Liputan6.com, Washington DC - Pada Minggu 27 Oktober 2019 dini hari, pasukan khusus Amerika Serikat berhasil memojokkan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi pada sebuah fasilitas persembunyiannya di Barisha, Idlib, Suriah.
Buron teroris paling dicari itu kemudian bunuh diri menggunakan rompi bom yang ia kenakan hingga jasadnya dilaporkan terbagi menjadi beberapa bagian, sekaligus menewaskan anggota keluarga yang berada di dekatnya.
Meskipun termutilasi oleh ledakan, Gedung Putih mengumumkan bahwa pasukan komando Amerika dengan cepat mengonfirmasi identitas Baghdadi dengan menggabungkan teknologi pengenalan wajah dan analisis DNA canggih, demikian seperti diwartakan outlet media AS The Daily Beast, Selasa (29/10/2019).
Advertisement
Analisis forensik yang hampir instan tampaknya merupakan demonstrasi dramatis dari kemampuan baru Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM), yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dari serangan komando yang menewaskan pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden di Pakistan pada tahun 2011.
Yang paling penting, pembaca DNA baru, yang lebih kecil dan lebih cepat serta mudah dibawa oleh unit pasukan khusus dalam pertempuran, adalah salah satu teknologi teranyar yang dimiliki oleh AS untuk mengidentifikasi target bernilai tinggi (high value target).
Bertindak berdasarkan intelijen baru mengenai keberadaan Baghdadi, pasukan AS yang bermarkas di Irak utara bergabung dalam helikopter dan, seperti yang diumumkan Presiden Trump, terbang "sangat, sangat rendah dan sangat, sangat cepat" ke Idlib di Suriah barat.
Ketika orang Amerika menyerbu kompleks persembunyian Abu Bakr al-Baghdadi, membunuh apa yang digambarkan Trump sebagai "sejumlah" pejuang ISIS, Baghdadi sendiri melarikan diri ke sebuah terowongan dengan tiga anaknya. "Dia mencapai ujung terowongan, ketika anjing-anjing kami mengejarnya," kata Trump dalam konferensi pers pada Minggu 27 Oktober pagi waktu AS.
"Dia menyalakan rompinya, bunuh diri dan (turut membunuh) ketiga anaknya," lanjut Trump.
"Tubuhnya termutilasi oleh ledakan. Terowongan itu telah runtuh. Tetapi hasil tes memberikan identifikasi langsung dan benar-benar positif. Itu dia."
Kepala Baghdadi dilaporkan tetap utuh setelah ledakan. Menggunakan pemindai pengenal wajah biometrik, pasukan Amerika "segera mengidentifikasi" Baghdadi, Fox News melaporkan.
Jika pasukan komando AS memang cepat mengkonfirmasi identitas Baghdadi melalui DNA-nya, itu karena mereka sudah memiliki sampel jaringan pemimpin ISIS.
Mengutip seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya, The Washington Post melaporkan bahwa pasukan khusus dapat memperoleh DNA yang mereka butuhkan untuk mengidentifikasi Abu Bakr al-Baghdadi secara sukarela dari salah satu putrinya.
USSOCOM belum menanggapi permintaan komentar dari the Daily Beast.
Â
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Simak video pilihan berikut:
Identifikasi Biometrik dan DNA Super Cepat
Sejak masa-masa awal perang di Afghanistan dan Irak, pasukan AS telah membangun basis data besar wajah-wajah, pola iris, dan sidik jari para tersangka teror, dan menggunakan serangkaian pemindai genggam yang terus berkembang, untuk mencocokkan para tahanan dengan profil para tersangka.
Baru-baru ini, Angkatan Darat AS mulai mempelajari cara mengumpulkan "voiceprints atau sidik suara" untuk mengidentifikasi para teroris dengan suara mereka.
Pasukan komando AS dalam serangan Baghdadi tidak hanya mengandalkan identifikasi biometrik ini untuk mengonfirmasi identitas target. Gedung Putih dalam sebuah pernyataan mengatakan, "kombinasi bukti visual dan tes DNA membenarkan identitas Baghdadi."
Sampai baru-baru ini, tes DNA konklusif dapat memakan waktu berminggu-minggu karena analis di laboratorium melarutkan sampel organik dalam bahan kimia pereaksi khusus, menyaring bahan limbah untuk mengisolasi DNA, kemudian menyalin untaian untuk menghasilkan garis dasar yang mudah dibaca.
Kementerian Pertahanan AS telah bekerja keras dalam beberapa tahun terakhir untuk mempercepat pemrosesan DNA, khususnya untuk dengan cepat mengidentifikasi para pemimpin teror yang mungkin tidak selamat dari serangan komando yang kejam dan cepat.
Tak lama setelah pasukan khusus AS Navy SEAL membunuh bin Laden di Abbottabad, Pakistan, pada Mei 2011, para pejabat Amerika menyerahkan sampel sisa-sisa pemimpin teror itu ke laboratorium DNA militer AS di Afghanistan, The Washington Post melaporkan. Di sana, spesialis militer mengonfirmasi identitas bin Laden. Peluang kesalahan adalah "sekitar satu dari 11,8 kuadriliun," kata seorang pejabat intelijen kepada surat kabar itu.
Advertisement
Belajar dari Pengalaman 'Memburu bin Laden'
Tetapi para pemimpin Pentagon menginginkan Pasukan Operasi Khusus AS untuk dapat mengidentifikasi teroris di tempat pada jam-jam sulit setelah penggerebekan --sehingga tak perlu lagi melakukan pengiriman ke laboratorium DNA yang memakan waktu.
Pada 2015, pejabat USSOCOM mengungkapkan, pasukan komando mulai menggunakan dua jenis baru laboratorium DNA kecil dan portabel: RapidHIT 200 dari IntegenX yang berbasis di California dan DNAscan dari NetBIO di Massachusetts.
Kedua pembaca DNA bekerja seperti sistem berbasis laboratorium tradisional yang lebih besar, tetapi dengan jumlah bahan kimia yang sangat kecil dan diukur dengan tepat dan koneksi nirkabel ke basis data DNA. Kedua pembaca baru ini memiliki berat sekitar 100 kilogram dan ukurannya seperti mesin fotokopi, membuatnya cukup kecil untuk muat di helikopter.
Keduanya hanya membutuhkan satu operator yang cukup terlatih. Gunakan kapas untuk menyerap ludah atau darah, selipkan kapas ke selongsong plastik, masukkan selongsong ke dalam mesin dan tekan beberapa tombol. Kurang dari dua jam kemudian, mesin mengeluarkan secarik kertas yang berisi daftar kecocokan.
"Kami menginginkan sesuatu yang tidak perlu gelar Ph.D. untuk mengoperasikannya," kata Michael Fitz, yang saat itu manajer program pengawasan khusus USSOCOM.
Pada 2015, pemindai DNA instan harganya mahal sekitar seperempat juta dolar per unit.
"Kami menyimpannya untuk misi yang menarik," kata Fitz. Pada saat itu, USSOCOM berharap dapat bekerja dengan industri untuk mengecilkan pemindai DNA seluler menjadi hanya lima pound.
Perintah itu dilaporkan berharap untuk mendapatkan pemindai yang lebih kecil pada tahun 2019 atau 2020. Tidak jelas apakah perangkat yang lebih ringkas tersedia untuk serangan al-Baghdadi. USSOCOM tidak segera menanggapi email yang mencari komentar.
Terlepas dari ukuran atau kecepatan, pembaca DNA hanya sebagus data yang tersedia. Tentu, Anda dapat membaca DNA tersangka teror. Tetapi Anda harus membandingkannya dengan sampel jaringan tersangka yang diketahui untuk memastikan Anda memiliki kecocokan.
Untuk mengonfirmasi identitas bin Laden, komunitas intelijen AS dilaporkan mendukung gerakan imunisasi di Abbottabad tak lama sebelum serangan Mei 2011. Upaya imunisasi dapat memungkinkan operator AS untuk mengumpulkan sampel dari anggota keluarga bin Laden.
Tetapi pada 2015, Pentagon tidak memiliki database besar DNA tersangka teror.
"Kami belum mengumpulkan DNA, sebagian karena itu merupakan proses yang rumit dan panjang," Fitz menjelaskan pada saat itu. Basis data DNA militer pada 2015 adalah "tidak kuat, tidak diisi dengan orang-orang yang kami cari," tambah Fitz.