Kompak, Menlu 5 Negara Mayoritas Muslim Minta AS untuk Menekan Israel Agar Ada Gencatan Senjata di Jalur Gaza

Qatar masih terus mencoba agar ada gencatan senjata di Jalur Gaza.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 10 Des 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 10 Des 2023, 10:00 WIB
Gencatan Senjata Jalur Gaza
Pada Selasa (28/11), gencatan senjata Israel dan Hamas telah resmi diperpanjang dua hari hingga Rabu (29/11). Perpanjangan ini diumumkan langsung oleh Qatar selaku mediator kedua belah pihak, bersama-sama dengan Mesir. (AP Photo/Mohammed Hajjar)

Liputan6.com, Washington, DC - Qatar merasa kecewa dengan manuver Amerika Serikat yang melakukan veto terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB untuk gencatan senjata di Jalur Gaza. Tapi Qatar dan negara-negara mayoritas Muslim lainnya belum menyerah dan terus melobi AS untuk menekan Israel.

Pada Sabtu (9/12), menteri luar negeri Qatar, Arab Saudi, Yordania, Mesir, dan Turki kompak mengunjungi Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk membahas krisis di jalur Gaza.

Berdasarkan rilis resmi Kementerian Luar Negeri Qatar, lima menlu yang hadir adalah:

1. Perdana Menteri dan Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani

2. Menlu Kerajaan Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan

3. Deputi PM dan Menteri Luar Negeri dan Urusan Ekspatriat Kerajaan Yordania Dr. Ayman Al-Safadi

4. Menteri Luar Negeri Republik Arab Mesir Sameh Shokry

5. Menteri Luar Negeri Republik Turkiye Hakan Fidan

Turut hadir bersama mereka adalah Menlu Palestina Riyad Al Maliki.

Mereka semua menegaskan posisi bersatu untuk menolak operasi militer oleh pasukan okupasi Israel di Jalur Gaza, serta menyerukan segera gencatan senjata untuk memastikan keamanan para warga sipil, dan mencabut semua halangan untuk masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.

Para menteri itu menekan AS agar memainkan peran yang lebih besar dalam menekan Israel untuk segera melakukan gencatan senjata. Mereka juga kecewa atas veto yang dilakukan AS.

"(Para menteri) mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap kegagalan di Dewan Keamanan PBB, pada kedua kalinya, untuk memvoting resolusi agar ada gencatan senjata segera di Jalur Gaza untuk alasan-alasan kemanusiaan, setelah Amerika Serikat menggunakan kekuatan vetonya," tulis pernyataan dari Kemlu Qatar.

Mendirikan Negara Palestina

Di sisi lain, Menlu AS Antony Blinken menuliskan bahwa pertemuannya dengan para menlu Timur Tengah juga terkait berdirinya negara Palestina.

"Kami mendiskusikan tujuan bersama kami dalam membangun negara Palestina bersama Israel," ujar Menlu Blinken via situs Twitter.

Selain itu, Blinken mengaku turut membahas isu NATO bersama Turki yang notabene satu-satunya negara anggota NATO yang hadir.

"Menekankan pentingnya meratifikasi naiknya Swedia ke NATO tanpa penundaan," kata Antony Blinken.

AS Veto Resolusi Gencatan Senjata DK PBB

Resolusi DK PBB
Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang menyerukan gencatan senjata segera dalam pertempuran sengit antara Israel dan Hamas di Gaza. (Charly TRIBALLEAU/AFP)

Sebelumnya dilaporkan, Israel meningkatkan serangannya terhadap militan Hamas di Gaza pada Sabtu 9 Desember 2023, setelah Amerika Serikat memblokir upaya luar biasa PBB untuk menyerukan gencatan senjata dalam perang dua bulan antara Hamas dan Israel.

Hamas dan Otoritas Palestina dengan cepat mengutuk veto AS ketika kementerian kesehatan yang dikelola Hamas menyebutkan jumlah korban tewas terbaru di Gaza mencapai 17.487 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Serangan Israel di kota selatan Khan Yunis menewaskan enam orang, sementara lima lainnya tewas dalam serangan terpisah di Rafah, kata kementerian itu pada Sabtu (9/12) seperti dikuttip dari Channel News Asia (CNA).

Israel telah berjanji untuk membasmi Hamas atas serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 7 Oktober ketika militan menerobos perbatasan militer Gaza untuk membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera, 138 di antaranya masih disandera, menurut hitungan Israel.

Sebagian besar wilayah Gaza telah hancur menjadi puing-puing dan PBB mengatakan sekitar 80 persen penduduknya telah mengungsi, dan dilaporkan terjadi kekurangan makanan, bahan bakar, air dan obat-obatan.

"Dingin sekali, dan tendanya sangat kecil. Yang saya miliki hanyalah pakaian yang saya kenakan, saya masih belum tahu apa langkah selanjutnya," kata Mahmud Abu Rayan, pengungsi dari Beit Lahia di utara.

Resolusi Dewan Keamanan atau DK PBB yang menyerukan gencatan senjata segera diveto oleh Amerika Serikat pada hari Jumat (8/12).

Utusan AS Robert Wood mengatakan resolusi itu "berbeda dari kenyataan" dan "tidak akan membawa kemajuan di lapangan".

 

Israel Masih Ogah Gencatan Senjata

Resolusi DK PBB
AS lebih memilih diplomasinya sendiri, dibandingkan tindakan Dewan Keamanan, untuk memenangkan pembebasan lebih banyak sandera dan menekan Israel agar lebih melindungi warga sipil dalam serangannya di Gaza, yang dilancarkan setelah serangan Hamas yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang. Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan lebih dari 17.480 orang tewas dalam serangan Israel. (Yuki IWAMURA/AFP)

Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan gencatan senjata "akan mencegah keruntuhan organisasi teroris Hamas, yang melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan akan memungkinkan mereka untuk terus berkuasa di Jalur Gaza".

Hamas pada hari Sabtu mengecam penolakan AS terhadap upaya gencatan senjata dan menyebutnya sebagai “partisipasi langsung pendudukan dalam membunuh rakyat kami dan melakukan lebih banyak pembantaian dan pembersihan etnis”.

Sementara Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan hal itu adalah "aib dan cek kosong yang diberikan kepada negara pendudukan untuk melakukan pembantaian, penghancuran, dan penggusuran".

Veto tersebut dengan cepat dikutuk oleh kelompok-kelompok kemanusiaan, dan Doctors Without Borders (MSF) mengatakan Dewan Keamanan "terlibat dalam pembantaian yang sedang berlangsung".​

Militer Israel mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka telah menyerang 450 sasaran di Gaza selama 24 jam, yang menunjukkan rekaman serangan dari kapal angkatan laut di Mediterania.

Kementerian Kesehatan Hamas melaporkan 40 orang tewas di dekat Kota Gaza di utara, dan puluhan lainnya di Jabalia dan kota utama Khan Younis di selatan.

Mimpi Buruk Kemanusiaan

Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Perang antara Israel dan Hamas kali ini menjadi perseteruan paling mematikan dalam 75 tahun sejarah Israel dan Palestina. (AP Photo/Victor R. Caivano)

Setelah dua bulan konflik dan pemboman, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan pada hari Jumat (8/12) bahwa "rakyat Gaza sedang melihat ke jurang yang dalam".

"Orang-orang putus asa, takut dan marah. Semua ini terjadi di tengah mimpi buruk kemanusiaan yang semakin meningkat," kata Guterres.

Banyak dari 1,9 juta warga Gaza yang mengungsi akibat perang telah menuju ke selatan, mengubah Rafah di dekat perbatasan Mesir menjadi sebuah kamp yang luas.

Dengan meningkatnya jumlah korban tewas pekerja medis dalam konflik tersebut, lebih dari selusin negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengajukan rancangan resolusi pada hari Jumat yang mendesak Israel untuk menghormati kewajibannya berdasarkan hukum internasional untuk melindungi pekerja kemanusiaan di Gaza.

Mereka menyerukan Israel untuk "menghormati dan melindungi" pekerja medis dan kemanusiaan yang secara eksklusif terlibat dalam melaksanakan tugas medis, serta rumah sakit dan fasilitas medis lainnya.

Hanya 14 dari 36 rumah sakit di Jalur Gaza yang berfungsi sesuai kapasitasnya, menurut badan kemanusiaan PBB OCHA.

Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan
Infografis Keprihatinan Serangan Militer Israel di Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya