Liputan6.com, Paris - Ratusan orang bergabung dengan serangkaian demonstrasi skala kecil di Prancis pada Sabtu (22/1), dua hari sebelum pembatasan yang lebih ketat mulai berlaku terhadap orang-orang yang menolak menerima vaksin COVID-19.
Penentang kebijakan tersebut mengatakan langkah-langkah yang diperkuat akan melanggar "kebebasan" sehari-hari dan mencerca apa yang mereka sebut sebagai bentuk "apartheid" sosial. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Minggu (23/1/2022).Â
Paris menyaksikan empat aksi unjuk rasa yang sebagian besar dihadiri oleh pendukung politisi nasionalis dan kandidat presiden anti-Uni Eropa Florian Philippot.
Advertisement
Banyak dari mereka yang berbaris menentang pengetatan aturan terbaru terhadap orang-orang yang tidak divaksin tidak mengenakan masker saat mereka mengibarkan bendera Prancis dan membawa spanduk menuntut "kebebasan", "kebenaran" dan mendesak "tidak untuk apartheid".
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tolak Vaksin
Beberapa berteriak "vaksin lulus - resistensi total!"Â ketika mereka memperjelas penentangan mereka terhadap langkah-langkah terbaru dalam pawai yang mengingatkan kembali pada protes "rompi kuning" 2018-19 terhadap Presiden Emmanuel Macron.Â
Di Bordeaux di barat daya, Anaelle, seorang perawat, mengecam vaksinasi wajib sebagai hal yang "memalukan".
"Orang yang telah divaksinasi menjadi sakit, jadi apa gunanya?"Â dia bertanya.
Meskipun ukuran protes telah menurun dalam beberapa pekan terakhir, banyak warga tetap marah pada Macron, yang telah memperingatkan bahwa ia akan terus memperpanjang pembatasan sampai yang tidak divaksinasi menerima vaksin virus corona.
Paspor kesehatan vaksin baru akan diperkenalkan di Prancis mulai hari Senin di mana mereka yang berusia 16 tahun ke atas harus menunjukkan bahwa mereka telah divaksin untuk mengakses restoran atau bar, kegiatan rekreasi atau menggunakan transportasi umum antar-wilayah.
Tes COVID-19 yang negatif tidak akan cukup lagi kecuali untuk mengakses layanan kesehatan.
Advertisement