga," jelas Muti'ah.

IM diberikan kesempatan untuk terlibat dalam gelaran pemilu terbuka pertama di Mesir, dan tanpa disangka memenangkan sebagian besar suara rakyat Mesir. Hal tersebut membawa pimpinannya kala itu, Mohammed Morsi, ke puncak kepemimpinan.

Namun, menurut Abdul Muta'ali PhD, seorang pengamat politik Timur Tengah sekaligus Kepala Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian dari Universitas Indonesia, ada satu hal penting yang membuat Morsi --dan pengaruh IM-- memimpin Mesir, dan hanya mampu bertahan satu tahun.

"Ada tiga kunci tentang Mesir, yakni sekulerisme, Ikhwanul Muslimin, dan militer. Setelah Arab Spring, IM maju sebagai pemimpin yang dipilih oleh sebagian rakyat Mesir. Namun, ketika memerintah, mereka tidak mampu menyatukan kompromi dengan dua kunci lainnya, dan akhirnya munculah gesekan," ujar Muta'ali.

Padahal, masih menurut Muta'ali, keberhasilan Morsi menjadi katalisator untuk membuka sudut pandang baru terhadap IM. Banyak elite di dalamnya merupakan lulusan kampus ternama di Barat, terutama Eropa dan Amerika.

"Saya memperkirakan mereka (elite IM) mendapatkan titik temu antara nalar dan logika, yang kemudian diimplementasikan untuk membawa semangat baru setelah Mubarak turun dari kepemimpinan panjangnya," jelas Muta'ali.

Kehadiran sosok Morsi, masih menurut Muta'ali, bisa dikatakan serupa dengan kondisi yang ditemukan pada perpolitikan Turki. AK Parti, partai yang menaungi Presiden Recep Tayyip Erdogan, memiliki sentimen yang kurang lebih sama terhadap sekulerisme.

"Tiga kunci utama di Mesir juga bisa ditemukan di Turki. Tapi, kenapa Erdogan bisa berhasil menarik hati rakyatnya berkali-kali? Ini karena mereka pandai membaca kondisi negaranya, tanpa terburu-buru untuk mengedepankan pandangan utamanya. Sebaliknya, IM langsung tancap gas, sehingga membuat beberapa pihak tidak suka," sambung Muta'ali.

Namun, Muta'ali enggan untuk menjabarkan mengapa IM tancap gas dan kemudian membuatnya dikudeta.

"Ada banyak tuduhan terhadap Morsi, saya tidak bisa bilang itu benar atau salah, karena bagaimanapun juga militer memiliki kuasa untuk menekan, bahkan hingga saat ini, ketika Presiden Abdul Fattah al-Sisi --katanya -- dipilih melalui pemilu," pungkasnya.

Di Balik Murka Erdogan

Angkat Bicara, Pejabat Dunia Kecam Kebijakan Trump Soal Yerusalem
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberi keterangan saat menggelar pertemuan di Ankara, Turki (5/12). Karena kebijakan Trump soal Yerusalem, Erdogan akan memutus semua hubungan diplomatik dengan Israel. (Yasin Bulbul / Pool via AP)

Kepergian Morsi yang mendadak, di tengah persidangan, bikin Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan murka.

Dalam sebuah pidato, kepala Negeri Ataturk itu mengatakan, "Sejarah tidak akan pernah melupakan para tiran... yang memenjarakannya dan mengancamnya dengan eksekusi."

Erdogan menggambarkan kematian Morsi sebagai simbol penganiayaan yang menargetkan mendiang dan rakyatnya, sambil menambahkan bahwa sang mantan presiden telah meninggal untuk sesuatu hal yang ia yakini.

Menanggapi kemarahan besar Erdogan atas kematian Morsi, Defbry Margiansyah, peneliti Politik Internasional - Puslit Politik LIPI mengatakan hal itu disebabkan karena adanya kesamaan kepentingan di antara kedua tokoh.

"Ada kesepahaman visi antara Erdogan dan Morsi dalam politik di Timur Tengah, yakni terkait isu Israel-Palestina dan perimbangan kekuasaan di wilayah itu," kata Defbry kepada Liputan6.com pada Selasa (18/6/2019).

Menurut Defbry, Morsi dilihat Erdogan sebagai kawan untuk menentang dominasi Amerika Serikat di Timur Tengah. Hal itu dibuktikan dengan politik luar negeri Mesir saat dipimpin oleh Morsi, yang sangat berbeda dengan kebijakan era Hosni Mubarak.

"Morsi tidak terlalu keras terhadap Israel namun jelas telah mengubah kebijakan Mesir sebelumnya," tutur Defbry. "Saat menjabat, Morsi mengatakan ingin meningkatkan kemitraan di berbagai bidang dengan Iran."

Ia melanjutkan, setelah Morsi jatuh dapat dilihat pola khusus yakni dekatnya kembali Mesir dengan poros AS di Timur Tengah, di antaranya terdapat Arab Saudi dan Israel.

Kejatuhan Morsi, pemimpin pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, juga direstui oleh AS yang gemar mempromosikan demokrasi. Hal itu dikarenakan poros Negeri Paman Sam khawatir ia akan melanggar kesepakatan Camp David yakni menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv.

Tak hanya itu, pemimpin yang berasal dari Ikhwanul Muslimin itu ditakutkan akan menambah personel militer di Sinai yang berpotensi meningkatkan ketegangan Israel-Mesir.

"Kedekatan dengan Hamas dan mengembalikan islamisme di Mesir, itu (juga) dikhawatirkan," lanjut Defbry.

Pengaruh Morsi di Timur Tengah

Saat ditanya apakah Morsi memiliki pengaruh luas di Timur Tengah pasca-Arab Spring, Defbry tidak membenarkan hal itu.

Menurutnya, efek Arab Spring hanya efektif di satu negara, yakni Tunisia yang berhasil bertransisi dari otoritarianisme ke demokrasi.

Namun, menurut peneliti LIPI itu, Morsi telah membuktikan kemampuannya dalam menyatukan oposisi dari berbagai kelompok Islam untuk melawan satu musuh bersama, yakni Hosni Mubarak.

"Morsi seolah menjadi bukti adanya titik terang demokrasi di Mesir dan Timur Tengah," katanya, "Sekaligus memberikan pelajaran bahwa perubahan menuju demokrasi di wilayah itu memiliki banyak hambatan, seperti banyaknya tentara yang masih berkuasa."

Menurut dia, Morsi adalah seorang tokoh yang sebetulnya tidak memiliki pengalaman politik yang mumpuni. Kapasitas ia sebagai politikus masih terbatas, khususnya dalam menyatukan konflik kepentingan antara kelompok Islam dan tentara.

Namun setidaknya sang figur Ikhwanul Muslimin itu terkesan demokratis. Ia dianggap relatif memberikan ruang kepada para pengkritiknya, baik dari oposisi maupun para pendukung yang tidak puas dengan kepemimpinannya.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya