Liputan6.com, Maroko - Seorang jurnalis Maroko dijatuhi hukuman satu tahun penjara karena hubungan seks pranikah dan aborsi yang dilakukannya.
Hajar Raissouni bersama tunangannya ditangkap saat meninggalkan klinik ginekolog di ibu kota Rabat pada bulan Agustus lalu. Keduanya dianggap telah melakukan aborsi.
Para aktivis di Maroko menilai hal itu adalah tindakan kekerasan terhadap jurnalis, seperti dilansir bbc.com.
Advertisement
Wanita berusia 28 tahun itu membantah tuduhan yang dihadapkan padanya. Hajar mengatakan, kala itu tengah mencari pengobatan untuk pendarahan.
Sementara itu dikutip dari theguardian.com, tunangannya, Rifaat al-Amin dijatuhi hukuman satu tahun penjara karena dituduh terlibat dalam aborsi yang dilakukan Hajar.
Kemudian, Dr Mohammed Jamal Belkeziz dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena dituduh melakukan aborsi pada Hajar Raissouni.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pengadilan Politik
Diketahui Hajar Raissouni bekerja untuk surat kabar independen yang kritis terhadap pemerintah Maroko, Akhbar Al-Yaoum.
Hajar mengecam kasus yang dilimpahkan terhadapnya sebagai "pengadilan politik".
Ia menyebut telah diinterogasi aparat kepolisian mengenai keluarga serta tulisannya, seperti dilansir bbc.com.
Dengan mengenakan jilbab hitam, Hajar Raissouni tampak tenang saat sampai di ruang sidang di Rabat. Ia dan tunangannya yang merupakan warga negara Sudah membantah aborsi telah terjadi.
Advertisement
Upaya Banding
Dikutip dari bbc.com, Pengacara Hajar Raissouni, Abdelmoula El Marouri menyatakan perasaan tidak terima atas apa yang dituduhkan pada kliennya.
"Kami terkejut dengan putusan ini," kata Abdelmoula El Marouri.
Dalam keterangannya juga Abdelmoula menyebut seluruh bukti medis dan hukum seharusnya mengarah pada pembebasan. Ia menambahkan akan mengajukan banding atas putusan yang diberikan pengadilan.
Sementara itu, jaksa penuntut dalam kasus mengatakan penangkapan Hajar Raissouni tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya sebagai jurnalis. Bahkan klinik yang dikunjunginya berada di bawah pengawasan polisi atas dugaan praktik aborsi ilegal.
Asisten dokter dan seorang perawat klinik juga dinyatakan bersalah, tetapi hanya diberi hukuman percobaan.
Direktur regional untuk Human Rights Watch, Ahmed Benchemsi menggambarkan putusan itu sebagai "hari hitam bagi kebebasan di Maroko”.
Ahmed Benchemsi juga menyebutnya sebagai "ketidakadilan yang terang-terangan, pelanggaran mencolok hak asasi manusia, dan serangan frontal terhadap kebebasan individu."
Pembatasan Hak Perempuan
Juru kampanye aborsi melaporkan setidaknya 800 aborsi dilakukan setiap hari di negara Afrika utara. Tercatat aborsi adalah ilegal, kecuali ketika kehidupan wanita terancam karena kehamilan serta dengan izin suami.
Penuntutan jarang terjadi, tetapi dakwaan yang melibatkan kehidupan pribadi seseorang kadang-kadang digunakan oleh otoritas Maroko untuk mendorong kembali pada individu yang dianggap terlalu kritis, termasuk wartawan dan anggota oposisi politik, seperti dilansir theguardian.com.
Maroko berada di peringkat 135 dari 180 negara untuk kebebasan pers pada Reporter Sans Frontieres World Press Freedom Index.
Lembaga tersebut juga mengatakan pemerintah Maroko sering menggunakan pengadilan untuk melecehkan wartawan, termasuk mereka yang meliput kerusuhan di wilayah utara Rif negara itu.
Juru kampanye Amnesty International tentang Maroko, Raouia Briki mengomentari perihal hukum dan tindakan aparat terhadap perempuan dan aborsi.
"Ini merupakan pukulan terhadap hak-hak perempuan di Maroko. Ini adalah tanda bahwa reformasi hukum aborsi regresif dan hukum yang mengkriminalisasi seks di luar nikah sangat mendesak,” kata Raouia Briki.
Kolektif feminis Maroko Masaktach, Loubna Rais mengatakan bahwa hukuman Raissouni adalah bukti kurangnya hak-hak dasar di negara itu.
“Wanita khususnya, yang paling rentan terhadap penganiayaan yang tidak adil semacam ini, berjuang untuk kebebasan individu dasar, hak untuk tubuh dan kehidupan pribadi mereka,” kata Loubna Rais.
“Hukuman dokter dua tahun dan Hajar satu, jelas bahwa pihak berwenang ingin kita berpikir seluruh persidangan ini tentang aborsi ilegal,” tambah Loubna.
“Tetapi kita semua sangat sadar bahwa ini hanyalah alasan untuk membungkam hak jurnalis atas kebebasan berbicara dan hak seorang wanita untuk hidup dan tubuhnya sendiri, bahkan jika hubungannya tampak mengancam kepentingan politik,” tutup Loubna Rais.
Reporter: Hugo Dimas
Advertisement