Liputan6.com, Pyongyang - Presiden Korea Utara (Korut) Kim Jong-un dipastikan telah menurunkan berat badan sekitar 20 kilogram. Kondisi Kim Jong-un juga dipastikan sehat.
Hal itu berdasarkan analisis dari mata-mata Korea Selatan (Korsel). Sebelumnya, berat badan Kim mencapai 140 kilogram.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan Yonhap, Jumat (29/10/2021), National Intelligence Service (NIS) juga membantah rumor bahwa rezim Korut menggunakan tubuh pengganti untuk Kim Jong-un.
NIS menyimpulkan bahwa Kim Jong-un memang turun berat badan setelah melakukan asesmen menggunakan artifical intelligence dan berbagai metode ilmiah.
Selama 2021, ia tercatat telah melaksanakan total 71 hari tugas publik. Saat ini, Korut juga sedang mengalami masalah ekonomi dan pangan. Bank Sentral Korut bahkan kesulitan mencetak uang karena kurangnya pasokan tinta.
Korsel Jadikan Jerman Sebagai Acuan dalam Reunifikasi dengan Korut
Terkait masalah reunifikasi dua Korea, persatuan Jerman Barat dan Jerman Timur menjadi acuan oleh Presiden Moon Jae-in.
Mengingat Jerman salah satu dari sedikit negara yang berpengalaman dengan reunifikasi, Menteri Unifikasi Lee In-young berkunjung ke Eropa mendiskusikan hal yang dapat dipelajari dari reunifikasi Jerman pada tahun 1990, berikut dengan perkembangannya, tulis laporan dari DW Indonesia, Rabu (6/10).
Para analisis mengatakan bahwa Moon dan Lee telah 'frustrasi' soal kelanjutan agenda mereka dalam menggabungkan kedua Korea dalam lima tahun belakangan ini.
Tapi mereka menggarisbawahi kebuntuan hubungan lintas perbatasan bukan dari pihak Korea Selatan.
Sepanjang tahun lalu, sikap penolakan dan keras kepala Pyongyang pada Korea Selatanefektif menghentikan hubungan bilateral yang sudah terhenti, ditambah lagi upaya reunifikasi bertambah rumit karena peluncuran serangkaian rudal oleh Korea Utara.
Pada Jumat (01/10) pihak Korea Utara mengonfirmasi kalau mereka sudah menguji coba rudal anti-pesawat sebelumnya, serta pada Selasa mereka meluncurkan senjata rudal luncur hipersonik berkemampuan nuklir.
AS dan Jepang mengutuk peluncuran tersebut, dan mengomentari bahwa rudal hipersonik sebagai "pelanggaran atas beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB."
Advertisement