Palau Alami Serangan Siber Besar-besaran, Tuding China Biang Keroknya

Palau menduga peristiwa ini ada kaitannya dengan dukungannya terhadap Taiwan.

oleh Tim Global diperbarui 07 Jun 2024, 12:10 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2024, 12:10 WIB
Hibah kendaraan patroli Indonesia kepada Palau.
Hibah kendaraan patroli Indonesia kepada Palau. Dok: Kemlu

Liputan6.com, Ngerulmud - Presiden Palau Surangel Whipps, Rabu (5/6/2024) mengonfirmasi bahwa kepulauan Pasifik itu, salah satu dari sedikit sekutu diplomatik Taiwan, telah mengalami serangan siber besar-besaran. Dia menyalahkan China atas serangan siber tersebut.

"Ini benar-benar serangan besar pertama yang kami alami dalam catatan pemerintah," kata dia kepada wartawan di Tokyo, sehari setelah mengadakan pembicaraan dengan PM Jepang Fumio Kishida, seperti dilansir VOA Indonesia, Jumat (7/6).

Palau adalah salah satu dari hanya 12 negara di seluruh dunia yang secara diplomatis mengakui Taiwan yang mempunyai pemerintahan sendiri. China mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.

Taiwan mengatakan pada hari Senin (3/6) bahwa pihaknya siap membantu Palau meningkatkan pertahanan digitalnya setelah The New York Times melaporkan bahwa lebih dari 20.000 dokumen telah dicuri dari pemerintah Palau.

"Saya pikir China ingin melemahkan hubungan tersebut, menunjukkan kerentanan kami, dan cara yang bagus untuk melakukannya adalah dengan meretas sistem kami," tutur Whipps.

Whipps menerangkan bahwa dokumen-dokumen tersebut dicuri pada bulan Maret, tepat ketika Amerika Serikat (AS) menyetujui paket bantuan dua dekade untuk Palau, dan beberapa minggu kemudian dokumen-dokumen itu muncul di web gelap.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tidak Terkait Uang

Ilustrasi hacker.
Ilustrasi hacker. (Dok. Clint Patterson/Unsplash)

Kelompok Ransomware DragonForce mengaku bertanggung jawab atas peretasan tersebut, lapor The New York Times, mengutip para analis yang mengatakan bahwa tidak biasa bagi China untuk melakukan subkontrak terhadap operasi semacam itu.

"Alasan kami mengatakan mungkin ada keterlibatan pemerintah adalah karena mereka tidak tertarik pada uang. Mereka benar-benar tidak menuntut uang," ungkap Whipps.

Karena tidak ada motif finansial di balik serangan itu, Whipps mencapnya sebagai "pelecehan".

"Jika Anda tidak meminta uang tebusan dan sidik jarinya berasal dari suatu tempat di China maka mungkin asumsinya adalah ada aktor pemerintah," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya