PM Xanana Gusmao: Timor Leste Tak Akan Gabung ASEAN Jika Isu Myanmar Tak Diselesaikan

Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao mengatakan bahwa Timor Leste tidak akan menjadi bagian dari ASEAN, jika organisasi politik regional itu tidak mampu menyelesaikan masalah junta militer Myanmar.

oleh Hariz Barak diperbarui 05 Agu 2023, 18:35 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2023, 18:35 WIB
Xanana Gusmao saat tiba di Dili usai menjalani perundingan antara Timor Leste dengan Australia terkait kesepakatan garis perbatasan maritim (11/3) (AP PHOTO/Valentino Darriel)
Xanana Gusmao saat tiba di Dili usai menjalani perundingan antara Timor Leste dengan Australia terkait kesepakatan garis perbatasan maritim (11/3) (AP PHOTO/Valentino Darriel)

Liputan6.com, Dili - Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao mengatakan bahwa Timor Leste tidak akan menjadi bagian dari ASEAN, jika organisasi politik regional itu tidak mampu menyelesaikan masalah junta militer Myanmar.

Sikap Timor Leste juga disampaikan PM Xanana kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, bahwa para pemimpin ASEAN tidak dapat meyakinkan junta militer Myanmar untuk menghormati demokrasi di negaranya.

"Jika ASEAN tidak dapat meyakinkan Junta Militer di Myanmar, saya dapat mengatakan Timor-Leste belum dapat mempercayai asosiasi ini, ini adalah posisi pemerintah," kata PM Xanana, Kamis 3 Agustus 2023 di Istana Kepresidenan usai bertemu Presiden Ramos-Horta, dikutip dari News-VIPTV, Sabtu (5/8/2023).

PM Xanana mengatakan, "Sebagai Perdana Menteri, Timor-Leste tidak akan bergabung dengan ASEAN, jika asosiasi tidak dapat meyakinkan junta militer, saya juga telah menyampaikan posisi Timor-Leste kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres".

Janji Junta Militer Myanmar untuk menggelar pemilu pada Agustus 2023 setelah melakukan kudeta militer pada 2021 tidak kunjung direalisasikan.

Junta kemudian menunda penyelenggaraan pemilu di negara tersebut dengan alasan keamanan dan memperpanjang keadaan darurat di negara tersebut.

Keputusan untuk menunda pemilu dibuat langsung oleh pemimpin junta militer Min Aung Hlaing, Senin (31/7/2023) seperti dilansir Reuters.

"Dalam melaksanakan pemilu, agar pemilu bebas dan adil, serta dapat memilih tanpa rasa takut, pengaturan keamanan tetap diperlukan sehingga keadaan darurat perlu diperpanjang," kata junta militer Myanmar dalam sebuah pernyataan di TV pemerintah.

Krisis di Myanmar

Xanana Gusmao
Xanana Gusmao (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Myanmar berada dalam krisis politik dan kemanusiaan setelah militer mengambil alih kekuasaan pada Februari 2021. Junta menuduh partai pemenang, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) melakukan kecurangan selama pemungutan suara November 2020.

Militer juga menangkap ketua partai NLD, Aung San Suu Kyi, hingga pejabat negara seperti presiden dan wakil presiden.

Warga yang tak menerima kudeta turun ke jalan untuk memprotes militer. Namun, junta menanggapi dengan kekerasan.

Sejumlah milisi di Myanmar juga berpartisipasi melawan junta. Banyak warga sipil mengangkat senjata setelah berlatih diam-diam di hutan.

Rezim Aung Hlaing juga tidak segan-segan menangkap dan membunuh siapapun yang dianggap menentang pemerintahnya.

Menurut sebuah badan pemantau hak asasi manusia, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), melaporkan jumlah korban tewas sejak kudeta telah mencapai 3.875 orang, sementara 24.100 lainnya telah ditangkap. Mereka yang masih ditahan sebanyak 19.733 orang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya