Liputan6.com, Jakarta - Perseteruan antara Pyongyang dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan mengenai 'kebijakan permusuhan' diduga menjadi pemicu peluncuran rudal hipersonik --yang sebelumnya disebut proyektil-- oleh Korea Utara ke Laut Timur yang berada di antara Jepang dan Korea Selatan, pada Selasa 28 September pagi.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan peluncuran yang disebut rudal jarak pendek itu tampaknya adalah rudal balistik, yang dilarang atas sanksi PBB.
Laman The Guardian menyebut itu adalah rudal hipersonik yang baru dikembangkan. Kantor berita resmi KCNA mengatakan peluncuran itu memiliki "signifikansi strategis yang besar", karena Korea Utara berusaha untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya "seribu kali lipat".Â
Advertisement
Dilansir The Japan Times, Rabu (29/9/2021), Kepala Staf Gabungan Korea Selatan (JCS) mengatakan rudal tersebut ditembakkan dari Mupyong-ri, Provinsi Jagang, sekitar 60 kilometer dari perbatasan Korea Utara dengan China sekitar pukul 6.40 Japan Standard Time (08.40 Waktu Indonesia Barat).
Rudal tersebut mendarat di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang, berdasarkan pernyataan seorang pejabat tinggi pemerintah Jepang.Â
Peluncuran tersebut dilakukan saat utusan Korea Utara untuk PBB, Kim Song berbicara di Majelis Umum PBB meminta Amerika Serikat untuk mengakhiri latihan militer bersama dengan Korea Selatan dan menarik senjata strategisnya dari Semenanjung Korea.Â
Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata bukan perjanjian damai, membuat pasukan PBB yang dipimpin AS secara teknis masih berperang dengan Korea Utara. Isu untuk mengakhiri perang ini terhalang oleh Korea Utara yang menolak menyerahkan senjata nuklirnya.Â
Â
Baca Juga
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Serangkaian Nuklir Lainnya
Ada serangkaian peluncuran rudal oleh Korea Utara selama bulan September, dalam masa peningkatan permusuhan yang telah dikutuk keras oleh negara tetangga, Jepang dan Korea Selatan.
Pada Rabu, 15 September, Korea Utara dan Korea Selatan sama-sama menguji coba rudal balistik.
Pada saat itu, Washington mengutuk uji coba Korea Utara serta uji coba terpisah beberapa hari sebelumnya, sebagai ancaman bagi tetangganya. Namun, tidak menyebutkan uji coba rudal balistik yang diluncurkan oleh kapal selam Seoul.
Sejak itu, Korea Utara merilis serangkaian pernyataan yang mengatakan pihaknya bersedia untuk memulai kembali pembicaraan antar-Korea yang terhenti dan mempertimbangkan pertemuan lainnya jika Korsel membatalkan hal yang disebut Korut sebagai 'standar ganda' dan 'kebijakan bermusuhan'.
Di majelis umum PBB, utusan Korea Utara Kim Song mengatakan itu hanya pertahanan diri dan jika AS membatalkan 'kebijakan bermusuhan', Korut akan menanggapi "secara sukarela kapan saja" untuk menawarkan diskusi.
Â
Advertisement
Tanggapan Moon Jae-in, Presiden Korsel
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in memerintahkan bawahannya untuk melakukan analisis rinci tentang langkah-langkah Korea Utara baru-baru ini. Ia juga memberikan tanggapan tentang peluncuran rudal jarak pendek ini.Â
"Kami menyesal bahwa rudal itu ditembakkan pada saat-saat penting untuk menstabilkan situasi di Semenanjung Korea," kata juru bicara kementerian pertahanan Boo Seung-chan.Â
Komando Indo-Pasifik AS mengatakan peluncuran itu tidak menimbulkkan ancaman langsung bagi Amerika Serikat atau sekutunya, tetapi menyoroti 'dampak destabilisasi' dari program senjata terlarang Korea Utara.Â
Â
Penulis: Anastasia Merlinda
Infografis Nuklir Korea Utara
Advertisement