WNI Jadi Terdakwa Kasus Investasi Bodong Senilai Rp361 Miliar di AS

WNI terdakwa kasus investasi bodong bernama Francius Marganda telah ditangkap FBI saat dia berada di Singapura.

oleh Tim Global diperbarui 03 Feb 2024, 16:59 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2024, 16:59 WIB
Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)
Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Washington, DC - Francius Marganda, 41 tahun, dikenai 16 dakwaan terkait penipuan, pencucian uang dan tuduhan konspirasi terhadap mayoritas warga Indonesia di New York, Amerika Serikat (AS), senilai total lebih dari USD 23 juta atau hingga Rp361 miliar.

Berdasarkan rilis dari Kantor Kejaksaan New York, Francius diduga melakukan skema Ponzi dari Mei 2019 hingga Mei 2021 dengan ratusan korban investor yang menetap di lebih dari 12 negara bagian termasuk New York dan di Indonesia.

"Ratusan korban menitipkan uang hasil jerih payah mereka kepada rekan senegaranya dari Indonesia yang ternyata adalah penipu yang jahat. Francius mengkhianati kepercayaan mereka dengan menggunakan skema ponzi klasik untuk menipu mereka hingga jutaan dolar untuk keuntungan pribadinya," ungkap Breon Peace, jaksa Kantor Distrik Timur New York dalam rilisnya, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (3/2/2024).

VOA menemui Yuliana Hasan, korban kasus investasi bodong yang bermukim di Kota New York. Yuliana sehari-hari bekerja di sebuah binatu di kawasan Queens. Melalui salah satu program investasi bodong Francius, Global Transfer, Yuliana sempat raih untung di awal investasinya.

"Wah interest (bunganya-red)-nya tinggi banget bisa lebih dari 50 persen! Awalnya kita masukin USD 2.500, kita dapat balik sampai USD 4500," ujarnya kepada VOA.

Keuntungan yang menggiurkan ini membuatnya terlena untuk lanjut berinvestasi dan melipatgandakan jumlah uang yang diinvestasikan.

Luapan Emosi Korban Penipuan

Ilustrasi dolar AS
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Limi, korban lain yang VOA temui, berinvestasi bersama dengan Yuliana. Kepada VOA dia menunjukkan dokumen bukti investasinya ke Global Transfer.

"Periodenya katanya tiga bulan, kalau kita invest (investasi) USD 5.000 baliknya 60 persen. Total kita dapat balik USD 8.000," ujar Limi yang mengaku bekerja di dua tempat dalam sepekan untuk menafkahi keluarganya.

Pada tahun 2021, Global transfer gagal mengembalikan uang Yuliana dan Limi. Masing-masing kehilangan lebih dari Rp2 miliar.

"Saat itu rasanya mau mati bunuh diri. Kita kumpulin duit sedikit demi sedikit keringat dan darah kita. Kita berjuang di sini untuk dua anak kami," cerita Yuliana yang sudah 17 tahun tinggal di AS.

"Itu semua hasil jerih payah bekerja di Amerika selama 24 tahun," kata Limi yang berniat kirimkan uang tersebut untuk bantu keluarganya di Tanah Air.

Libatkan FBI, Diekstradisi dari Singapura

Ilustrasi FBI
Ilustrasi FBI (AFP Photo / Mandel Ngan)

Biro Penyelidik Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI) menangkap Francius melalui proses ektradisi saat dia berada di Singapura.

Berdasarkan keterangan Konsulat Jenderal RI New York kepada VOA, Francius tengah bersiap pulang ke Tanah Air dari Singapura.

"Awalnya kami dapat informasi dari KBRI Singapura bahwa Pak Francius ini akan diekstradisi ke New York 9 November 2023. Kemudian dia didakwa di depan hakim tanggal 13 November 2023," ungkap Konsul Protokol dan Konsuler Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) New York Wanry Wabang saat ditemui VOA.

KJRI New York menyebut, meski berstatus terdakwa namun Marganda masih berstatus WNI yang berhak mendapat perlindungan hukum dari konsulat.

"Sebagai WNI, Pak Francius masih mendapatkan hak konsuler, misalnya hak untuk didampingi pengacara dan pemberian keperluan sehari-hari untuk di penjara," tutur Wanry.

Terancam hingga 20 Tahun Penjara

Ilustrasi penjara
Ilustrasi penjara (Dok. AFP)

Berdasarkan keterangan Kementerian Kehakiman AS, Francius diketahui mengoperasikan sebuah perusahaan tiket pesawat diskon di New York dan sebuah perusahaan barang mewah yang terdaftar di California. Francius diduga menjalankan skema penipuannya dengan beberapa rekanannya dengan cara meminta investasi dalam dua program palsu, Easy Transfer dan Global Transfer.

Sebagian besar korban adalah dari komunitas Indonesia di AS yang menginvestasikan uang sekitar Rp361 miliar. Dari sejumlah dokumen yang VOA terima, para korban menandatangani surat perjanjian yang dilengkapi dengan nominal investasi lengkap dengan jumlah pengembalian uang yang dijanjikan.

Pengembalian uang ke investor mandek pada Mei 2021, yang berujung kepada sejumlah tuntutan berbeda kepada Francius dan sejumlah orang lainnya yang diduga jadi rekannya dalam skema ini.

Berdasarkan penelusuran VOA, nama Francius Luando Marganda setidaknya tercatat dalam empat tuntutan berbeda di Pengadilan Queens County pada Juni 2021.

Atas tuduhan ini Francius diancam pasal berlapis.

"Tuduhan di dalam dakwaan adalah dugaan, dan Marganda dianggap tidak bersalah hingga terbukti bersalah. Jika terbukti bersalah, Marganda akan menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun untuk setiap tuduhan penipuan kawat, penipuan sekuritas, konspirasi penipuan kawat dan konspirasi pencucian uang dan untuk empat tuduhan pencucian uang; hingga 10 tahun penjara untuk dua tuduhan pencucian uang; dan hukuman penjara hingga lima tahun untuk tuduhan konspirasi penipuan sekuritas," demikian dikutip dari rilis Kementerian Hukum AS.

Francius saat ini ditahan di penjara federal Brooklyn, sembari menanti sidang lanjutan pada 1 Maret 2024.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya