Pasca-Penggulingan Omar al-Bashir, Kabinet Pertama Sudan Diumumkan

PM Sudan mengumumkan kabinet pertama setelah Omar al-Bashir dimakzulkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Sep 2019, 09:49 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2019, 09:49 WIB
Mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir
Mantan Presiden Sudan, Omar al-Bashir, dikawal setelah menghadap jaksa dalam penyelidikan korupsi di ibu kota Khartoum, Minggu (16/6/2019). Bashi ditahan sejak militer menyingkirkannya dari kekuasaan April lalu, di tengah demonstrasi menentang kepemimpinannya selama 30 tahun. (Yasuyoshi CHIBA/AFP)

Liputan6.com, Khartoum - Perdana Menteri Sudan yang baru, Abdalla Hamdok, mengumumkan kabinet pertamanya sejak militer menggulingkan Presiden Omar al-Bashir pada April kemarin.

Hamdok memilih Asmaa Abdalla sebagai perempuan perdana yang menjabat sebagai menteri luar negeri dalam sejarah Sudan.

Ia juga menunjuk pejabat wanita lain untuk memimpin Kementerian Olahraga dan Pemuda, Kementrian Pendidikan Tinggi, dan Kementrian Pembangunan Tenaga Kerja dan Sosial Sudan.

Hamdok, mantan orang penting di Komisi Ekonomi PBB untuk Afrika, memilih Ibrahim Elbadawi, mantan ekonom Bank Dunia, sebagai menteri keuangan.

Dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (7/9/2019), Hamdok mengatakan ia masih bernegosiasi dengan gerakan pro-demokrasi mengenai dua posisi yang tersisa untuk menyelesaikan susunan kabinet dengan 20 anggota.

Ia menambhakna, kabinet itu akan segera menangani tantangan-tantangan utama yang dihadapi pemerintah transisi, yang meliputi perombakan ekonomi yang sedang kesulitan dan mencapai perdamaian dengan kelompok-kelompok bersenjata di Sudan.

Melakukan negosiasi perdamaian akan secara tajam mengurangi pengeluaran militer, yang saat ini menghabiskan 80 persen dari anggaran negara. "Jika kita bisa mengakhiri pemborosan ini, maka kita mampu memberikan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat," ujar Hamdok.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tentara dan Sipil Sudan Teken Perjanjian Pembagian Kekuasaan

Ilustrasi Sudan.(AFP)
Ilustrasi Sudan.(AFP)

Sementara itu, Dewan Militer Transisi dan para pemimpin oposisi telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan untuk pemerintahan Sudan yang baru pasca-penggulingan Presiden Omar al-Bashir. Penandatanganan dilaksanakan di Ibu Kota Khartoum pada Sabtu 17 Agustus 2019.

Pakta tersebut membuka jalan bagi kedua faksi untuk membentuk dewan militer dan sipil bersama yang akan memimpin Sudan selama tiga tahun, sampai pemilu diadakan untuk pemerintahan yang dipimpin sipil, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu, 18 Agustus 2019.

Di bawah kesepakatan, dewan berdaulat, yang terdiri dari enam warga sipil dan lima jenderal, akan memerintah negara itu secara interim, sampai pemilu tiga tahun mendatang.

Kedua belah pihak telah sepakat untuk merotasi kepemimpinan dewan selama durasi tiga tahun. Seorang perdana menteri yang dinominasikan oleh warga sipil akan ditunjuk pekan depan.

Mohamed Hamdan "Hemeti" Dagolo, yang secara luas dianggap sebagai orang paling berkuasa di Sudan, telah berjanji untuk mematuhi ketentuan-ketentuan dalam pakta baru yang telah ditandatangani.

Kesepakatan itu ditandatangani oleh Hemeti dan Letjen Abdel Fattah Abdelrahman Burhan untuk dewan militer, dan Ahmed al-Rabie untuk Aliansi Kebebasan dan Perubahan --kelompok payung dari massa pro-demokrasi.

Perdana menteri Ethiopia dan Mesir, serta presiden Sudan Selatan termasuk di antara para pemimpin regional yang menghadiri upacara di Khartoum, Sudan.

Warga Bersorak-Sorai

Aksi protes besar-besaran di ibu kota Sudan, menuntut pemerintahan Omar al-Bashir turun dari jabatannya (AFP/Ebrahim Hamid)
Aksi protes besar-besaran di ibu kota Sudan, menuntut pemerintahan Omar al-Bashir turun dari jabatannya (AFP/Ebrahim Hamid)

Sudan telah menyaksikan protes dan penindasan pro-demokrasi sejak Presiden Omar al-Bashir digulingkan oleh militer pada April 2019.

Usai penggulingan, militer membentuk dewan pemerintahan interim. Namun, kelompok sipil segera memprotes dan mendesak tentara menyerahkan kekuasaan kembali ke tangan rakyat.

Protes massa pro-demokrasi berlangsung selama berbulan-bulan. Demonstrasi sempat berjalan damai, namun sekelompok faksi militer Sudan dilaporkan melakukan penumpasan brutal terhadap massa.

Organisasi multilateral di kawasan Afrika telah bertindak untuk menengahi perundingan antara dewan militer dengan kelompok sipil selama beberapa pekan terakhir, dengan tujuan untuk mengakhiri krisis dan instabilitas serta penjajakan pemerintahan baru, Sudan. 

Acara penandatanganan yang singkat itu disambut perayaan selama berjam-jam di seluruh Khartoum.

Warga Sudan melambai-lambaikan bendera dan meneriakkan slogan-slogan yang populer selama protes - yang paling populer adalah kata "Madania," yang berarti "warga sipil", atau dalam konteks peristiwa Sabtu kemarin mengacu pada keberhasilan rangkaian protes sipil dalam membentuk pemerintahan baru di negara Afrika tersebut.

Ribuan orang yang bersorak-sorai berkumpul di sekitar aula konvensi tempat dokumen ditandatangani, mengibarkan bendera Sudan dan memasang tanda perdamaian.

Penduduk Khartoum dan orang-orang dari bagian lain negara itu datang dengan bus dan kereta api untuk acara tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya