Berkat Label pada Makanan, Warga Chile Terdorong Hidup Sehat

Apakah pelabelan lemak jenuh, kadar gula, dan garam yang tinggi pada makanan di Chile sejak 2016 efektif?

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Agu 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi berbelanja di supermarket (pexels)
Ilustrasi berbelanja di supermarket (pexels)

Liputan6.com, Santiago - Dihadapkan dengan apa yang para ahli gambarkan sebagai “bom waktu kesehatan”, Chile memperkenalkan label untuk memperingati konsumen tentang lemak jenuh, gula, atau garam yang tinggi dalam suatu makanan pada 2016.

Hal ini dilakukan untuk mengatasi tingkat obesitas yang menjulang. 5 tahun telah berlalu. Apakah siasat tersebut berhasil?

Macarena Rivera Zurnovsky, ibu dari 3 anak mengatakan bahwa ia selalu ingin membeli yang terbaik untuk kesehatan keluarganya. Ia mengaku label peringatan yang tertera pada makanan memberikan panduan yang berguna dan telah menghentikannya membeli produk – termasuk sereal sarapan tertentu – yang ia pikir sehat, tetapi ternyata tidak, demikian dilansir dari laman BBC, Sabtu (14/8/2021).

Pengalaman itu juga membuatnya lebih berhati-hati terhadap bahan-bahan yang ada dalam makanan yang dibelinya. Sekarang, ia akan memeriksa bagian belakang produk yang dibelinya untuk mengetahui bahan apa saja yang terkandung di dalam.

Hal serupa juga digaungkan oleh Rosa Cayso Phocco, yang mengatakan bahwa label tersebut membantunya berpikir lebih hati-hati tentang apa yang hendak ia beli untuk anaknya dalam perjalanan ke supermarket lokal di ibu kota Santiago.

"Akhir-akhir ini saya lebih suka membelikannya yoghurt atau bubur gandum daripada biskuit," ujar Rosa.

Di sisi lain, Diego Arenas Donoso selalu berusaha makan makanan yang mengalami proses pengolahan sesedikit mungkin. Ia biasanya membeli makanan dari pasar lokal dan memasak untuk dirinya dan keluarganya.

Ia menilai pemerintah terlalu berhati-hati saat memperkenalkan label tersebut. Menurut Arenas, label akan lebih efektif jika berwarna merah – menunjukkan bahaya – daripada hitam yang lebih lembut.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Apakah Pelabelan Makanan Mengurangi Tingkat Obesitas?

Ilustrasi obesitas (pixabay)
Ilustrasi obesitas (pixabay)

Pada 2016, hampir ¾ orang yang tinggal di Chile berusia 15 tahun ke atas mengalami obesitas atau kelebihan berat badan, menurut laporan oleh kementrian kesehatan Chile.

Mereka yang berusia 15 tahun ke bawah pun sangat mengkhawatirkan dengan 51,2% anak sekolah mengalami obesitas.

Terlepas dari perubahan kebiasaaan berbelanja seperti Rivera dan Cayso, angka anak sekolah yang obesitas tampaknya tidak terpengaruh.

Bahkan angka tersebut naik. Dari 51,2% pada 2016 menjadi 52% pada 2019 dan 54% pada 2020.

Daniela Godoy dari organisasi pemerintah Elige Vivir Sano mengatakan pandemi COVID-19 adalah penyebab lonjakan dua persen terakhir.

"Duduk selama berjam-jam dalam kuncitara telah membuat perjuangan melawan obesitas semakin menantang," ujarnya.

Godoy menjelaskan sebagian besar anak-anak di Chile telah melakukan kelas daring sejak awal pandemi COVID-19 pada Maret 2020. Baik anak-anak maupun orang dewasa telah beralih ke makanan yang melalui banyak proses pengolahan dan membuat gemuk, seperti pizza dan biskuit untuk menyemangati diri saat duduk di rumah.

Pemerintah yang mendesak warganya tinggal di rumah untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 pun membuat orang kekurangan ruang untuk berolahraga.

Pada akhirnya, perubahan yang diperkenalkan 5 tahun lalu membuktikan beberapa kebiasaan tidak sehat sulit dihentikan.

Kecintaan warga Chile terhadap minuman manis adalah salah satunya. Menurut studi pemerintah tahun 2021, rata-rata rumah tangga yang terdiri dari 3 orang membeli lebih dari 23 liter minuman manis setiap bulan.

Banyak orang Chile juga beralih dari menyiapkan makanan rumahan dan makan buah, serta sayur menjadi makanan cepat saji dan makanan ringan.

Butuh Keikutsertaan Berbagai Pihak untuk Berantas Obesitas

Ilustrasi kerja sama (pexels)
Ilustrasi kerja sama (pexels)

Namun terlepas dari segala kemunduran, María Paz Grandón yang bekerja dalam kebijakan publik untuk kementerian kesehatan Chile yakin bahwa perubahan yang diperkenalkan pada 2016 itu memiliki dampak positif.

Ia menegaskan bahwa label tidak hanya bertindak sebagai sinyal peringatan yang mudah dipahami untuk konsumen. Mereka juga mendorong beberapa industri makanan untuk berubah.

Ia mengatakan bahwa untuk menghindari label yang ditempel pada produk mereka, – yang menandai mereka sebagai makanan tinggi lemak jenuh atau gula – beberapa produsen makanan akhirnya memodifikasi produk mereka agar lebih sehat.

Menurut Grandón, seringkali anak-anak lah yang mendorong perubahan tren berbelanja.

Dalam sebuah FGD (Focus Group Discussion), orangtua melaporkan bahwa anak-anak mereka memberitahukan mereka untuk membeli makanan yang manis, berlemak, atau asin di supermarket. Bahkan “menganggu” mereka (para orangtua) saat memilih pilihan yang lebih sehat. Para orangtua berpikir bahwa ini tergantung apa yang telah diajarkan kepada anak-anak tentang nutrisi di sekolah selama beberapa tahun terakhir.

Menurut Grandón, larangan iklan TV untuk makanan tidak sehat antara pukul 06:00 dan 22:00 juga membantu karena anak-anak tidak lagi memilih sereal manis karena ditampilkan dengan karakter kartun yang mereka lihat di TV.

Namun, Daniela Godoy bersikeras bahwa untuk menurunkan tingkat obesitas lebih banyak, perlu dilakukan mengikutsertakan semua orang, "yakni industri makanan, kementerian pemerintah yang berbeda, sekolah, dan orangtua harus memainkan peran."

María Paz Grandón dari kementerian kesehatan pun mengatakan pemerintah sudah mempertimbangkan untuk memperluas pendekatannya.

Langkah-langkah yang mungkin dilakukan termasuk mengharuskan restoran untuk menampilkan berapa banyak kalori yang dimiliki setiap hidangan, dan mendesak supermarket untuk menghilangkan makanan ringan mereka yang asin dan berlemak dari area check-out.

Grandón menggarisbawahi seperti pelabelan yang dilakukan pemerintah, setiap perubahan akan diterapkan bertahap sehingga memberi waktu bagi industri untuk beradaptasi.

 

Reporter: Ielyfia Prasetio

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya