Liputan6.com, Beijing - China pada Rabu (7/12) mengumumkan perubahan terbesar pada peraturan anti-COVID yang ketat sejak pandemi dimulai tiga tahun silam, dengan melonggarkan berbagai peraturan yang membatasi penyebaran virus tetapi telah menggoyahkan ekonomi terbesar kedua dunia itu dan memicu berbagai protes.
Pelonggaran peraturan itu, di antaranya mengizinkan orang yang terinfeksi dengan gejala ringan atau tanpa gejala untuk dikarantinakan di rumah dan membatalkan keharusan tes bagi orang-orang yang bepergian di dalam negeri, merupakan isyarat terkuat bahwa Beijing sedang mempersiapkan 1,4 miliar penduduknya untuk hidup bersama dengan penyakit ini.
Baca Juga
Meskipun sebagian besar perbatasannya masih tutup, warga menyambut baik prospek perubahan itu yang dapat membuat China secara perlahan muncul kembali ke dunia, tiga tahun setelah virus COVID-19 mewabah di Wuhan, kota di China Tengah, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (7/12).
Advertisement
Pengumuman ini segera melejit ke topik yang paling banyak dilihat di platform Weibo China. Banyak orang menyambut baik prospek bepergian, meskipun sebagian menyatakan kekhawatiran mengenai kemungkinan penularan yang lebih besar.
“Sudah waktunya bagi kita untuk kembali hidup normal, dan bagi China untuk kembali ke dunia,” tulis seorang pengguna Weibo.
Para analis juga menyambut baik perubahan yang dapat menghidupkan kembali perekonomian dan mata uang China yang melemah dan mendorong pertumbuhan global.
“Perubahan kebijakan ini merupakan langkah maju yang besar,” kata Zhiwei Zhang, kepala ekonom di Pinpoint Asset Management. “Saya perkirakan China akan membuka kembali perbatasan sepenuhnya tidak lebih dari pertengahan 2023.”
Ambisi Xi Jinping
Pengumuman ini muncul setelah Presiden Xi Jinping, yang menganggap perjuangan tanpa henti China dalam melawan COVID sebagai salah satu pencapaian utamanya, memimpin pertemuan Politbiro Partai Komunis pada hari Selasa.
Kota-kota di berbagai penjuru China dilanda protes menentang kebijakan COVID yang ketat pada akhir bulan lalu, yang dianggap sebagai unjuk ketidakpuasan masyarakat yang terbesar sejak Xi berkuasa pada 2012.
Meskipun protes-protes itu mereda dalam beberapa hari di tengah kehadiran polisi dalam jumlah besar, kota-kota dan berbagai daerah di China mulai mengumumkan langkah-langkah pelonggaran.
Banyak di antara langkah-langkah yang diambil kota-kota dan daerah itu tercermin dalam daftar perubahan kebijakan yang diumumkan oleh Otoritas Kesehatan Nasional pada hari Rabu.
Para pejabat juga telah melunakkan pandangan mereka mengenai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh virus tersebut, membuat China semakin dekat dengan apa yang dinyatakan oleh negara-negara lain selama lebih dari setahun ini sewaktu mencabut berbagai restriksi.
Advertisement
China Gencarkan Vaksinasi COVID-19 untuk Lansia
China mengatakan pihaknya akan mempercepat dorongan untuk memvaksinasi orang berusia 60 tahun ke atas terhadap COVID-19, setelah negara itu mencatat rekor jumlah kasus harian dalam beberapa hari terakhir.
Dikutip Channel News Asia, Rabu (30/11/2022), pengumuman itu muncul setelah protes akhir pekan yang menuntut diakhirinya kebijakan nol-COVID yang ketat di negara itu , yang bahkan menanggapi beban kasus kecil dengan lockdown yang keras dan perintah karantina.
Komisi Kesehatan Nasional Beijing (NHC) berjanji untuk "mempercepat peningkatan tingkat vaksinasi untuk orang berusia di atas 80 tahun, dan terus meningkatkan tingkat vaksinasi untuk orang berusia 60-79".
Ia juga mengatakan akan "membentuk kelompok kerja khusus ... untuk membuat pengaturan khusus untuk vaksinasi lansia terhadap COVID-19".
“Perlu untuk melakukan pendidikan sains populer tentang arti dan manfaat vaksinasi, dan mempublikasikan sepenuhnya kemanjuran vaksin dalam mencegah penyakit parah dan kematian,” tambahnya.
Tingkat vaksinasi yang rendah di China, terutama di antara populasi yang lebih tua, telah lama dianggap memperpanjang pendekatan tanpa toleransi Beijing terhadap COVID-19.
Hanya 65,8 persen orang berusia di atas 80 tahun yang divaksinasi penuh, kata pejabat NHC dalam konferensi pers hari Selasa.
Ditambah lagi, China belum menyetujui vaksin mRNA, yang terbukti lebih efektif, untuk penggunaan publik.
Rendahnya Vaksinasi
Banyak yang khawatir bahwa pencabutan kebijakan itu sementara sebagian besar penduduk tetap tidak diimunisasi sepenuhnya dapat membebani sistem perawatan kesehatan China dan menyebabkan lebih dari satu juta kematian.
Tetapi kebijakan nol-COVID telah memicu keresahan besar-besaran, dengan orang-orang turun ke jalan di kota-kota besar China pada hari Minggu untuk memprotes lockdown yang kejam dan pembatasan kebebasan bergerak yang lebih luas.
China mencatat 38.421 infeksi domestik pada Selasa, sedikit turun dari rekor tertinggi yang terlihat selama akhir pekan dan relatif rendah jika dibandingkan dengan beban kasus yang terlihat di negara-negara barat selama puncak pandemi.
Advertisement