Presiden Korsel Moon Jae-in Ingin Deklarasi Akhiri Perang Korea

Korea Selatan dan Korea Utara sebetulnya masih berperang. Kini, Presiden Korsel Moon Jae-in ingin deklarasi agar perang berakhir.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Sep 2020, 19:25 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2020, 19:25 WIB
Moon Jae-in dan Kim Jong-un Sepakati Denuklirisasi Penuh
Moon Jae-in dan Kim Jong-un Sepakati Denuklirisasi Penuh (KOREA SUMMIT PRESS POOL / AFP)

Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan Moon Jae-in kembali mendorong perdamaian di Semenanjung Korea. Usaha perdamaian antara dua Korea saat ini sedang menemukan jalan buntu.

Pada Sidang Umum PBB ke-75, Presiden Moon menunjukan niatnya untuk memberi deklarasi untuk mengakhiri perang. Ia juga meminta dukungan komunitas internasional.

"Waktunya telah tiba untuk menghapus tragedi yang menghantui Semenanjung Korea. Perang harus berakhir secara keseluruhan dan selamanya," ujar Presiden Moon seperti dilansir Yonhap, Rabu (23/9/2020).

Tahun ini menandakan 70 tahun gencatan senjata antara Korea Utara dan Korea Selatan. Namun, hal tersebut bukanlah perjanjian damai.

Usaha perdamaian Korea menemukan jalan buntu karena Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un gagal sepakat saat bertemu di Hanoi pada 2019.

Meski demikian, Presiden Moon Jae-in percaya bahwa perdamaian Korea Selatan masih bisa berlanjut. Ia menyebut perdamaian Korea bisa membawa perubahan positif di Asia Timur Laut dan ketertiban dunia.

Komunikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara semasa pandemi COVID-19 juga dianggap bisa memberikan dampak positif dalam menghasilkan perdamaian.

Namun, Moon Jae-in menekankan bahwa deklarasi akhiri perang lebih penting.

"Saya percaya ini dimulai dengan dengan deklarasi akhir perang, sebuah tindakan yang dapat memastikan komitmen bersama untuk kedamaian," ujar Presiden Moon Jae-in.

"Deklarasi akhir perang tentunya akan membuka pintu menuju denuklirisasi secara penuh dan perdamaian permanan di Semenanjung Korea," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Jokowi: PBB Bukan Cuma Gedung di New York, Harus Lebih Responsif

Jokowi Berbicara di Hadapan Parlemen Australia
Presiden Joko Widodo (kanan) saat berpidato di Parlemen Australia di Canberra, Senin, (10/2/2020). Di hari ketiga kunjungan kenegaraan, Presiden Joko Widodo menyambangi Gedung Parlemen, Canberra, Australia dan bertemu dengan PM Australia Scott Morrison. (AP Photo/Rick Rycroft)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pemikiran mengenai Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam pidato perdananya di Sidang Umum ke-75. Menurut dia, PBB bukan hanya sebuah gedung yang berdiri di Amerika Serikat, namun sebuah asa perdamaian.

"PBB bukanlah sekedar sebuah gedung di kota New York tapi sebuah cita-cita dan komitmen bersama seluruh bangsa untuk mencapai perdamaian dunia," kata Jokowi yang disiarkan secara daring, Rabu 23 Juli 2020.

Jokowi menilai, PBB harus lebih responsif dan efektif dalam menyelesaikan berbagai tantangan global. Kendati, tanggung jawab itu tidak dipikul PBB sendiri, melainkan semua pihak.

"Kita semua memiliki tanggung jawab untuk terus memperkuat PBB agar PBB tetap relevan dan semakin kontributif sejalan dengan tantangan zaman," jelas dia kepada seluruh hadirin majelis PBB.

Jokowi meminta, PBB harus dapat berbenah diri melakukan reformasi, revitalisasi dan efisiensi. Dia pun berharap, PBB dapat membuktikan bahwa multilateralism delivers dapat diwujudkan termasuk pada saat terjadinya krisis.

"Indonesia memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan terhadap PBB dan multilateralisme. Multilateralisme adalah satu-satunya jalan yang dapat memberikan kesetaraan," tandas Jokowi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya