Haruskah Panik dengan Ancaman Flu Babi G4? Cek 5 Faktanya

Peneliti menyebut agar masyarakat jangan terlalu cemas dengan flu babi G4.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Jul 2020, 19:10 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2020, 19:10 WIB
Ilustrasi hewan babi
Kementan Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Flu Babi di Tiongkok

Liputan6.com, Jakarta - Pekan ini, flu babi G4 membuat khawatir dunia karena virus itu dikhawatirkan menjadi ancaman pandemi baru. Virus itu ditemukan peneliti di China. 

Berdasarkan laporan South China Morning Post, flu ini merupakan "keturunan" dari virus flu babi H5N1 yang menyebar pada 2009 silam. Korban akibat H5N1 diperkirakan antara 151 ribu hingga setengah juta orang. 

Virus flu babi G4 dianggap lebih berbahaya oleh para peneliti setelah dilakukan eksperimen kepada hewan. Peneliti juga berkata flu babi sudah menular ke manusia. 

Namun, ada juga pakar virus yang berkata agar masyarakat tak usah panik. 

Berikut 5 fakta tentang virus flu babi G4, Liputan6.com rangkum dari sejumlah sumber, Kamis (2/7/2020):

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

1. Paling Berbahaya dari Ratusan Jenisnya

Ilustrasi flu babi
Ilustrasi flu babi (Sumber: Istockphoto)

Sejak wabah flu babi, peneliti di China sudah waspada terhadap potensi penyebaran flu babi. Antara 2011 dan 2018, peneliti rajin memeriksa babi dari 10 rumah jagal di China. Totalnya ada 30 ribu babi yang diuji swab. 

Hasilnya, ada hampir 180 strain virus berbeda yang didapat dari babi. Jenis G4 inilah yang disebut paling berbahaya. 

Menurut Live Science, virus yang tertular ke manusia bisa menular lagi ke babi, sehingga membuat virus G4 EA H1N1. Peneliti berkata G4 EA H1N1 merupakan yang sering ditemukan di para babi, berbeda dari jenis strain lainnya yang tidak tahan lama.

2. Antibodi Manusia

Peternak Babi di Tiongkok
Sejumlah babi melompat ke kolam di sebuah peternakan di Shenyang, Liaoning, China, (17/8). Dengan cara ini babi-babi dinilai akan banyak bergerak sehingga mengurangi kandungan lemak ditubuhnya. (AFP Photo/Str/China Out)

Para peneliti memeriksa 338 sampel darah dari para pekerja di industri daging babi.

Hasilnya, ada 10 persen yang sudah tertular. Namun, mereka yang tertular juga memiliki antibodi terhadap virus tersebut.

Penularan ini juga lebih banyak ditemukan di kalangan pekerja muda di antara 18 sampai 35 tahun. Berdasarkan tes, 20 persen pekerja muda tertular virus tersebut.

3. Bukan Virus Baru

Babi dalam van
Demi menghemat biaya, peternak babi ini menjejalkan 20 ekor babi di bagian belakang van kecilnya. (Sumber Shanghaiist.com)

Sun Honglei, salah satu penulis penelitian flu babi G4, meminta agar pemantauan terhadap virus ini ditingkatkan karena ada kemungkinan penularan antar-manusia.

"Penguatan pengawasan itu dibutuhkan," ujarnya seperti dikutip situs Science.

World Health Organization (WHO) juga sudah angkat bicara dan berkata virus ini bukanlah jenis baru dan sudah diawasi.

"Saya pikir, penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa ini bukan virus baru, ini adalah virus yang sedang dalam pengawasan," kata Dr. Michael Ryan, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, di Jenewa, seperti dilansir Xinhua.

4. Ada 500 Juta Babi di China

Ilustrasi babi jumbo (iStock)
Ilustrasi babi jumbo (iStock)

Peneliti di Amerika Serikat menilai penelitian di China tersebut masih termasuk skala kecil. Pasalnya, ada 500 juta babi di China. 

Pakar biologi evolusi Martha Nelson berkata penelitian itu tidak memberikan gambaran lengkap mengenai industri babi di China. Ia pun tak yakin akan ada pandemi flu babi G4.

"Kemungkinan varian ini (flu babi G4) untuk mengakibatkan pandemi adalah rendah," ujar Nelson seperti dilansir Science. 

Nelson yang meneliti flu babi di AS juga mendukung adanya penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar.

 

5. Tak Usah Panik

Penampakan Grafiti Virus Corona untuk Tingkatkan Kesadaran Masyarakat India
Petugas kepolisian India berdiri disamping grafiti yang mengilustrasikan virus corona di Bangalore (3/4/2020). Grafiti tersebut dibuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mematuhi lockdown yang diberlakukan pemerintah India sebagai langkah pencegahan COVID-19. (Xinhua/Stringer)

Ahli virus dari Universitas Columbia, Angela Rasmussen, menegaskan penting meningkatkan pengawasan, namun ia menyebut agar publik jangan panik. Selain itu, ia berkata warga harus fokus ke semua jenis influenza, bukan flu babi saja. 

"Kita harus memantaunya, tetapi kita seharusnya tidak eksklusif fokus ke satu virus saja. Kita harus bersiap untuk setiap jenis pandemi influenza yang muncul," ujar Rasmussen lewat Twitternya, @angierasmussen. 

"Apa yang seharusnya kita tidak lakukan adalah panik dan memperkirakan pandemi flu lain segera datang," tegasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya