Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara mencatat 18.820 lebih banyak kasus demam dan tidak ada kematian baru di tengah darurat COVID-19 gelombang pertamanya. Pihak berwenang Korea Utara terus bersikeras bahwa infeksi di negara terisolasi itu telah dikendalikan.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Senin (20/6/2022), Korea Utara telah melaporkan lebih dari 4,6 juta kasus demam selama wabah resmi pertamanya, tetapi pihak berwenang belum mengungkapkan berapa banyak dari pasien tersebut yang dites positif terkena virus corona. Pihak berwenang pada hari Jumat melaporkan hanya lebih dari 23.100 kasus demam, menandai hari ketiga berturut-turut infeksi yang dilaporkan tetap di bawah 30.000.
Baca Juga
Sebelum mengakui wabah pada pertengahan Mei, Pyongyang telah mengklaim bebas dari COVID-19, sebuah rekor yang diragukan oleh banyak pengamat karena penularan akut virus corona dan perbatasan darat negara yang luas dengan China.
Advertisement
Rezim rahasia, yang diperintah oleh diktator generasi ketiga Kim Jong Un, telah menolak bantuan dari luar, termasuk vaksinasi, meskipun kekurangan gizi yang meluas dan sistem perawatan kesehatan yang bobrok.
Organisasi Kesehatan Dunia telah menyatakan skeptisisme tentang klaim Korea Utara bahwa wabah itu berkurang, memperingatkan bahwa kasus-kasus tidak dilaporkan dan situasinya dapat memburuk. Secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), negara itu sejauh ini hanya melaporkan 73 kematian, jauh di bawah perkiraan wabah yang melibatkan jutaan infeksi.
Pekan lalu juga dilaporkan wabah penyakit gastrointestinal yang tidak teridentifikasi , diduga kolera atau tipus, di barat daya negara itu.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dianggap Remeh
Tim Peters, pendiri organisasi bantuan yang berbasis di Seoul, Helping Hands Korea Seoul, mengatakan kemungkinan Korea Utara meremehkan tingkat krisis di negara itu.
“Apa lagi selain COVID yang bisa menjadi demam 4,6 juta yang tiba-tiba sejak penerimaan kasus COVID di DPRK pada pertengahan Mei? Pihak berwenang di sana memiliki banyak alasan untuk sangat khawatir bahwa sistem medisnya yang reyot akan mengalami tsunami kasus dan kewalahan,” kata Peters kepada Al Jazeera.
“Kami di HHK telah berjuang mati-matian sejak awal tahun ini untuk mengirimkan obat-obatan ke Korea Utara, tetapi para pejabat di sana bersikeras untuk menembak diri mereka sendiri dengan menghalangi pengiriman yang sangat dibutuhkan. Lebih banyak bukti, jika diperlukan lagi, bahwa kesehatan dan kesejahteraan pangkat dan anggota di Korea Utara sama sekali tidak menjadi prioritas utama, sama tragisnya dengan kebenaran itu.”
Advertisement
Bersamaan dengan Epidemi Usus
Korea Utara kini juga sedang dihadapkan oleh epidemi usus yang tidak diketahui penyebabnya. Kondisi ini terjadi di saat negara tersebut tengah memerangi COVID-19.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan pejabat senior lainnya dikabarkan telah menyiapkan bantuan untuk dikirimkan pada 800 keluarga yang mengalami epidemi usus.
Pada minggu ini, Korea Utara melaporkan bahwa negaranya tengah menghadapi "epidemi enterik akut" selama berminggu-minggu belakangan. Pihaknya belum menjelaskan tentang penyakit tersebut, namun enterik sendiri mengacu pada saluran pencernaan.
"Para pejabat... menyiapkan obat-obatan, bahan makanan, dan kebutuhan sehari-hari yang diperlukan untuk memberikan bantuan pada orang-orang di Kota Haeju dan Kabupaten Kangryong (Provinsi Hwanghae Selatan)," ujar keterangan Kantor Berita Pusat Korea (Korea Central News Agency/KCNA) dikutip Channel News Asia pada Jumat, (17/6/2022).
Provinsi Hwanghae Selatan sendiri merupakan wilayah pertanian utama Korea Utara. Sehingga terjadinya wabah tersebut ditakutkan dapat menambah kurangnya pangan kronis di tengah gelombang COVID-19 di sana.
Kim Jong-un meminta para pejabat pemerintahan untuk melakukan tugasnya termasuk dalam meringankan persoalan yang tengah dihadapi warga Korea Utara tersebut.
Hingga saat ini, Korea Utara juga belum menyebutkan secara pasti berapa banyak warganya yang tengah menghadapi epidemi usus tersebut.
Pada Kamis, 16 Juni 2022, pejabat di Kementerian Unifikasi Korea Selatan yang menangani urusan antar Korea juga mengungkapkan bahwa Seoul sedang memantau wabah tersebut yang sejauh ini masih diduga sebagai kolera atau tifus.