Janji Putin Jelang Kunjungannya ke Korea Utara

Putin akan melawat ke Korea Utara selama dua hari, dimulai hari ini.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 18 Jun 2024, 10:23 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 10:01 WIB
Kim Jong Un dan Vladimir Putin di Kosmodrom Vostochny
Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un digelar saat Rusia berada dalam ketegangan sehubungan dengan serangannya ke Ukraina. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Pyongyang - Vladimir Putin berjanji akan membangun sistem perdagangan dan keamanan dengan Korea Utara yang tidak dikendalikan oleh Barat. Hal itu tertuang dalam suratnya yang diterbitkan oleh media pemerintah Korea Utara pada hari Selasa (18/6/2024), menjelang rencana kunjungannya ke negara tersebut.

Dalam surat, yang dipublikasikan Rodong Sinmun, corong Partai Buruh Korea Utara, presiden Rusia itu mengatakan kedua negara telah mengembangkan hubungan baik dan kemitraan selama 70 tahun terakhir berdasarkan kesetaraan, saling menghormati, dan percaya.

"Kami akan mengembangkan mekanisme perdagangan alternatif dan penyelesaian bersama yang tidak dikendalikan oleh Barat, serta bersama-sama menolak pembatasan sepihak yang tidak sah," tulis Putin, seperti dilansir Reuters. "Dan pada saat yang sama – kami akan membangun arsitektur keamanan yang setara dan tak terpisahkan di Eurasia."

Putin berterima kasih kepada Korea Utara karena mendukung apa yang disebutnya sebagai operasi militer khusus di Ukraina. Putin berjanji pula akan menyokong upaya Korea Utara membela kepentingannya di tengah tekanan, pemerasan, dan ancaman militer Amerika Serikat (AS).

Surat Putin diterbitkan sehari setelah kedua negara mengumumkan bahwa Putin akan mengunjungi Korea Utara untuk pertama kalinya dalam 24 tahun selama dua hari mulai Selasa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kerja Sama Rusia-Korea Utara Tidak Menargetkan Negara Lain

Kim Jong Un dan Vladimir Putin di Kosmodrom Vostochny
Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memeriksa landasan peluncuran selama pertemuan mereka di kosmodrom Vostochny di luar kota Tsiolkovsky, sekitar 200 kilometer (125 mil) dari kota Blagoveshchensk di wilayah timur jauh Amur, Rusia, pada Rabu, 13 September 2023. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Penasihat kebijakan luar negeri Putin, Yuri Ushakov, menuturkan Rusia dan Korea Utara mungkin menandatangani perjanjian kemitraan selama kunjungan tersebut yang akan mencakup masalah keamanan.

Dia mengatakan kesepakatan itu tidak akan "ditujukan" terhadap negara lain, namun akan menguraikan prospek kerja sama lebih lanjut dan akan ditandatangani dengan mempertimbangkan apa yang terjadi antara kedua negara dalam beberapa tahun terakhir di bidang politik internasional, ekonomi, dan keamanan.

Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, menteri sumber daya alam, kesehatan, dan transportasi, kepala badan antariksa Rusia dan perkeretaapian, serta orang penting Putin di bidang energi dilaporkan akan menjadi bagian dari delegasi.

Kunjungan Putin seperti dilansir kantor berita Interfax akan mencakup diskusi tatap muka antara kedua pemimpin, gala konser, resepsi kenegaraan, penandatanganan dokumen, dan pernyataan kepada media.


Tuduhan Berulang AS

Satelit Mata-Mata Korea Utara
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri tengah) memeriksa landasan peluncuran roket Soyuz selama pertemuan mereka di kosmodrom Vostochny, luar Kota Tsiolkovsky, sekitar 200 kilometer (125 mil) dari Kota Blagoveshchensk di wilayah Amur timur jauh, Rusia, Rabu (13/9/2023). Korea Selatan menilai kemungkinan besar dukungan Rusia-lah yang memungkinkan Korea Utara menempatkan satelit mata-mata ke orbit untuk pertama kalinya pada minggu ini, dan negara-negara asing dapat mengetahui apakah satelit tersebut dapat melakukan fungsi pengintaian pada awal minggu depan, kata pejabat Seoul pada Kamis, 23 November. (Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller mengulangi tuduhan pada hari Senin bahwa Korea Utara memasok lusinan rudal balistik dan lebih dari 11.000 kontainer amunisi ke Rusia untuk digunakan di Ukraina.

Dia mengatakan AS melihat Putin menjadi sangat putus asa selama beberapa bulan terakhir dan meminta Iran dan Korea Utara untuk mengganti peralatan yang hilang di medan perang.

Rusia dan Korea Utara telah membantah adanya transfer senjata.

Pertemuan Kim Jong Un dan Putin menghadirkan ancaman terbesar terhadap keamanan nasional AS sejak Perang Korea, kata Victor Cha, mantan pejabat keamanan nasional AS yang kini bekerja di Center for Strategic and International Studies (CSIS).

"Hubungan ini, yang sudah lama ada dan diperkuat kembali oleh perang Ukraina, melemahkan keamanan Eropa, Asia, dan AS," tulis Cha dalam sebuah laporan pada hari Senin.

Dia menyerukan AS bekerja sama dengan Eropa dan mitra lainnya untuk meningkatkan tekanan ekonomi dan diplomatik terhadap Korea Utara, menjalin hubungan dengan China, dan meluncurkan kampanye hak asasi manusia dan informasi besar-besaran untuk membanjiri Korea Utara yang tertutup dengan media luar.


DK PBB Terpecah soal Korea Utara

Xi Jinping dan Kim Jong-un
Presiden China Xi Jinping dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berjalan sambil berbincang di pantai Dalian, Selasa (8/5). kunjungan kedua Kim ke China terjadi sebelum pertemuannya dengan Donald Trump. (Korean Central News Agency/Korea News Service via AP)

Secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), Korea Utara telah berada di bawah sanksi PBB karena program rudal balistik dan nuklirnya sejak tahun 2006, dan tindakan tersebut telah diperkuat selama bertahun-tahun.

Selama beberapa tahun terakhir Dewan Keamanan PBB terpecah belah mengenai cara menangani Korea Utara. Rusia dan China mengatakan sanksi yang lebih besar tidak akan membantu dan menginginkan tindakan seperti itu dilonggarkan. Pada Desember 2019, mereka mengusulkan agar sejumlah sanksi dicabut, namun belum pernah mengajukan rancangan resolusi terkait itu.

Pada Mei 2022, pasangan ini memveto dorongan AS untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi PBB terhadap Korea Utara atas peluncuran rudal balistiknya yang baru. Teranyar, Rusia pada bulan Maret tahun ini memveto rancangan resolusi mengenai pembaruan panel ahli yang memantau penegakan sanksi PBB.

China dan Rusia mengatakan latihan militer gabungan yang dilakukan AS dan Korea Selatan memprovokasi Korea Utara, sementara AS menuduh China dan Rusia menguatkan Korea Utara dengan melindunginya dari sanksi lebih lanjut.

Setelah Korea Utara, Putin akan mengunjungi Vietnam pada 19-20 Juni.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya