AS Berniat Melanggengkan Permukiman Israel di Tepi Barat, Palestina Murka

Orang-orang Palestina, kelompok-kelompok hak asasi manusia, para politikus dan lainnya, mengkritik AS yang mengumumkan tak lagi menganggap ilegal permukiman Israel di Tepi Barat.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 19 Nov 2019, 14:43 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2019, 14:43 WIB
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (AFP Photo)
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas (AFP Photo)

Liputan6.com, Ramallah - Orang-orang Palestina, kelompok-kelompok hak asasi manusia, para politikus dan lainnya, mengkritik pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump setelah mengumumkan bahwa AS tidak lagi menganggap permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki sebagai ilegal.

Ini merupakan ancang-ancang kebijakan terbaru dari pemerintahan Trump yang memutarbalik konsistensi kebijakan luar negeri AS atas isu tersebut selama puluhan tahun.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan pemerintahan AS tidak akan lagi mematuhi pendapat hukum Departemen Luar Negeri 1978, demikian seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (19/11/2019).

Pendapat hukum 1978 dikenal sebagai Memorandum Hansell. Itu telah menjadi dasar penentangan AS --yang dinarasikan dengan hati-hati-- terhadap pembangunan permukiman Israel selama lebih dari 40 tahun kebijakan luar negerinya.

Memorandum Hansell dibentuk dengan merujuk pada konsensus komunitas internasional yang menganggap permukiman tersebut adalah ilegal berdasarkan sebagian pada Konvensi Jenewa Keempat. Konvensi itu melarang kekuatan pendudukan untuk mentransfer sebagian dari penduduk sipilnya sendiri ke wilayah pendudukan, dan telah diadopsi dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB pada 2016.

Pompeo justru mengatakan bahwa Memorandum Hansell "tidak konsisten" dengan hukum internasional, dan oleh karenanya, AS tak lagi mematuhi hal tersebut --yang secara efektif akan menjadikan AS tak lagi menganggap permukiman Israel di Tepi Barat sebagai Ilegal.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyambut baik perubahan kebijakan tersebut, dengan mengatakan bahwa AS "telah mengoreksi sejarah yang sebelumnya salah."

Dalam kampanye pemilihan terakhir, Netanyahu berjanji untuk mencaplok sebagian besar Tepi Barat, sebuah langkah yang selanjutnya akan membahayakan solusi dua negara Israel - Palestina.

Namun, Netanyahu saat ini menghadapi tekanan domestik di dua front setelah Israel mengadakan pemilihan umum yang tidak meyakinkan awal tahun ini. Saingan politik utamanya, mantan kepala staf militer Benny Gantz, tengah mencoba membentuk pemerintahan baru untuk menggantikan Netanyahu, yang juga menghadapi dakwaan potensial dalam tiga kasus korupsi.

Yousef Munayyer, direktur eksekutif Kampanye AS untuk hak-hak Palestina, menyebut pengumuman Pompeo "hadiah lain untuk Netanyahu dan lampu hijau bagi para pemimpin Israel untuk menempatkan pembangunan permukiman ke arah yang lebih jauh dan memajukan aneksasi formal (Israel atas Tepi Barat)."

Simak video pilihan berikut:

Tanggapan Palestina dan Sekutunya

Bentrok Pengunjuk Rasa Palestina dengan Pasukan Israel di Ramallah
Pasukan penjaga perbatasan Israel bergegas ke lokasi bentrokan saat pengunjuk rasa Palestina berdemonstrasi di Ramallah, Tepi Barat, Kamis (17/10/2019). Pengunjuk rasa menentang pembangunan pos terdepan Israel di dekat desa Palestina, Turmus Ayya, dan pemukiman Israel, Shilo. (Jaafar ASHTIYEH/AFP)

Seorang juru bicara untuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan keputusan terbaru AS justru "sepenuhnya bertentangan dengan hukum internasional," demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (19/11/2019).

Washington "tidak memenuhi syarat atau berwenang untuk membatalkan resolusi hukum internasional, dan tidak memiliki hak untuk memberikan legalitas pada penyelesaian Israel", juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeinah mengatakan dalam sebuah pernyataan.

Hanan Ashrawi, perunding veteran Palestina dan anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, mengatakan di Twitter sebelum pernyataan Pompeo bahwa langkah itu merupakan pukulan lain bagi "hukum internasional, keadilan & perdamaian".

Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, memperingatkan bahwa perubahan posisi AS akan memiliki "konsekuensi berbahaya" pada prospek menghidupkan kembali proses perdamaian Timur Tengah.

Safadi mengatakan dalam sebuah tweet bahwa permukiman Israel di wilayah itu ilegal dan membunuh prospek solusi dua negara di mana sebuah negara Palestina akan hidup berdampingan dengan Israel, yang menurut negara-negara Arab adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik Arab-Israel yang berlangsung selama beberapa dekade.

Sementara itu, Uni Eropa mengatakan, mereka terus percaya bahwa aktivitas permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki adalah ilegal berdasarkan hukum internasional dan mengikis prospek perdamaian abadi.

"Uni Eropa menyerukan Israel untuk mengakhiri semua aktivitas penyelesaian, sejalan dengan kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan," kata Menteri Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini dalam sebuah pernyataan menyusul langkah AS.

Senator AS Bernie Sanders, seorang calon presiden Demokrat AS terkemuka, juga bersuara di Twitter, mengatakan "permukiman Israel di wilayah yang diduduki adalah ilegal."

"Ini jelas dari hukum internasional dan berbagai resolusi PBB. Sekali lagi, Trump mengisolasi Amerika Serikat dan melemahkan diplomasi dengan menjadi calo pangkalan ekstremisnya," kata Sanders.

Kata Aktivis dan Pengamat

Bentrok Pengunjuk Rasa Palestina dengan Pasukan Israel di Ramallah
Tentara Israel berdiri ketika pemukim Israel bertopeng melemparkan batu ke arah demonstran Palestina (tak terlihat) yang berkumpul selama demonstrasi menentang pembangunan pos terdepan Israel di dekat desa Palestina, Ramallah, Tepi Barat, Kamis (17/10/2019). (JAAFAR ASHTIYEH/AFP)

Noura Erakat, seorang pengacara hak asasi manusia Palestina, berkomentar dalam twitnya;

"Pengumuman penyelesaian Pompeo justru konsisten dengan 5 dekade kebijakan AS atas Timur Tengah. Trump bukan pemecah belah, dia hanyalah kulminasi dari kebijakan AS," kritiknya.

Huwaida Arraf, seorang pengacara Amerika Palestina dan aktivis hak asasi manusia, mengatakan pengumuman itu "tidak mengejutkan".

"Administrasi Trump sekali lagi menunjukkan penghinaan total bagi hukum," ia mentwit.

"Menteri Pompeo, apa yang 'tidak memajukan upaya perdamaian' adalah pembangunan permukiman ilegal Israel di tanah Palestina yang dicuri, Anda justru melanggengkannya," tambahnya.

Kenneth Roth, direktur eksekutif Human Rights Watch, mentwit: "Pernyataan fiksi Pompeo tidak mengubah apa-apa. Dengan pengumuman ini, Trump tidak dapat menghapus puluhan tahun hukum internasional yang sudah mapan yang menyebut bahwa permukiman Israel adalah kejahatan perang."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya