Liputan6.com, Antarktika - Lubang lapisan ozon yang ada di atas Antarktika dilaporkan menyusut ke ukuran terkecilnya pada 4 Oktober 2019, mengalahkan rekor sebelumnya yang pernah tercatat pada 1982.
Biasanya, pada tahun seperti ini, lubang di ozon --lapisan yang terdiri dari molekul yang mengandung tiga atom oksigen-- tumbuh sekitar 8 juta mil persegi (20 juta kilometer persegi), kata NASA, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (23/10/2019).
Namun, cuaca yang sangat hangat di Belahan Bumi Selatan membuat lubang itu hanya memanjang kurang dari 3,9 juta mil persegi (10 juta kilometer persegi) pada September hingga sekarang.
Advertisement
Baca Juga
"Pemanasan yang muncul adalah berita baik bagi Belahan Bumi Selatan, karena ozon akan menjadi lebih tinggi dan tingkat sinar ultraviolet bakal lebih rendah," ungkap Paul Newman, kepala ilmuwan untuk Earth Science di Goddard Space Flight Center NASA di Greenbelt, Maryland.
Begini cara kerjanya: selama bulan-bulan musim dingin di Belahan Bumi Selatan, awan terbentuk di stratosfer, yang membentang dari sekitar 9 hingga 31 mil (9,5 hingga 50 km) di atas permukaan Bumi.
Di sana, jumlah terkecil cahaya yang terlihat dari matahari telah memecah gas klorin (unsur halogen yang dipisahkan menjadi gas yang bersifat racun dan berbau menyesakkan) menjadi atom klorin.
Atom-atom itu dianggap "reaktif" dan secara kimiawi dapat menghancurkan molekul ozon. Jadi, lubang ozon di Antarktika cenderung jauh lebih besar di musim dingin.
Karena Karbon Dioksida Naik?
Ketika suhu di Kutub Selatan mulai memanas, awan di stratosfer menghilang, sehingga tidak ada tempat untuk terjadinya reaksi kimia pemusnahan ozon.
"Ukurannya sekecil yang pernah kami lihat di awal tahun 80-an," kata Newman. (Lubang ozon kala itu sangat kecil, sehingga bahkan tidak ditemukan sampai 1985).
Gas klorin penghilang ozon berasal dari klorofluorokarbon (CFC) --senyawa organik yang hanya mengandung karbon, klorin, dan fluorin, yang diproduksi sebagai derivat volatil dari metana, etana, dan propana-- yang masih diproduksi oleh manusia sampai 1996, ketika larangan dari Amerika Serikat diberlakukan secara global.
Meski begitu, beberapa jenis CFC dapat tetap berada di atmosfer selama lebih dari 100 tahun, menurut Newman.
Jika suhu tinggi di Antarktika baik untuk lapisan ozon, apakah itu berarti lubang itu akan semakin kecil ketika manusia menambah emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida ke atmosfer?
"Tidak," jawab Newman. "Karbon dioksida memiliki efek sebaliknya di stratosfer, seperti halnya di lapisan yang lebih dekat ke tanah yang disebut troposfer."
"CO2 di stratosfer menyerap dan kemudian memancarkan panas ke angkasa luar. Lapisan atmosfer ini sebenarnya mendingin."
Advertisement