Liputan6.com, Jakarta Poster bertuliskan 'Black Lives Matter' dibawa sejumlah demonstran saat memprotes kasus kematian George Floyd, pria kulit hitam yang tak bisa berapas karena lehernya ditindih lutut polisi kulit putih. Kasus ini berubah menjadi kerusuhan rasial yang terjadi hampir di seantero Amerika Serikat.
Adalah, Alicia Garza, Opal Tometi, dan Patrisse Cullors, sosok penting dalam gerakan "Black Lives Matter". Mereka telah menyaksikan bagaimana kehidupan rasisme berdampak kepada kehidupan mereka.
Seperti yang dikutip dari Glamour, Rabu (2/6/2020), Patrisse Cullors masih berusia 13 tahun ketika polisi datang dan mengangkap saudaranya tanpa alasan yang jelas.
Advertisement
Opal Tometi yang merupakan seorang anak imigran dari Nigeria pun harus menghadapi rasisme karena warna kulitnya. Adiknya yang kala itu duduk di sekolah dasar pun menanyakan warna kulitnya dan rambutnya yang berbeda dari anak-anak lainnya.
Alicia Garza harus khawatir terhadap adiknya, karena pada 2013 lalu, George Zimmerman menembak seorang anak berusia 17 tahun dan tidak dinyatakan bersalah.
Gerakan "Black Lives Matter" ini tercipta dari dasar kepedihan mereka yang tercipta melalui aksi. Dalam 3 tahun pun, gerakan ini telah tumbuh di kalangan orang Amerika bahkan seluruh dunia. Alicia Garza awalnya memulai menuliskan posting-an di akun Facebooknya;
"Saya menuliskan surat cinta kepada orang-orang berkulit hitam.
Saya terus terkejut melihat betapa kurang berharganya kehidupan orang hitam.
Orang-orang kulit hitam, saya mencintai kalian. Saya mencintai kita. Our lives matter," tulisnya.
Patrisse Cullors juga menuliskan hal serupa di Facebook-nya yang diakhiri dengan tagar #BlackLivesMatter.
Sedangkan Opal Tometi merupakan ketua dari gerakan sosial Black Alliance for Just Immigration in New York City bertemu dengan Alicia Garza dari grup aktivisnya, sehingga mereka terinisiatif untuk membuat platform sosial bersama.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Hanya Gerakan
Meski "Black Lives Matter" ini berfokus kepada keadilan bagi orang-orang berkulit hitam, Alicia Garza, Opal Tometi, dan Patrisse Cullors juga membantu orang-orang yang ada dalam kelompok minoritas lainnya. Pejuangan mereka masih dalam lingkup mencari keadilan untuk seksisme, homofobia, dan transphobia.
"Kami memberi lidah pada sesuatu yang kita semua tahu sedang terjadi," ujar Opal Tometi.
Kami cukup berani untuk menyebutnya apa adanya. Namun lebih dari itu, menawarkan alternatif. Pesan aspirasional: Black Lives Matter," lanjutnya.
Hasilnya, sejumlah selebriti seperti Lady Gaga, Kerry Washington dan Jesse Williams pun mendukung gerakan "Black Lives Matter." Pemain tenis, SErena Williams pun juga memuji ketiga perempuan yang telah menyuarakan keberanian untuk keadilan minoritas.
"Bagi Anda yang terlibat dalam gerakan kesetaraan seperti "Black Lives Matter, saya katakan ini: teruskan," ujar Serena Williams kepada Wired.
Alicia Garza, Opal Tometi, dan Patrisse Cullors juga masuk dalam jajaran Perempuan Paling Berpengaruh pada tahun 2013. Gerakan "Black Lives Matter" sendiri juga telah menginspirasi gerakan serupa seperti #NeverAgain yang ditujukan untuk mengakhiri gerakan kekerasan senjata api di sekolah, seperti yang dikutip dari TIME, Rabu (3/6/2020).
Meski beberapa orang setuju bahwa gerakan "Black Lives Matter" ini dinilai positif, tak sedikit yang mengganggap mereka adalah kelompok teroris. Namun tentunya ketiga perempuan itu tidak peduli dengan pandangan negatif seseorang.
"We will continue to fight like hell," tulis Patrisse Cullors di dalam situs grupnya itu.
Reporter: Yohana Belinda
Advertisement