Orang dengan Gangguan Imun Direkomendasikan WHO Suntik Booster Vaksin COVID-19

Panel penasihat vaksin WHO mengatakan dosis tambahan vaksin COVID-19 akan membantu orang dengan gangguan kekebalan.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2021, 13:24 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2021, 13:24 WIB
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus
Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. (Liputan6/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Orang dengan sistem kekebalan yang lemah tengah jadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Badan tersebut memberi rekomendasi agar orang dalam kategori tersebut diberi suntikan booster (penguat) vaksin COVID-19.

Mengutip VOA Indonesia, Rabu (13/10/2021), panel penasihat vaksin WHO mengatakan dosis tambahan akan membantu orang dengan gangguan kekebalan. Alasannya karena vaksinasi COVID-19 standar cenderung kurang efektif bagi populasi tersebut. Mereka berisiko tinggi terkena penyakit COVID-19 yang parah.

Panel tersebut, yang disebut Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), juga merekomendasikan suntikan booster untuk orang yang berusia di atas 60 tahun yang telah menerima vaksin yang dibuat di China, Sinopharm dan Sinovac.

Panel mengutip bukti dalam penelitian di Amerika Latin bahwa vaksin tersebut tidak bekerja dengan baik dari waktu ke waktu.

Sejauh ini panel tidak merekomendasikan dosis booster tambahan untuk populasi pada umumnya dan mengatakan akan meninjau masalah penggunaan booster secara luas pada 11 November mendatang.

WHO telah menyerukan moratorium dosis booster untuk populasi umum hingga akhir tahun untuk memungkinkan lebih banyak orang di seluruh dunia mendapat bagian vaksin COVID-19 dosis pertama.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

AJuan Pil Obat COVID-19 Gejala Ringan hingga Sedang

Ilustrasi harga obat COVID-19 naik (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi harga obat COVID-19 naik (Liputan6.com / Abdillah)

Dalam perkembangan lain, pada Senin (11/10) pembuat obat Merck telah meminta regulator AS untuk mengesahkan pil buatannya untuk mengobati COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang, yang jika disetujui akan menjadi obat oral pertama untuk penyakit tersebut.

Merck mengatakan pil anti virusnya, yang disebut molnupiravir, menurunkan tingkat rawat inap dan kematian sebesar 50% dalam uji coba pasien yang menderita penyakit COVID-19 ringan hingga sedang, dengan sedikitnya satu faktor risiko penyakit tersebut.

Merck dan mitranya Ridgeback Biotherapeutic telah meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk memberikan izin bagi penggunaan darurat pil tersebut. Semua obat yang disetujui FDA sebelumnya memerlukan suntikan atau IV.

Pembuat obat AstraZeneca, yang mengembangkan salah satu vaksin pertama untuk COVID-19, mengatakan pada hari Senin bahwa mereka melihat hasil yang menjanjikan dengan obat COVID-19 yang sedang dikembangkan untuk memerangi virus corona.

Dikenal sebagai AZD7442, obat tersebut mengurangi hingga 50% tingkat keparahan COVID-19 atau kematian pada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit, menurut AstraZeneca.

Juga di hari Senin, pembuat obat Swiss Roche mengatakan telah mengajukan permohonan untuk memasarkan ramuan antibodi untuk COVID-19 di Uni Eropa.

Perawatan yang dikembangkan bersama dengan perusahaan bioteknologi AS Regeneron itu adalah kombinasi antibodi monoklonal untuk mencegah pasien menderita penyakit yang parah. Disebut Ronapreve, obat itu diberikan kepada mantan Presiden AS Donald Trump ketika dia berjuang melawan COVID-19.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya