Liputan6.com, Jakarta - Ketika para pemimpin dunia berkumpul di Dubai mulai pada hari Kamis (30/11/2023) untuk menghadiri pertemuan puncak iklim PBB atau COP28 tahun ini, para pemimpin dari dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia akan absen dalam konferensi tersebut.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping tidak berencana menghadiri acara yang berlangsung selama dua minggu itu. COP28 bertujuan untuk mengarahkan pemerintah di seluruh dunia agar mendukung Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan target Perjanjian Paris tahun 2015 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri.
Baca Juga
Kedua negara akan mengirimkan perwakilan tingkat tinggi. Mantan Menteri Luar Negeri AS John Kerry, utusan khusus pemerintahan Biden untuk perubahan iklim, akan hadir dalam acara tersebut. Utusan iklim China, Xie Zhenhua, juga diperkirakan akan hadir.
Advertisement
Salah satu isu utama yang dibahas dalam KTT itu adalah struktur dana "kerugian dan kerusakan" yang ditujukan untuk memberi kompensasi kepada negara-negara berpendapatan rendah, yang sangat menderita akibat perubahan iklim, meskipun mereka tidak berkontribusi besar pada penyebab perubahan iklim.
Topik diskusi penting lainnya adalah penerapan perjanjian untuk menghapus penggunaan bahan bakar fosil, yang memegang peranan terbesar dalam emisi karbon.
Diskusi mengenai bahan bakar fosil mungkin menjadi rumit karena negara tuan rumah, yaitu Uni Emirat Arab (UEA) merupakan salah satu produsen minyak dan gas terbesar di dunia.
Kesepakatan Minyak Uni Emirat Arab
Dalam perkembangan yang mungkin dapat membuat konferensi di Dubai minggu ini menjadi semakin rumit, organisasi media Pusat Pemberitaan Iklim (Centre for Climate Reporting) dan British Broadcasting Corp., pada Senin (27/11), mengungkapkan bocoran dokumen yang menyebutkan bahwa penyelenggara COP28 di UEA telah menjadwalkan diskusi mengenai proyek pengembangan minyak dan gas dalam konferensi tersebut.
Keputusan untuk memilih UEA menjadi tuan rumah konferensi sendiri merupakan sebuah keputusan yang kontroversial, terutama setelah Sultan Ahmed Al-Jaber, CEO grup dari Abu Dhabi National Oil Co., dipilih menjadi presiden COP28.
Laporan yang dirilis pada Senin itu mencakup poin diskusi internal yang tampaknya disiapkan untuk Al-Jaber menjelang pertemuannya dengan sejumlah perwakilan dari berbagai negara, termasuk, China, Kolombia dan Mesir. Poin-poin tersebut mengindikasikan kesediaan UEA untuk membangun proyek bahan bakar fosil yang baru.
Menurut BBC, penyelenggara konferensi tersebut tidak membantah tuduhan yang muncul dan menolak untuk berkomentar lebih jauh. Mereka hanya menjawab bahwa "pertemuan rahasia tetaplah bersifat rahasia."
Advertisement
Optimisme Aktivis
Di saat sebagian aktivis merasa terganggu dengan keputusan untuk menjadikan UEA sebagai tuan rumah konferensi iklim tahun ini, sejumlah aktivis lainnya mengatakan pengungkapan akan adanya diskusi mengenai proyek bahan bakar fosil yang baru dapat meningkatkan kesempatan untuk mengadopsi bahasa penghentian bertahap bahan bakar fosil.
"Kami sangat jelas terkait batas apa yang kami perjuangkan, dan dengan munculnya laporan terbaru ini, kami semakin tahu dengan apa yang sedang terjadi di balik layar, yang sebelumnya telah kita semua curigai namun tidak ada yang berani mengatakannya secara gamblang," ujar Cherelle Blazer, direktur kebijakan iklim internasional di Sierra Club, kepada VOA. "Mengingat semua faktor yang muncul, jika terdapat kejelasan yang lebih dari biasanya, saya rasa ada kesempatan yang bagus."
Blazer juga mengatakan bahwa ia tidak khawatir mengenai absennya Biden dan Xi Jinping.
"Delegasi dari Senat akan hadir di konferensi. Tim perunding dari AS akan hadir lengkap. Kerry juga akan ada di sana. Jadi, semua pihak yang perlu hadir untuk mewujudkan sesuatu akan berada di konferensi itu," tambahnya.