Liputan6.com, Hong Kong - Seorang pelajar di Hong Kong yang sempat jatuh saat sedang melakukan unjuk rasa pada akhir pekan lalu, dinyatakan telah meninggal dunia. Hal ini dikonfirmasi oleh otoritas rumah sakit pada hari ini (8/11/2019), kabar ini juga dimungkinkan akan membuat peningkatan pada ketegangan setelah berbulan-bulan demonstrasi keras di kota tersebut.
Dikutip dari AFP pada Jumat (8/11/2019) pelajar itu bernama Alex Chow, seorang mahasiswa ilmu komputer yang berumur 22 tahun. Ia dikonfirmasi meninggal pada pukul delapan waktu setempat di Rumah Sakit Queen Elizabeth.
Baca Juga
Alex dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadar pada Senin, 4 November lalu. Ia dibawa setelah bentrok polisi dengan para demonstran saat larut malam, dan saat ditemukan keadaannya sedang tak sadarkan diri.
Advertisement
Rantai peristiwa yang mengarah ke jatuhnya Alex tidak jelas dan diperdebatkan, tetapi ia telah dilirik oleh gerakan protes dan kematiannya dapat memicu bentrokan baru ketika kota bersiap untuk unjuk rasa akhir pekan berikutnya.
Alex adalah seorang mahasiswa di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong. Perguruan tinggi itu mengadakan upacara wisuda pada Jumat pagi, dan kepala universitas Wei Shy menghentikan proses untuk mengumumkan kematian Alex untuk mengheningkan cipta.
Rekan-rekan mahasiswa memegang lilin dan berdoa sepanjang waktu untuk Alex ketika para dokter berjuang untuk menyelamatkan hidupnya. Sumber mengatakan bahwa para dokter telah melakukan dua operasi dalam upaya untuk mengurangi pembengkakan di otaknya.
Para pengunjuk rasa menuduh bahwa Alex jatuh karena ia dipaksa untuk naik ke lahan parkir mobil bertingkat untuk menghindari beberapa tembakan gas air mata yang ditembakkan ke dalam gedung oleh polisi.
Simak Video Pilihan Berikut:
Terluka karena Gas Air Mata
Para pejabat kepolisian mengakui bahwa gas air mata telah digunakan untuk membubarkan pengunjuk rasa di dekat tempat parkir, tetapi mengatakan hanya ada sejumlah kecil gas di udara ketika para responden darurat menemukan Alex.
Mereka juga membantah telah mengganggu penyelamat yang merawat siswa tersebut, atau memblokir ambulans yang membawanya ke rumah sakit.
Sejak Juni, Hong Kong terguncang oleh protes berskala besar dan semakin keras yang menyerukan kebebasan demokratis dan akuntabilitas polisi yang lebih besar.
China telah memerintah Hong Kong di bawah model "satu negara, dua sistem" khusus, yang memungkinkan kebebasan Hong Kong tidak terlihat di daratan, sejak penyerahannya dari Inggris pada tahun 1997.
Namun kemarahan publik telah meningkat selama bertahun-tahun karena kekhawatiran bahwa Beijing mengikis kebebasan itu, terutama sejak Presiden Xi Jinping berkuasa.
Para pengunjuk rasa telah mengeluarkan daftar tuntutan, termasuk pemilihan yang sepenuhnya bebas untuk memilih pemimpin kota dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran oleh polisi.
Reporter: Windy Febriana
Advertisement