HEADLINE: 11 Negara Larang Kunjungan dari dan ke Indonesia karena COVID-19, Berdampak Baik?

Kasus COVID-19 di Indonesia belum membaik, bahkan tak menunjukkan tanda berakhirnya gelombang pertama.

oleh Tanti YulianingsihTeddy Tri Setio BertyBenedikta Miranti T.VTommy K. Rony diperbarui 10 Sep 2020, 11:55 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2020, 00:02 WIB
Protokol Kenormalan Baru di Bandara Soetta
Suasana Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (10/6/2020). PT Angkasa Pura II selaku pengelola juga menerapkan prosedur physical distancing. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Enam bulan sudah, Virus Corona COVID-19 mewabah di Indonesia. Belum membaik, bahkan tak menunjukkan tanda berakhirnya gelombang pertama.

Riset lembaga Deep Knowledge Group pun menempatkan Indonesia di posisi 79 pada daftar 250 negara paling aman dari Virus Corona (COVID-19). Indonesia mendapat skor 478.46, di mana kategori pengawasan dan deteksi, persiapan layanan kesehatan, dan kesiapan menghadapi gawat darurat yang bahkan jauh tertinggal dari negara Rwanda dan Meksiko.

Berdasarkan data yang disampaikan Satuan Tugas atau Satgas Penanganan COVID-19 pada Rabu (9/9/2020), ada penambahan 3.307 orang yang terkonfirmasi positif Virus Corona jenis baru. Total kasus akumulatifnya menjadi 203.342 orang di Indonesia yang dinyatakan terinfeksi COVID-19.

Kasus COVID-19 Indonesia, menurut Our World in Data adalah nomor dua terbesar di ASEAN setelah Filipina. Kasus di Indonesia konsisten terus meroket sejak awal pandemi tanpa ada akhir gelombang pertama.

Dengan kondisi tersebut, banyak negara telah mengeluarkan peringatan perjalanan dari dan ke Indonesia terkait pandemi Virus Corona COVID-19. Tingginya angka kasus infeksi di Tanah Air, yang kini telah mencapai hingga lebih dari 200 ribu dengan lebih dari 8.000 kematian, membuat negara-negara tersebut melindungi wilayah nasionalnya. 

Seperti yang dilakukan Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Lembaga kesehatan masyarakat nasional di Amerika Serikat itu memberi status Indonesia sebagai negara yang berada di level 3 risiko tinggi Corona COVID-19.

Badan yang berpusat di Atlanta itu merekomendasikan para pelancong menghindari semua perjalanan internasional yang tidak penting ke Indonesia. "Terlebih wisatawan dengan peningkatan risiko penyakit parah akibat Corona COVID-19 harus mempertimbangkan untuk menunda semua perjalanan, termasuk perjalanan penting, ke Indonesia," tulis laporan itu seperti dikutip dari laman CDC.gov, Selasa 8 September.

Alasan lain mengapa badan itu memberi Indonesia status tinggi level 3, lantaran risiko penyebaran Corona COVID-19 di Indonesia tergolong tinggi. "Jika Anda sakit di Indonesia dan membutuhkan perawatan medis, sumber daya mungkin terbatas."

CDC juga memaparkan kebijakan lokal yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan lokal mengharuskan pengunjung untuk diuji Corona COVID-19 sebelum diizinkan memasuki negara tersebut. "Jika hasil tes Anda positif pada saat kedatangan, Anda mungkin diminta untuk mengisolasi diri selama jangka waktu tertentu. Anda bahkan mungkin dilarang kembali ke Amerika Serikat, sesuai jadwal," tulis laporan itu.

Selain Amerika, ada 10 negara lainnya yang mengeluarkan peringatan perjalanan untuk warganya yang dari dan akan ke Indonesia. Peringatan tersebut dinilai sebagai suatu langkah yang wajar oleh pihak pemerintah Indonesia. 

Pemerintah Indonesia, melalui Teuku Faizasyah selaku Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan nasional yang tidak menarget satu negara tertentu.

"Kebijakan-kebijakan ini berlaku umum untuk WNA dan tidak menargetkan satu negara tertentu. Jadi tidak proporsional bila mengaitkan kebijakan satu negara tertentu hanya dengan Indonesia," ujarnya ketika dihubungi Liputan6.com, Rabu (9/9/2020).

Masalah ini pun diharapkan bisa dilihat dari sisi yang lebih objektif, sebagai suatu langkah pencegahan bagi kedua belah pihak. "Sebaiknya dilihat permasalahannya secara objektif karena faktanya banyak negara, termasuk juga Indonesia yang melakukan pembatasan masuk ke wilayah nasionalnya untuk seluruh WNA tanpa terkecuali."

Indonesia, sambung Faizasyah, kini juga menerapkan aturan serupa yang melarang masuknya warga asing kecuali mereka yang merupakan diplomat asing, pemegang KITAS atau memenuhi kriteria lainnya.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menambahkan, saat ini tidak ada negara yang bebas dari Virus Corona sehingga setiap pemerintah ingin melindungi warganya agar tidak terpapar penyakit ini.

"Semua negara pasti berusaha melindungi warganya, masyarakatnya," kata dia.

"Jadi, kita hindari bersama untuk melakukan perjalanan antarnegara karena berpotensi mengimpor kasus. Seluruh negara pasti akan melakukan hal yang sama, demikian pula Indonesia," imbuhnya.

Menurut Wiku, dengan membatasi mobilitas merupakan salah satu cara untuk mengendalikan kasus dengan baik. Sehingga ia meminta juga kepada masyarakat Indonesia bila akan melakukan perjalanan hanya yang esensial saja. Pastikan saat melakukan perjalanan ke luar wilayah disiplin menjalankan protokol kesehatan.

Infografis Ramai-Ramai Larang Kunjungan ke Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Sementara itu, Praktisi Hubungan Internasional dan Kebijakan Publik, Dinna Prapto Raharja menilai kebijakan negara lain yang melarang warga Indonesia berkunjung memiliki dampak baik bagi masyarakat di Tanah Air. "Larangan tersebut menurut saya baik untuk Indonesia karena menghindari infeksi dan mutasi baru dari negara lain," ujar Dinna kepada Liputan6.com.

Dinna juga menyebut larangan ini akan membantu tenaga medis di Indonesia. Ia menyoroti kondisi warga Indonesia yang saat ini terpapar Virus Corona COVID-19. Sehingga tim medis bisa fokus pada upaya penanganan warga di dalam negeri.

"Sekaligus agar tenaga medis Indonesia fokus pada WNI yang ada di sini," jelasnya.

Menurut laporan terbaru dari Johns Hopkins University pada Rabu, 9 September 2020 pukul 17.00 WIB, jumlah warga dunia yang terpapar Corona COVID-19 sebanyak 27.598.479 orang -- dengan Amerika Serikat di posisi pertama, disusul oleh India, Brasil, Rusia dan Peru.

Dari laporan Johns Hopkins University juga ditampilkan bahwa Virus Corona COVID-19 telah menyebar di 188 negara dan wilayah dunia.

Tingginya kasus COVID-19 di sebuah negara kerap dikaitkan dengan ketidakberhasilan pemerintahnya dalam menanggulangi permasalahan ini. Pemerintah suatu negara dan wilayah menjadi sasaran kritikan itu, salah satunya kritikan terhadap pemerintah Indonesia.

Namun, Dinna menilai bahwa hal itu semata-mata tak bisa dikaitkan. Menurutnya, ada banyak negara di dunia yang dihadapkan dengan permasalahan serupa.

"Masalah COVID-19 bukan urusan pemerintah semata dan terbukti mayoritas di negara lain sulit menanggulangi, itu sebabnya mereka memilih membatasi perjalanan warga negaranya," jelasnya.

Terkait apakah larangan yang dikeluarkan sejumlah negara untuk berkunjung ke Indonesia bisa mempengaruhi hubungan diplomatik RI dengan negara terkait, Dinna menganggap, "Larangan tersebut tidak ada kaitannya dengan hubungan diplomatik. Larangan masih sejalan dengan aturan WHO untuk menghindari infeksi."

"Negara-negara yang melarang itu karena biaya Jaminan Sosialnya tinggi, jadi kalau ada warganya yang sakit dan tidak dibayari/ditanggung di negara lain maka bebannya ke pemerintah negaranya. Makanya sebenarnya ini cuma cara negara-negara itu menekan beban biaya kesehatannya," ia menambahkan.

Guna menekan jumlah warga Indonesia yang terpapar Virus Corona COVID-19, Dinna juga menilai bahwa Indonesia sebaiknya juga menerapkan aturan serupa, mengeluarkan larangan kunjungan warga negara lain ke dalam negeri yang dianggap jumlah kasusnya juga tinggi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Grafik Kasus Corona COVID-19 di Indonesia

Banner Infografis Cara China hingga Vietnam Tangani Virus Corona. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Infografis Cara China hingga Vietnam Tangani Virus Corona. (Liputan6.com/Abdillah)

Memasuki September 2020, grafik kasus Virus Corona COVID-19 di Indonesia masih terus melambung. Masalah lainnya adalah tes di Indonesia sebetulnya masih belum merata di daerah-daerah.

Kasus COVID-19 Indonesia adalah nomor dua terbesar di ASEAN setelah Filipina. Bila melihat grafik, kasus di Indonesia konsisten terus meroket sejak awal pandemi tanpa ada akhir gelombang pertama.

Berikut grafik kasus harian dari Our World in Data pada Senin 7 September 2020:

Grafik kasus harian COVID-19 di Indonesia dan ASEAN pada awal September 2020. Dok: Our World in Data

Selanjutnya, apabila melihat kasus harian per satu juta orang, Indonesia berada di peringkat tiga setelah Filipina dan Singapura. Namun, grafik lain menunjukan bahwa tes COVID-19 di Indonesia ternyata lebih rendah dari Filipina dan beberapa negara ASEAN lain.

Grafik harian kasus COVID-19 per 1 juta orang di Indonesia dan ASEAN pada September 2020. Dok: Our World in Data

Selanjutnya, tes kumulatif di Indonesia per 1.000 orang tercatat lebih rendah ketimbang Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand:

Grafik kumulatif tes COVID-19 per 1.000 orang di Indonesia dan ASEAN hingga September 2020. Dok: Our World in Data

Tingkat kematian di Indonesia akibat COVID-19 adalah yang tertinggi nomor dua di Asia Pasifik dan nomor satu di ASEAN. Berdasarkan data Statista, tingkat kematian di Indonesia adalah 4,21 persen, lebih tinggi dari Jepang, Korea Selatan, Filipina, dan Amerika Serikat.

Hingga kini, jumlah pasien meninggal akibat COVID-19 di Indonesia telah melewati 8.000.

Pekan lalu, Presiden Joko Widodo menyebut kasus Virus Corona COVID-19 di Indonesia masih terkendali dibandingkan negara-negara lainnya. 

"Kita harus hati-hati di negara kita, walaupun ada peningkatan positif di beberapa daerah, tapi kalau dibandingkan negara lain, posisi Indonesia masih relatif terkendali," ujar Jokowi saat memberikan pengarahan kepada para gubernur secara virtual. 

Menurut dia, tren peningkatan kasus COVID-19 terjadi di negara-negara Eropa dan kawasan Asia. Jokowi pun meminta para gubernur menekan angka penyebaran Virus Corona baru di daerah masing-masing.

Jokowi menyebut positivity rate COVID-19 Indonesia per 31 Agustus juga sudah mulai melandai. Namun, ada beberapa daerah yang angka positivity rate-nya masih tinggi.

"Jadi hati-hati untuk yang angkanya masih tinggi, saya minta gubernur betul-betul kerja keras dengan gugus tugas yang ada agar bisa ditekan angkanya," Jokowi menegaskan.

Negara Teraman dari COVID-19

Banner Infografis Drama Tragis Korban Corona di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis Drama Tragis Korban Corona di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Riset dari lembaga Deep Knowledge Group menunjukan bahwa Indonesia ada di posisi 79 pada daftar negara paling aman dari Virus Corona (COVID-19). Posisi Indonesia lebih rendah dari Rwanda. 

Ada 250 negara yang diamati cara mereka menangani pandemi virus corona. Masing-masing negara diberikan skor untuk menentukan peringkat dan hasilnya Jerman berada di peringkat pertama negara yang paling aman dari pandemi COVID-19 dengan skor akhir 762,24.

Sementara Australia berada di peringkat keenam dan Singapura menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk dalam peringkat 10 besar.

Skor yang diberikan tidak hanya melihat seberapa banyak penularan dan kematian COVID-19 yang terjadi. Lembaga ini juga menilai sejumlah faktor, seperti kesiapan layanan kesehatan, tanggapan dari pemerintah, kesiapan menghadapai gawat darurat, termasuk aspek ekonomi.

Sementara itu Indonesia berada di peringkat ke 79 dengan skor 478.46, di mana kategori pengawasan dan deteksi, persiapan layanan kesehatan, dan kesiapan menghadapi gawat darurat yang bahkan jauh tertinggal dari negara Rwanda dan Mexico.

Di kawasan Asia Tenggara, Filipina masih dianggap tidak aman dibandingkan Indonesia, yakni di posisi 101 dan Laos yang berada di peringkat 143, Myanmar di peringkat 146, dan Kamboja di posisi ke 165.

Sudah enam bulan sejak kasus pertama virus corona diumumkan di Indonesia dan data dari John Jopkins University di Amerika Serikat hingga Senin 7 September menunjukkan lebih dari 190 ribu orang di Indonesia tertular virus corona dan lebih dari 8.000 orang meninggal dunia saat pandemi COVID-19

Para pakar dan praktisi kesehatan di Indonesia telah mendesak agar Pemerintah Indonesia lebih memfokuskan pada peningkatan kapasitas tes, pelacakan, serta pengelolaan isolasi yang baik.

Pemerintah juga telah diminta untuk mengeluarkan kebijakan yang tegas untuk membatasi pergerakan warga, bukannya kebijakan yang malah "kontradiktif" dengan upaya pemutusan rantai penularan virus corona, seperti yang dijelaskan Dr Windhu Purnomo, epidemiolog dari Universitas Airlangga.

"Paling tidak kalau nggak mampu lockdown ya sudah, sekarang tetap tracing, testing dan isolating harus selalu dilakukan dan masif. Ini strategi utama yang tidak bisa ditinggalkan, plus pendisiplinan warga," ujar Windhu. 

Sementara masyarakat di Indonesia diminta untuk terus menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan tidak melakukan aktivitas secara berkelompok.

Sejumlah pakar juga membuat pemodelan untuk melihat kapan pandemi COVID-19 mencapai puncaknya.

Ilmuwan dari ITB, Nuning Nuraini, yang terlibat dalam baik pemodelan awal dan pemodelan mengatakan permodelan yang ada sekarang telah dilakukan dengan melihat tren angka penularan yang belakangan naik.

"Kami menghitung memakai data beberapa hari terakhir dengan angka kasus 2.000 sampai 3.000, berdasarkan itu diperkirakan puncaknya baru akan terjadi akhir tahun ini," kata Nuning.

Berdasarkan analisa lembaga Deep Knowledge Group pandemi virus corona saat ini terus menular di negara-negara berkembang dengan kawasan Asia diperkirakan akan banyak mengalami gelombang kedua.

Kasus penularan virus corona secara rata-rata di dunia telah meningkat hampir empat kali lipat, sementara di Asia saat ini peningkatannya sudah hampir tujuh kali lipat, lebih buruk dari negara-negara di kawasan Amerika Selatan.

India menjadi salah satu penyebabnya, seperti yang dijelaskan laporan tersebut, karena jumlah populasi yang terlalu pada dan kurang memadainya infrastuktur kesehatan.

Jika India disebut sebagai "ancaman berskala besar", maka Jepang saat ini menjadi penularan terbanyak yang telah meningkat 28 kali lipat dari 1 Juni hingga 16 Agustus lalu.

Sementara di kawasan Timur Tengah, mencakup Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, dan bahkan Mesir, tingkat penularannya sedikit lebih rendah dibandingkan tingkat penularan rata-rata global.

Negara-negara yang berada di peringkat terendah kebanyakan berada di Afrika, yakni Kawasan Barat Sahara di peringkat 250, Kawasan Somaliland, Mali, dan Sudah Selatan yang berada di atasnya.

Semua data yang digunakan dalam laporan ini dikumpulkan dari negara-negara hingga 23 Agustus lalu.

Daftar 11 Negara Keluarkan Travel Warning

Banner Infografis 5 Rekor Tertinggi Kasus Corona Covid-19 di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)
Banner Infografis 5 Rekor Tertinggi Kasus Corona Covid-19 di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Melihat fakta bahwa angka kasus di Indonesia terus naik tanpa adanya akhir dari gelombang satu, berikut adalah 11 negara yang mengeluarkan peringatan perjalanan dari dan ke Indonesia:

1. Amerika Serikat

Amerika Serikat, walau tercatat sebagai negara dengan kasus terbanyak di dunia, juga mengeluarkan imbauan hingga larangan bagi warganya untuk melakukan perjalanan ke Indonesia. 

Mengutip website pemerintah, larangan perjalanan ke Indonesia disebabkan oleh Virus Corona COVID-19 dan status level 3 yang dikeluarkan oleh CDC AS.

2. Inggris

Melalui website resmi pemerintah, pemerintah Inggris telah mengeluarkan sejumlah negara yang masuk dalam daftar pengecualian dan dapat dikunjungi untuk urusan penting. Sayangnya, Indonesia tidak termasuk dalam daftar tersebut.

3. Australia 

Pemerintah Australia telah secara tegas menyatakan bahwa warganya tidak dapat meninggalkan negara tersebut untuk sementara waktu. Warga negara ataupun orang dari Australia tidak dapat meninggalkan negara tersebut kecuali mendapat surat dari Departemen Dalam Negeri.

4. Kanada

Kanada juga mengimbau warganya untuk tidak melakukan perjalanan non-esensial ke luar negeri.

5. Finlandia

Menurut website resmi pemerintah, Finlandia melarang perjalanan warganya ke Indonesia dengan alasan bahwa sistem rumah sakit di Indonesia tidak memenuhi standar layaknya di Eropa. 

6. Irlandia

Negara selanjutnya yang melarang perjalanan ke Indonesia adalah Irlandia. Menurut situs website resmi Kementerian Luar Negeri Irlandia, lemahnya sistem kesehatan di Indonesia menjadi alasan utamanya. Pemerintah Irlandia memperingatkan bahwa jika warganya membutuhkan pertolongan khusus, layanan semacam itu mungkin saja sulit dijangkau. 

7. Denmark

Dengan alasan serupa yakni lemahnya sistem perawatan kesehatan, pemerintah Denmark juga mengimbau perjalanan tidak penting ke Indonesia. Melalui website resminya, pemerintah menginformasikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang baik mungkin hanya bisa didapatkan dari rumah sakit di kota besar seperti Denpasar dan Jakarta.

8. Austria

Pemerintah Austria telah mengeluarkan peringatan level 6 bagi perjalanan ke Indonesia. 

"Anda diperingatkan terhadap semua perjalanan ke Indonesia karena penyebaran virus corona," demikian seperti mengutip pernyataan di laman resmi Kementerian Luar Negeri Austria.

9. Malaysia

Pada 1 September, Menteri Senior (Klaster Keamanan) Datuk Seri Ismail Sabri Yaakob mengumumkan larangan masuk bagi pemegang izin kunjungan jangka panjang dari India, Indonesia, dan Filipina mulai hari itu karena lonjakan kasus COVID-19 di negara-negara tersebut.

10. Arab Saudi

Arab Saudi masih belum membuka jalur penerbangan internasionalnya baik dari dan ke negaranya. 

11. Jepang

Pemerintah Jepang juga telah mengeluarkan daftar negara yang dilarang kedatangannya, termasuk Indonesia. Hal ini juga berlaku bagi warga negara manapun yang baru saja mengunjungi negara-negara tersebut dalam kurun waktu 14 hari terakhir.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya