Pemerintah China Telat Umumkan Corona COVID-19 ke Publik? Ini Dampaknya

Penelitian menyebut Virus Corona (COVID-19) bisa diredam jika pemerintah China mengumumkan lebih awal.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 15 Apr 2020, 17:46 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 17:46 WIB
Presiden Xi Jinping menginspeksi pekerjaan pencegahan dan pengendalian pneumonia Virus Corona yang baru di Beijing, ibukota Cina, pada 10 Februari 2020.
Presiden Xi Jinping menginspeksi pekerjaan pencegahan dan pengendalian pneumonia Virus Corona yang baru di Beijing, ibukota Cina, pada 10 Februari 2020. (Xinhua/Xie Huanchi)

Liputan6.com, Wuhan - Pemerintah China sedang sibuk menepis tudingan bahwa mereka tidak transparan dalam menyajikan data terkait Virus Corona (COVID-19). Sikap pemerintah yang tidak transparan dinilai memperburuk penyebaran virus baru ini.

China tercatat sempat membungkam dokter di Wuhan yang memperingatkan adanya virus. Kini, laporan terbaru menyebut China tidak mengungkap adanya virus pada enam hari yang krusial.

Dilaporkan AP News, Rabu (15/4/2020), pemerintah China menunda pengumuman ke publik terkait Virus Corona pada Januari 14 sampai Januari 20. Presiden Xi Jinping baru mengumumkannya ke publik pada 20 Januari lalu.

6 hari tersebut sangatlah penting karena berpengaruh pada penyebaran Virus Corona di awal kemunculannya. Lebih dari 3.000 orang juga terinfeksi sebelum pemerintah angkat suara.

Pakar menyebut jika virus itu diungkap lebih awal, maka kasus di Wuhan tidak akan separah yang terjadi, seperti ketika rumah sakit kewalahan akibat lonjakan pasien.

"Jika mereka mengambil aksi 6 hari lebih awal, bisa ada pasien yang lebih sedikit dan fasilitas medis akan cukup. Kit abisa saja menghindari kolapsnya sistem medis Wuhan," ujar Zuo-Feng Zhang, pakar epidemiologi di UC Los Angeles, Amerika Serikat.

Pada 14 Januari, kepala Komisi Kesehatan Nasional China, Ma Xiaowei, telah menjelaskan situasi terkait virus baru ini kepada pejabat kesehatan provinsi. Ma Xiaowei juga sudah berkomunikasi dengan Presiden Xi Jinping, Premier Li Keqiang, dan Wakil Premier Sun Chunlan.

Saat itu, Ma Xiaowei sudah mengakui Virus Corona adalah tantangan besar seperti SARS.

"Situasi epidemi masih buruk dan kompleks, tantangan paling buruk sejak SARS di 2013, dan kemungkinan berkembang menjadi peristiwa kesehatan publik yang besar," tulis memo dari Ma Xiaowei.

Komisi Nasional Kesehatan China saat itu sudah menyebut bahwa penularan antar manusia bukanlah hal yang tidak mungkin.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Dokter Ketakutan

Dokter Pengungkap Adanya Virus Corona Meninggal Terinfeksi
Karangan bunga dan foto mendiang dokter Li Wenliang terlihat di Cabang Houhu Rumah Sakit Pusat Wuhan di Wuhan di provinsi Hubei, China, Jumat, (7/2/2020). Li Wenliang sebelumnya memberikan peringatan kepada publik tentang potensi munculnya virus corona pada Desember 2019. (AFP/STR)

Pada 2 Januari, media China memberitakan hukuman terhadap delapan dokter karena menyebarkan rumor. Mereka adalah dokter yang pertama kali menemukan Virus Corona di Wuhan. Salah satunya, dokter Li Wenliang yang sudah wafat akibat virus itu.

Akibatnya, petugas kesehatan di Wuhan ketakutan.

"Dokter-dokter di Wuhan ketakutan," ujar Dali Yang, profesor politik China di Universitas Chicago. "Itu betul-betul intimidasi bagi seluruh profesi," ucapnya.

Pakar politik China dari Universitas Yale, Daniel Mattingly, menilai pemerintah China menekankan pada tidak ingin membuat kegaduhan. Oleh sebab itu, respons mereka di awal tak terlalu cepat.

Pada 15 Januari, Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Beijing sudah mulai mencari pendanaan, melatih petugas kesehatan, dan memulai pengecekan temperatur di sarana transportasi Wuhan. Ini dilakukan 8 hari sebelum lockdown.

Meski demikian, pejabat China pada saat itu masih menganggap virus ini tidak berbahaya. Penularan antar manusia diklaim masih rendah.

"Kami telah mencapai pemahaman terkini bahwa risiko sustain transmisi penularan berkelanjutan antar manusia (sustained human-to-human transmission) masih rendah," ujar Li Qun, kepala pusat darurat CDC China.

Seminggu yang Penting

Dokter Pengungkap Adanya Virus Corona Meninggal Terinfeksi
Seorang anggota staf medis berjalan melewati karangan bunga mendiang dokter Li Wenliang terlihat di Cabang Houhu Rumah Sakit Pusat Wuhan di Wuhan di provinsi Hubei, China, Jumat, (7/2/2020). Li Wenliang meninggal karena virus corona di Wuhan pada pukul 02.58 Jumat dini hari waktu setempat. (AFP/STR)

Sebuah penelitian gabungan antara CDC di Wuhan, Universitas Southampton, Universitas Harvard, Kementerian Pendidikan China di Shanghai, dan beberapa universitas lain menunjukan bahwa virus bisa diredam apabila pemerintah bertindak lebih awal.

Jika intervensi non-pengobatan atau non-pharmacetical intervention (NPI) dilakukan seminggu lebih awal, maka kasus bisa berkurang 66 persen, jika dua minggu lebih awal maka 86 persen, dan tiga minggu lebih awal, maka 95 persen.

NPI yang dimaksud adalah contact tracing, isolasi orang yang sakit, karantina, penutupan sekolah dan tempat kerja, pembatasan perjalanan, dan pembatalan acara massal.

Penelitian itu turut dibiayai Bill & Melinda Gates Foundation.

Dokter di Wuhan telah mendeteksi ada virus ini pada Desember 2019, lebih dari tiga minggu sebelum lockdown.

Meski demikian, pihak China menganggap "keterlambatan" mereka tidak separah yang digaungkan. Salah satu tokoh pendiri kantor CDC di Tiongkok berkata China sudah bertindak dan tanggal 20 tidak terlalu terlambat.

Jubir Kementerian Luar Negeri China juga menyebut tidak ada menutup-nutupi di negaranya.

"Tudingan-tudingan adanya menutup-nutupi atau tak ada transparansi di China tidak berdasar," ujar Zhao Lijian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya