Liputan6.com, Ouagadougou - Sedikitnya 35 warga sipil tewas dan 37 lainnya terluka di utara Burkina Faso pada hari Senin (5/9), ketika salah satu mobil dalam sebuah konvoi menabrak sebuah bom rakitan (improvised explosive device/IED), kata pemerintah sementara Burkina Faso dalam sebuah pernyataan.
Konvoi pasokan yang dikawal menuju ibu kota Ouagadougou itu menabrak bom rakitan di antara kota Djibo dan Bourzanga, sebuah wilayah di mana kelompok militan Islam telah meningkatkan serangan mereka terhadap desa-desa, pos-pos kepolisian dan militer sejak tahun 2015.
“Pengawal dengan cepat mengamankan perimeter dan mengambil tindakan untuk membantu para korban,” kata pemerintahan militer negara itu dalam sebuah pernyataan, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (7/9/2022).
Advertisement
Ketidakamanan semakin meningkat di seantero wilayah Sahel Afrika Barat dalam satu dekade terakhir, seiring semakin berkuasanya kelompok-kelompok yang terkait dengan Al Qaeda dan ISIS, di mana kelompok-kelompok tersebut telah membunuh ribuan orang dan menyebabkan lebih dari satu juta warga melarikan diri dari rumah mereka meskipun terdapat kehadiran pasukan asing dan pasukan penjaga perdamaian PBB.
Rasa frustrasi atas serangan yang tak berkesudahan itu memicu kudeta militer terhadap mantan Presiden Burkina Faso Roch Kabore pada Januari lalu.
Namun hingga kini tingkat kekerasan di negara itu tetap tinggi.
Hampir sepersepuluh penduduk Burkina Faso kini terlunta-lunta akibat konflik dan kerawanan pangan parah hampir meningkat berlipat ganda dibandingkan kondisi pada tahun 2021, seiring terbengkalainya ladang dan ternak, menurut Norwegian Refugee Council.
41 Orang Tewas Akibat Serangan Kelompok Teror di Burkina Faso
41 orang dilaporkan tewas dalam penyergapan yang dilakukan oleh teroris bersenjata terhadap kelompok pejuang sipil dari the homeland defense volunteers (VDP), di Provinsi Lorum utara Burkina Faso.
Insiden mengerikan tersebut dikonfirmasi oleh juru bicara pemerintah Alkassoum Maiga dalam sebuah pernyataan, demikian dikutip dari laman Xinhua, Senin (27/12/2021).
Menurut sumber yang sama, identifikasi para korban masih dilakukan oleh gendarmerie nasional.
Pemerintah mengutuk keras kebiadaban ini, dan presiden telah menetapkan berkabung nasional 48 jam pada hari Minggu dan Senin.
Keamanan di Burkina Faso telah memburuk sejak 2015, dengan serangan teroris telah menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Kekerasan juga telah membuat lebih dari satu juta orang mengungsi di negara Afrika Barat itu.
Advertisement
Insiden Penyerangan Terpisah
Sebelumnya, pada Agustus tahun ini kelompok pemberontak juga telah membunuh puluhan orang di Burkina Faso utara, saat kekerasan meningkat lagi di wilayah Sahel Afrika Barat.
Dalam serangan di dekat kota utara Arbinda pada Rabu (18/8), pemberontak menewaskan sedikitnya 47 orang, termasuk 30 warga sipil, 14 tentara dan tiga milisi pro-pemerintah, media pemerintah melaporkan.
Melansir Al Jazeera, media pemerintah melaporkan bahwa pasukan pemerintah membunuh 16 pemberontak sementara sumber keamanan menyebutkan jumlahnya 58.
Pelaku serangan yang terkait dengan Al-Qaeda dan ISIL secara teratur melakukan serangan di Burkina Faso dan negara tetangga Mali dan Niger, menewaskan ratusan warga sipil pada tahun ini saja.
Kekerasan di Sahel, daerah semi-kering di bawah Gurun Sahara, terus meningkat meskipun kehadiran ribuan pasukan PBB, regional, Barat dan upaya oleh beberapa pemerintah untuk bernegosiasi dengan kelompok pemberontak.
Kelompok bersenjata membunuh sedikitnya 12 tentara pekan lalu di barat laut Burkina Faso, serta 30 warga sipil, tentara dan milisi pro-pemerintah beberapa hari sebelumnya.