Liputan6.com, Washington, DC - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung gagasan Presiden Donald Trump agar Amerika Serikat (AS) mengambil alih Jalur Gaza. Tidak hanya itu, menteri pertahanan (menhan) Israel menginstruksikan militernya untuk menyusun rencana yang memungkinkan "kepergian sukarela" warga Palestina dari Jalur Gaza.
"Ini adalah ide bagus pertama yang saya dengar. Ini adalah ide luar biasa dan saya rasa ide ini harus benar-benar diteruskan, dipertimbangkan, dijalankan, dan diselesaikan karena saya rasa ini akan menciptakan masa depan yang berbeda untuk semua orang," kata Netanyahu tentang rencana Trump untuk masa depan Jalur Gaza, dalam wawancara dengan Fox News pada Rabu (5/2/2025), seperti dikutip dari CNN, Kamis (6/2).
Advertisement
Baca Juga
"Sejauh ide ini memungkinkan warga Gaza yang ingin pergi untuk pergi, apa yang salah dengan itu?" tambahnya, sambil mengatakan bahwa warga Palestina yang pergi bisa kembali setelah rekonstruksi selesai.
Advertisement
Dalam konferensi pers bersama Netanyahu pada Selasa (4/2), Trump mengumumkan gagasan agar AS mengambil alih kepemilikan jangka panjang atas Jalur Gaza, merelokasi penduduknya ke negara tetangga, dan mengubah wilayah kantong Palestina tersebut menjadi apa yang dia sebut sebagai "Riviera Timur Tengah".
Sebagian besar Jalur Gaza telah hancur akibat pengeboman Israel selama 15 bulan pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Gagasan Trump tidak hanya menimbulkan pertanyaan besar soal apakah warga Palestina bisa dipindahkan secara paksa dari rumah mereka, namun juga bertentangan dengan kebijakan luar negeri AS selama beberapa dekade yang mendorong solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.
Kritikus memperingatkan bahwa ide Trump kemungkinan akan melanggar hukum internasional, berpotensi menjadi pembersihan etnis, dan bisa membuat pasukan AS terlibat lagi dalam konflik di jantung Timur Tengah.
Pemimpin regional, pejabat Palestina, dan banyak sekutu Barat AS secara luas menolak ide relokasi penduduk Jalur Gaza. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Majed Al Ansari mengatakan pada Rabu bahwa negara-negara Arab berencana untuk membangun kembali Jalur Gaza sementara warga Palestina tetap tinggal di wilayah itu.
Instruksi Menhan Israel
Pada Kamis, Menhan Israel, Israel Katz, menginstruksikan Angkatan Bersenjata Israel (IDF) untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan "kepergian sukarela" warga Jalur Gaza. Demikian menurut pernyataan dari Kementerian Pertahanan Israel.
"Saya telah menginstruksikan IDF menyiapkan rencana untuk memungkinkan kepergian sukarela warga Gaza," kata Katz, menurut juru bicaranya.
"Saya menyambut inisiatif berani Presiden Trump, yang dapat memungkinkan sebagian besar penduduk Gaza untuk pindah ke berbagai tujuan di seluruh dunia."
Katz menambahkan bahwa rencana Trump akan memakan waktu bertahun-tahun dan selama periode tersebut, warga Palestina akan diintegrasikan ke negara-negara penerima, sambil memfasilitasi upaya rekonstruksi jangka panjang di Jalur Gaza yang terdemiliterisasi dan bebas ancaman di era pasca-Hamas.
Bagaimanapun, gagasan Trump bertentangan dengan aspirasi warga Palestina, yang telah lama memperjuangkan kemerdekaan dan dengan tegas menolak usulan pemindahan, bahkan ketika pertama kali disampaikan Trump dua pekan lalu.
"Ini tanah kami dan kami adalah pemilik sah dan sejati," kata Amir Karaja, seorang warga Gaza Utara, kepada CNN pada Rabu. "Saya tidak akan pergi. Tidak Trump, maupun siapa pun, bisa mengusir kami dari Gaza."
Menurut PBB, ada sekitar 5,9 juta pengungsi Palestina di seluruh dunia, sebagian besar di antaranya adalah keturunan dari orang-orang yang dipaksa mengungsi saat pembentukan Israel pada tahun 1948.
Sekitar 90 persen penduduk Gaza terpaksa mengungsi dalam perang terakhir dan banyak di antaranya harus pindah berkali-kali, bahkan ada yang lebih dari 10 kali.
Advertisement
Komitmen Menghancurkan Hamas
Dalam wawancaranya dengan Fox, Netanyahu mengatakan pemerintahannya tetap berkomitmen menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas di Jalur Gaza.
"Kami telah menghancurkan sebagian besar kekuatan militer Hamas, namun tidak seluruhnya," ujarnya, menambahkan "Kami akan memastikan itu tidak ada ketika perang ini berakhir."
Meski perang Israel selama 15 bulan terhadap Hamas telah menghilangkan banyak pemimpin senior kelompok tersebut, meratakan Jalur Gaza, dan menewaskan puluhan ribu warga Palestina, Hamas tetap bertahan.
Negosiasi untuk memperpanjang gencatan senjata di Jalur Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera menghadapi ketidakpastian besar, dengan banyak pertanyaan tentang apa yang akan terjadi pada fase selanjutnya dari gencatan senjata yang rapuh ini.
Netanyahu mengaku pemerintahannya tetap berkomitmen membebaskan semua sandera yang tersisa di Jalur Gaza. Namun, dia sangat berhati-hati terhadap fase kedua kesepakatan tersebut, yang mencakup penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza dan kembalinya sandera yang masih ada di sana.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)