Liputan6.com, Washington, D.C. - Tekanan negara barat makin kuat agar China membuka akses ke Wuhan Institute of Virology atau WIV (Institut Virologi Wuhan), demi mencari tahu kebenaran soal Virus Corona (COVID-19). Sejauh ini, China masih enggan memberikan akses.Â
Pompeo menyindir China yang katanya ingin bersikap transparan dan ingin bermitra dengan AS. Selain itu, ia mengingatkan bahwa ini bukan pertama kalinya ada virus dari China.
Advertisement
Baca Juga
"Kami belum mendapatkan akses. Dunia belum mendapatkan akses ke WIV, ke institut virologi di sana. Kami tidak tahu tepatnya dari mana situs ini berasal. Kami berpikir ada banyak laboratorium yang melanjutkan pekerjaan pada patogen menular di dalam China hari ini," ujar Pompeo dalam briefing di kantor Kemlu AS, seperti ditulis Kamis (30/4/2020).
Ia pun mempertanyakan apakah laboratorium di Wuhan beroperasi dengan tingkat keamanan optimal untuk mencegah terjadinya penyebaran virus.
"Ingat, ini bukan pertama kalinya kita mendapatkan virus yang berasal dari China," ujarnya.
Akibat China yang masih tertutup, Pompeo meminta dunia internasional untuk meminta China bersikap transparan. Ia ingin melihat apakah China memiliki keamanan ketat saat meneliti virus.
Pompeo berkata dunia harus memastikan bahwa ilmuwan yang meneliti virus dan patogen yang kompleks bekerja dengan cara yang tidak menciptakan risiko pada dunia. Hal itu sedang terjadi saat ini akibat Virus Corona.
"Jadi kita ingin mendorong setiap negara, semua mitra kita, untuk menuntut bahwa agar kita mendapatkan jawaban atas apa yang terjadi," ucapnya.
"Kita mendapatkan keruntuhan ekonomi dan kehilangan banyak nyawa yang kita tanggung akibat virus yang muncul dari Wuhan, China," ujar Pompeo yang menuntut transparansi.
Sebelumnya, Australia sempat meminta dunia agar menginvestigasi asal muasal Virus Corona jenis baru di China. Namun, China malah mengancam Australia secara ekonomi.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
China Ancam Australia Jika Berani Investigasi Asal Virus Corona COVID-19
China memberikan ancaman halus ke pemerintah Australia yang meminta adanya investigasi internasional terkait asal Virus Corona COVID-19. Ancaman diberikan terhadap ekspor Australia ke China.
Dilaporkan ABC Australia, kasus ini bermula dari Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne sebelumnya mendorong digelarnya penyelidikan menyeluruh atas asal-usul pandemi COVID-19, termasuk upaya awal penanganan yang dilakukan China di kota Wuhan.
Usulan ini mendapat dukungan bukan hanya dari kalangan pemerintah, seperti PM Scott Morrison dan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton, tapi juga dari pihak oposisi.
Menanggapi permintaan Australia, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang menyebut usulan Australia terkait Virus Corona sama sekali tidak berdasar.
"Keraguan mengenai transparansi China bukan hanya tak sesuai fakta, tapi juga tidak menghargai upaya dan pengorbanan luar biasa dari rakyat China," katanya.
Tak berhenti sampai di situ, Dubes China untuk Australia Cheng Jingye pekan lalu mengisyaratkan jika Australia terus mendorong penyelidikan ini, maka akan ada dampak terhadap produk Australia di China.
"Mungkin saja orang awam (di China) akan bilang, mengapa kita harus minum anggur Australia atau makan daging sapi Australia?" katanya dalam wawancara dengan Australian Financial Review.
Pihak Australia yang menafsirkan pernyataan Dubes Cheng Jingye sebagai ancaman "tekanan ekonomi" menyatakan tidak akan mengubah kebijakannya.
"Australia tidak akan mengubah posisi kebijakan kami pada masalah kesehatan masyarakat karena adanya tekanan atau ancaman tekanan ekonomi," kata Menteri Birmingham.
"Jelas rakyat Australia berharap pemerintahnya memastikan perlunya transparansi dan penyelidikan atas kematian ratusan ribu orang di seluruh dunia, untuk mencegah hal ini terjadi lagi," jelasnya.
Ia menyatakan setiap perbedaan kebijakan Australia dan China, seharusnya tidak mengganggu hubungan perdagangan kedua negara.
"Ekonomi kita adalah pemasok penting bagi ekonomi China, begitu pula ekonomi China memasok barang, sumber daya alam, dan jasa bagi perekonomian Australia," ucap Menteri Birmingham.
Advertisement