28 Perusahaan Dunia Berkomitmen Kurangi Suhu Global 1,5 Derajat Celcius

28 perusahaan ternama dunia ini mengaku menjalankan strategi pasar baru untuk menekan perubahan iklim.

oleh Afra Augesti diperbarui 02 Agu 2019, 16:19 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2019, 16:19 WIB
ilustrasi pemanasan global (AP/J David)
ilustrasi pemanasan global (AP/J David)

Liputan6.com, Jakarta - Dua puluh delapan perusahaan ternama di dunia, yang mempunyai total kapitalisasi pasar sebesar US$ 1,3 triliun, merespons kampanye ajakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menekan perubahan iklim dan pemanasan global.

Menjelang KTT Aksi Iklim PBB 2019 yang rencananya digelar pada 23 September di New York, perusahaan-perusahaan tersebut berkomitmen untuk mengurangi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-produksi.

Selain itu, mereka juga berambisi untuk mencapai emisi nol, paling lambat tahun 2050 --emisi gas rumah kaca harus mencapai nol pada tahun 2100, kondisi ini bisa tercapai dengan konsep 'net zero'.

Perusahaan penggerak misi tersebut termasuk Acciona, AstraZeneca, Banka BioLoo, BT, Dalmia Cement Ltd., Eco-Steel Africa Ltd., Enel, Hewlett Packard Enterprise, Iberdrola, KLP, Levi Strauss & Co., Mahindra Group, Natura & Co, Novozymes, Royal DSM, SAP, Signify, Singtel, Telefonica, Telia, Unilever, Vodafone Group PLC dan Asuransi Zurich.

AstraZeneca, BT, Hewlett Packard Enterprise, Levi Strauss & Co., SAP, Signify, dan Unilever sudah memiliki target pengurangan suhu global 1,5 derajat Celcius yang mengandung emisi gas rumah kaca dari operasi mereka.

Komitmen dari 28 perusahaan tersebut didasarkan pada laporan terbaru yang dirilis oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), yang memperingatkan konsekuensi bencana jika pemanasan global melebihi 1,5 derajat Celcius.

"Sekretaris Jenderal PBB telah menyerukan kepada para pemimpin (perusahaan) untuk datang ke KTT Aksi Iklim pada September (2019) dengan rencana yang jelas untuk mewujudkan emisi nol pada tahun 2050," kata Duta Besar Luis Alfonso de Alba, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal untuk KTT Aksi Iklim 2019 dalam telekonferensi di Jakarta, Jumat (2/8/2019).

Menurutnya, membangun perekonomian emisi nol pada 2050 membutuhkan kepemimpinan bisnis dan kebijakan pemerintah pusat yang ambisius.

"Dengan menetapkan kebijakan dan target untuk 1,5 derajat Celcius, pemerintah memberikan kejelasan dan kepercayaan diri kepada para pelaku bisnis untuk berinvestasi secara pasti dengan emisi nol di masa depan," ucapnya lagi.

Sekjen PBB: Jangan Cuma Bisa Berpidato Bagus

Pelajar Belgia Bolos Sekolah Demi Aksi Perubahan Iklim
Pelajar Belgia menyuarakan sejumlah tuntutan saat menggelar unjuk rasa masalah perubahan iklim di kantor Uni Eropa, Brussels, Belgia, Kamis (21/2). Plakat-plakat itu berisi pesan tentang pemanasan global dan bahan bakar fosil. (Liputan6.com/HO/Arie Asona)

Perusahaan-perusahaan yang menaikkan standar pasar demi menekan perubahan iklim, berkomitmen untuk menetapkan target berbasis sains melalui inisiatif Science Based Targets initiative (SBTi).

Hingga saat ini, 600 bisnis terbesar di dunia menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca berbasis sains yang selaras dengan Perjanjian Paris (Paris Agreement).

Ajakan untuk bertindak tersebut, yang dikeluarkan pada Juni 2019, datang dalam bentuk surat terbuka yang ditujukan kepada para pemimpin bisnis dan ditandatangani oleh 25 pemimpin global, termasuk María Fernanda Espinosa Garces, Presiden Majelis Umum PBB; Lise Kingo, CEO dan Direktur Eksekutif Global Compact PBB; Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim; Christiana Figueres, Co-Founder of Global Optimism; John Denton, Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Internasional; dan Advokat SDG Paul Polman, Co-Founder of IMAGINE.

Para bos-bos besar yang berambisius untuk mengarahkan perusahaan mereka ke pengurangan suhu global 1,5 derajat Celcius, akan diakui di UN Global Compact’s Private Sector Forum sebagai bagian dari KTT Aksi Iklim PBB pada 23 September 2019 di New York.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteress menegaskan bahwa anggota yang hadir di dalam konferensi tingkat tinggi tersebut harus sudah punya visi dan misi jelas, tak hanya berpidato dengan kata-kata indah yang hanya meninggalkan kesan mengesankan semata.

"Itulah sebabnya, saya memberi tahu para pemimpin (perusahaan) jangan datang ke KTT dengan pidato yang indah. Hadirlah dengan membawa rencana konkret, langkah yang jelas untuk meningkatkan kontribusi yang ditentukan secara internasional pada 2020, dan strategi untuk netralitas karbon pada 2050," ucap Guterres dalam telekonferensi.

"Di seluruh dunia, pemerintah, pelaku bisnis, dan warga, memobilisasi untuk menghadapi krisis iklim. Teknologi ada di pihak kita, memberikan energi terbarukan dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada ekonomi berbahan bakar fosil. Tenaga sinar matahari dan angin sekarang merupakan sumber daya baru yang termurah di hampir semua ekonomi utama dunia," pungkasnya.

Tindakan Cepat

Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara di hadapan DK PBB (AP)
Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara di hadapan DK PBB (AP)

Menurut Guterres, Parlemen Norwegia telah memilih untuk mendivestasikan anggaran kekayaan terbesar negara senilai US$ 1 triliun --dari bahan bakar fosil.

Banyak negara, dari Chile hingga Finlandia dari Inggris sampai Kepulauan Marshall, memiliki rencana konkret dan kredibel untuk mencapai netralitas karbon pada pertengahan abad. 

"...dan banyak lainnya. Dari Ethiopia ke Selandia Baru, ke Fiji, ke Pakistan, menanam ratusan juta pohon untuk membalikkan deforestasi, menopang ketahanan iklim, dan menghilangkan karbon dioksida dari atmosfer," tuturnya lagi.

Manajer aset yang mewakili hampir setengah dari modal investasi dunia -- sekitar US$ 34 triliun -- menuntut tindakan mendesak, menyerukan kepada para pemimpin global dalam sebuah surat yang baru-baru ini diterbitkan.

Guterres menambahkan: "Di sini, di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Global Compact telah meluncurkan kampanye yang menyerukan para pelaku bisnis untuk bergabung dalam perjuangan membatasi kenaikan suhu global menjadi 1,5 derajat Celcius."

"Kita membutuhkan perubahan yang segera dan mendalam, melalui cara kita dalam berbisnis, menghasilkan energi, membangun kota dan pertanian. Setelah mengalami apa yang mungkin menjadi 'bulan terpanas dalam sejarah', kita perlu bertindak sekarang."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya