Liputan6.com, Doha - Sejumlah timnas Eropa akan menggunakan ban pelangi (rainbow armband) untuk mendukung hak LGBT di Piala Dunia 2022. Para kapten itu tetap berani menggunakan gelang pelangi meski ada risiko sanksi dari FIFA.
Ada setidaknya lima timnas Eropa yang siap memakai ban pelangi: Jerman, Inggris, Wales, Denmark, dan Belanda. Gelang pelangi ini merupakan bagian dari kampanye OneLove yang menolak diskriminasi.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan Al Jazeera, Minggu (20/11/2022), kapten timnas Jerman, Manuel Neuer, berniat menggunakan gelang tersebut. Kapten Gareth Bale dari Wales dan Harry Kane dari Inggris.
Simon Kjaer yang merupakan kapten timnas Denmark juga dilaporkan berniat menggunakan rainbow armband
Christian Eriksen dari timnas Denmark berkata siap menghadapi sanksi.
"Kami sebagai negara akan memakainya. Kapten kita akan memakai ban OneLove," ujar Eriksen. "Apa konsekuensinya nanti saya tidak tahu, tetapi kita lihat nanti."
Sky News melaporkan bahwa Inggris juga siap kena denda karena keputusan Harry Kane untuk menggunakan gelang OneLove di Qatar.
Timnas Prancis dilaporkan batal menggunakan armband pelangi. Menurut laporan Doha News, kapten Hugo Lloris tidak memakai rainbow armband karena ingin menghormati aturan di Qatar yang notabene menghukum aktivitas sesama jenis.
Sementara, kapten timnas Belanda Virgil van Dijk menegaskan akan memakai ban pelangi, meski tak direstui FIFA.
World Cup 2022 di Qatar akan dimulai pada Minggu 20 November 2022. Tuan rumah Qatar akan bertanding melawan Ekuador yang notabene sudah melegalkan pernikahan sesama jenis.
Serba-serbi Partai Pembuka Piala Dunia: Pesta Gol di Qatar vs Ekuador?
Penantian panjang akhirnya tuntas. Setelah menunggu 12 tahun usai ditunjuk sebagai penyelenggara, Qatar bakal menggelar Piala Dunia 2022, Minggu (20/11/2022).
Pada laga pembuka, Qatar dijadwalkan melawan Ekuador di Al Bayt Stadium pukul 23.00 WIB.
Tuan rumah memiliki sejumlah keuntungan kala menggelar Piala Dunia. Statistik menyebut enam merebut gelar dengan dua lainnya jadi runner-up.
Namun, Qatar hampir pasti tidak akan menambah rekor itu. Realistis saja, mereka kemungkinan bakal langsung tersisih di fase grup.
Jangankan level dunia, Qatar bukanlah kekuatan utama di kawasan regional. Mereka memang berstatus juara Asia. Meski begitu, The Maroon sulit bersaing melawan Belanda, Senegal, dan Ekuador pada persaingan Grup A.
Toh perkiraan ini belum tentu terwujud. Sepak bola kerap menghadirkan kejutan dan sulit ditebak. Berbagai drama pun terjadi di laga pembuka Piala Dunia.
Cerita unik juga dipastikan bakal hadir di Piala Dunia Qatar. Simak serba serbi partai pertama di Piala Dunia.
Advertisement
Presiden FIFA Bela Qatar Jelang Piala Dunia 2022
Sebelumnya dilaporkan, Presiden FIFA Gianni Infantino pasang badan untuk membela Qatar. Jelang Piala Dunia 2022, Qatar menjadi sasaran kritikan, terutama terkait nasib pekerja migran, diskriminasi LGBT, dan terkait larangan minum alkohol.
Mantan Presiden FIFA Sepp Blatter telah mengakui bahwa memilih Qatar sebagai tuan rumah adalah sebuah kesalahan. Namun, Presiden Infantino kini lantang membela Qatar, meski pembelaannya dikecam aktivis hak asasi manusia (HAM).
Dilaporkan VOA Indonesia, Minggu (20/11), Infantino menyebut kritikus terhadap Qatar sebagai kemunafikan, sambil menambahkan bahwa dengan terlibat adalah satu-satunya cara untuk memperbaiki masalah HAM.
Dalam pidato sambutan pembukaan pada konferensi pers menjelang dimulainya turnamen olahraga dua tahunan itu, Infantino mengecam kritikan pedas Eropa terhadap negara tuan rumah terkait masalah pekerja migran dan hak-hak LGBT.
"Saya orang Eropa. Atas apa yang telah kita lakukan selama 3.000 tahun di seluruh dunia, kita harus meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan sebelum memberikan pelajaran moral," ucap Presiden FIFA.
“Saya mengalami kesulitan dalam memahami kritik. Kita harus berinvestasi dalam membantu orang-orang ini, dalam pendidikan dan memberi mereka masa depan yang lebih baik dan lebih banyak harapan. Kita semua harus mendidik diri kita sendiri, banyak hal yang tidak sempurna, tetapi reformasi dan perubahan membutuhkan waktu.
Pelajaran moral sepihak ini hanyalah kemunafikan,” katanya.
"Tidak mudah menerima kritik atas keputusan yang dibuat 12 tahun lalu. Doha siap, Qatar siap, dan tentu saja ini akan menjadi Piala Dunia terbaik yang pernah ada,” tukasnya.
Masalah Intimidasi
Infantino menceritakan pengalamannya sendiri sebagai anak pekerja migran yang tumbuh di Swiss. Ia mengatakan mengalami intimidasi karena menjadi orang Italia dan memiliki rambut serta kulit yang berbintik-bintik merah.
"Saya tahu bagaimana rasanya didiskriminasi, saya tahu bagaimana rasanya dirundung" katanya.
"Apa yang Anda lakukan? Anda mulai terlibat, inilah yang seharusnya kita lakukan... Satu-satunya cara untuk mendapatkan hasil adalah dengan terlibat.”
"Saya percaya perubahan yang telah terjadi di Qatar mungkin tidak akan terjadi, atau setidaknya pada kecepatan itu, (tanpa Piala Dunia). Jelas, kami perlu menjaga tekanan, jelas kami perlu mencoba dan membuat segalanya menjadi lebih baik."
Pernyataan Infantino memicu reaksi balik dari para aktivis pembela HAM.
"Dengan menepis kritik hak asasi manusia yang sah, Gianni Infantino menolak harga yang sangat besar yang dibayarkan oleh pekerja migran untuk memungkinkan turnamen andalannya, serta tanggung jawab FIFA untuk itu," kata Steve Cockburn, dari Amnesty International.
Cockburn mengatakan tuntutan kompensasi yang adil tidak boleh "diperlakukan sebagai semacam perang budaya."
Advertisement