Liputan6.com, Singapura - Singapura akan mengeksekusi mati seorang wanita untuk pertama kalinya dalam hampir 20 tahun. Eksekusi dijadwalkan berlangsung pada Jumat (28/7/2023), satu dari dua yang akan dilakukan dalam pekan ini.
Warga negara Singapura bernama Saridewi Djamani (45) divonis mati pada tahun 2018, setelah dinyatakan bersalah memiliki 30 gram heroin untuk diperdagangkan. Demikian menurut Transformative Justice Collective (TJC), yang melacak kasus hukuman mati, seperti dilansir The Guardian, Rabu (26/7).
Baca Juga
Jika hukuman mati dijalankan, para aktivis yakin bahwa dia akan menjadi perempuan pertama yang dieksekusi di Singapura sejak 2004 ketika Yen May Woen, seorang penata rambut berusia 36 tahun, digantung karena perdagangan narkoba.
Advertisement
Terpidana mati lainnya adalah Mohd Aziz bin Hussain (56), seorang pria Melayu Singapura berusia 56 tahun. Menurut TJC, dia telah diberitahu akan dieksekusi mati pada Rabu di Penjara Changi, menyusul hukuman mati yang dijatuhkan pada tahun 2018 setelah dinyatakan bersalah memperdagangkan sekitar 50 gram heroin.
Singapura memiliki sejumlah undang-undang narkoba paling keras di dunia dan menuai kritik internasional dalam beberapa tahun terakhir menyusul penerapan hukuman mati atas pelanggaran narkoba.
"Pihak berwenang tidak tergerak oleh fakta bahwa sebagian besar terpidana mati berasal dari kelompok yang terpinggirkan dan rentan. Orang-orang yang terpidana mati adalah orang-orang yang dianggap tidak perlu oleh gembong narkoba dan Singapura. Ini bukan sesuatu yang harus dibanggakan oleh orang Singapura," ujar jurnalis dan aktivis yang telah menghabiskan satu dekade berkampanye melawan hukuman mati Kirsten Han.
Pemerintah Singapura mempertahankan hukuman mati sebagai pencegah yang efektif terhadap kejahatan terkait narkoba dan langkah ini disebut mendapat sokongan luas masyarakat.
Singapura Eksekusi Mati 13 Pasca Pandemi COVID-19
Penelitian Amnesty International menemukan Singapura adalah salah satu dari sedikit negara yang mengeksekusi orang karena kejahatan terkait narkoba tahun lalu, bersama dengan China, Arab Saudi, dan Iran. Vietnam juga kemungkinan melakukannya, sebut Amnesty International, meskipun jumlahnya tidak diketahui.
"Tidak ada bukti bahwa hukuman mati memiliki efek jera ... atau berdampak pada penggunaan dan ketersediaan narkoba," kata pakar hukuman mati di Amnesty International Chiara Sangiorgio.
"Ketika negara-negara di seluruh dunia menghapus hukuman mati dan merangkul reformasi kebijakan terkait narkoba, otoritas Singapura tidak melakukan keduanya."
Setidaknya 13 orang telah digantung sejauh ini di Singapura sejak pemerintah melanjutkan eksekusi setelah jeda dua tahun selama pandemi COVID-19.
Advertisement