Liputan6.com, Jakarta - Mengapa merah menjadi warna standar untuk tanda berhenti atau rambu setop? Jawaban singkatnya adalah karena perwakilan dari First National Conference on Street and Highway Safety pada tahun 1924 memutuskan demikian.
Meskipun tanda berhenti masih merupakan ide yang relatif baru di Amerika Serikat pada tahun 1920-an, Detroit (kota terbesar di Michigan) mendirikan rambu pertama itu sekitar tahun 1915, namun "merah adalah berhenti" bisa ditelusuri kembali ke tahun 1841, ketika Henry Booth dari Liverpool and Manchester Railway menyarankan penggunaan warna merah untuk mengindikasikan bahaya di jalur kereta api.
Baca Juga
London kemudian mengadopsi warna tersebut untuk lampu lalu lintas reguler pada tahun 1868, dan Amerika Serikat akhirnya mengikutinya.
Advertisement
First National Conference on Street and Highway Safety, yang dihadiri Menteri Perdagangan saat itu, Herbert Hoover, pada tahun 1924 bertujuan untuk membakukan pengkodean warna pada rambu-rambu jalan.
Konferensi menetapkan bahwa untuk semua "tanda dan sinyal, baik bercahaya dan tidak bercahaya", merah harus mengisyaratkan "berhenti", hijau artinya "jalan", dan kuning harus menunjukkan "hati-hati", menurut laporan yang dirilis setelah konferensi. Diputuskan juga bahwa tanda jarak dan arah harus berwarna hitam-putih.
Kendala
"Sayangnya, warna merah yang tidak gampang pudar, tidak ada pada tahun 1924," kata Gene Hawkins, seorang profesor teknik sipil di Texas A&M University, menyampaikan kepada The New York Times pada tahun 2011.
Setelah itu, pejabat dari Manual on Uniform Traffic Control Devices (MUTCD) pada tahun 1935 memilih warna yang menurut mereka terbaik: kuning. MUTCD juga menetapkan bahwa setiap tanda harus berbentuk segi delapan, ide lain dari tahun 1920-an.
California menjadi yang pertama menerapkan enamel porselen, di mana materi ini diklaim mampu bertahan terhadap pemudaran. Sekarang, warna merah lebih layak diterapkan secara logistik. MUTCD pun memutuskan tidak boleh ada lagi warna kuning pada tanda berhenti.
Selain itu, ada studi yang lebih detil lagi yang dilakukan pada tahun 2011. Penelitian tersebut melibatkan 3 wadah yang diisi irisan apel yang diberikan kepada kera di sebuah kebun binatang.
Ketiga piring tersebut berwarna merah, biru, dan hijau. Dalam prosesnya, satwa-satwa itu memiliki keengganan untuk mengambil potongan apel yang ditempatkan di wadah berwarna merah. Mungkin secara psikologis, merah menandakan "bahaya".
Advertisement