Daftar Negara Paling Aman dari COVID-19, Indonesia Peringkat 79

Indonesia berada di posisi 79 pada daftar negara paling aman dari COVID-19. Posisi tersebut di bawah Rwanda.

diperbarui 07 Sep 2020, 18:55 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2020, 18:55 WIB
Pesan Presiden Jokowi dan Menkes  soal Vaksin Campak
Pesan Presiden Jokowi dan Menkes soal Vaksin Campak

Jakarta - Riset dari lembaga Deep Knowledge Group menunjukan bahwa Indonesia ada di posisi 79 pada daftar negara paling aman dari Virus Corona (COVID-19). Posisi Indonesia lebih rendah dari Rwanda. 

Dilaporkan ABC Indonesia, Senin (7/9/2020), ada 250 negara yang diamati cara mereka menangani pandemi virus corona. Masing-masing negara diberikan skor untuk menentukan peringkat dan hasilnya Jerman berada di peringkat pertama negara yang paling aman dari pandemi COVID-19 dengan skor akhir 762,24.

Sementara Australia berada di peringkat keenam dan Singapura menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang masuk dalam peringkat 10 besar.

Skor yang diberikan tidak hanya melihat seberapa banyak penularan dan kematian COVID-19 yang terjadi. Lembaga ini juga menilai sejumlah faktor, seperti kesiapan layanan kesehatan, tanggapan dari pemerintah, kesiapan menghadapai gawat darurat, termasuk aspek ekonomi.

Sementara itu Indonesia berada di peringkat ke 79 dengan skor 478.46, dimana kategori pengawasan dan deteksi, persiapan layanan kesehatan, dan kesiapan menghadapi gawat darurat yang bahkan jauh tertinggal dari negara Rwanda dan Mexico.

Di kawasan Asia Tenggara, Filipina masih dianggap tidak aman dibandingkan Indonesia, yakni di posisi 101 dan Laos yang berada di peringkat 143, Myanmar di peringkat 146, dan Kamboja di posisi ke 165.

Sudah enam bulan sejak kasus pertama virus corona diumumkan di Indonesia dan data dari John Jopkins University di Amerika Serikat hingga Senin pekan ini menunjukkan lebih dari 190 ribu orang di Indonesia tertular virus corona dan lebih dari 8.000 orang meninggal dunia saat pandemi COVID-19.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Butuh Kebijakan Tegas

FOTO: Protokol Kesehatan Calon Penumpang KRL Commuterline
Calon penumpang KRL Commuterline mengenakan masker saat di area pedestrian Stasiun Terpadu Tanah Abang, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Guna menekan penyebaran Covid-19, aparat terkait terus menghimbau pentingnya menaati protokol kesehatan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Para pakar dan praktisi kesehatan di Indonesia telah mendesak agar Pemerintah Indonesia lebih memfokuskan pada peningkatan kapasitas tes, pelacakan, serta pengelolaan isolasi yang baik.

Pemerintah juga telah diminta untuk mengeluarkan kebijakan yang tegas untuk membatasi pergerakan warga, bukannya kebijakan yang malah "kontradiktif" dengan upaya pemutusan rantai penularan virus corona, seperti yang dijelaskan Dr Windhu Purnomo, epidemiolog dari Universitas Airlangga.

"Paling tidak kalau nggak mampu lockdown ya sudah, sekarang tetap tracing, testing dan isolating harus selalu dilakukan dan masif. Ini strategi utama yang tidak bisa ditinggalkan, plus pendisiplinan warga," ujar Windhu kepada ABC Indonesia. 

Sementara masyarakat di Indonesia diminta untuk terus menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan tidak melakukan aktivitas secara berkelompok.

Sejumlah pakar juga membuat pemodelan untuk melihat kapan pandemi COVID-19 mencapai puncaknya.

Ilmuwan dari ITB, Nuning Nuraini, yang terlibat dalam baik pemodelan awal dan pemodelan mengatakan permodelan yang ada sekarang telah dilakukan dengan melihat tren angka penularan yang belakangan naik.

"Kami menghitung memakai data beberapa hari terakhir dengan angka kasus 2.000 sampai 3.000, berdasarkan itu diperkirakan puncaknya baru akan terjadi akhir tahun ini," kata Nuning.


Asia Menjadi Sorotan

Ramai-Ramai Liburan
Arus Tol Cipularang, Jawa Barat dipadati ribuan kendaraan mobil pribadi datang dari arah Jakarta menuju Bandung.

Berdasarkan analisa lembaga Deep Knowledge Group pandemi virus corona saat ini terus menular di negara-negara berkembang dengan kawasan Asia diperkirakan akan banyak mengalami gelombang kedua.

Kasus penularan virus corona secara rata-rata di dunia telah meningkat hampir empat kali lipat, sementara di Asia saat ini peningkatannya sudah hampir tujuh kali lipat, lebih buruk dari negara-negara di kawasan Amerika Selatan.

India menjadi salah satu penyebabnya, seperti yang dijelaskan laporan tersebut, karena jumlah populasi yang terlalu pada dan kurang memadainya infrastuktur kesehatan.

Jika India disebut sebagai "ancaman berskala besar", maka Jepang saat ini menjadi penularan terbanyak yang telah meningkat 28 kali lipat dari 1 Juni hingga 16 Agustus lalu.

Sementara di kawasan Timur Tengah, mencakup Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, dan bahkan Mesir, tingkat penularannya sedikit lebih rendah dibandingkan tingkat penularan rata-rata global.

Negara-negara yang berada di peringkat terendah kebanyakan berada di Afrika, yakni Kawasan Barat Sahara di peringkat 250, Kawasan Somaliland, Mali, dan Sudah Selatan yang berada di atasnya.

Semua data yang digunakan dalam laporan ini dikumpulkan dari negara-negara hingga 23 Agustus lalu.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya