Liputan6.com, Gaza - Kabar pilu kembali datang dari para pengungsi Gaza. Anak-anak di wilayah tersebut dilaporkan mengalami penyakit kulit ekstrem akibat minimnya akses air bersih dan sanitasi.
Menurut WHO, lebih dari 150 ribu orang telah terjangkit penyakit kulit akibat kondisi pemukiman yang kumuh, terlebih sejak perang Israel Vs Hamas meletus pada 7 Oktober 2023.
Baca Juga
Salah satu yang mengalaminya adalah seorang putra berusia lima tahun dari warga Gaza, Waffa Elwan, yang tidak bisa tidur karena penyakit kulit yang dialaminya.
Advertisement
"Anak saya tidak bisa tidur sepanjang malam karena dia tidak bisa berhenti menggaruk tubuhnya," kata Elwan, seperti dilansir Malay Mail, Kamis (4/7/2024).
Putra Elwan diketahui memiliki bercak putih dan merah di kaki dan telapaknya, dan lebih banyak lagi di tubuhnya. Dia hanyalah salah satu dari banyak warga Gaza yang menderita infeksi kulit mulai dari kudis hingga cacar air, kutu, impetigo, dan ruam lain.
"Kami tidur di tanah, di pasir tempat keluarnya cacing di bawah kami," kata Elwan.
Keluarganya adalah satu dari ribuan orang yang tinggal di daerah berpasir dekat laut dekat kota Deir al-Balah di Gaza tengah. Elwan yakin infeksi tidak bisa dihindari.
"Kami tidak bisa memandikan anak kami seperti dulu. Tidak ada produk kebersihan dan sanitasi untuk kami mencuci dan membersihkan tempat itu. Tidak ada apa-apa," ungkapnya.
"Orang tua biasa menyuruh anak-anak mereka untuk mandi di Mediterania. Namun polusi yang meningkat akibat perang telah menghancurkan fasilitas-fasilitas dasar dan meningkatkan risiko penyakit."
"Laut semuanya adalah limbah. Bahkan mereka membuang sampah dan popok bayi ke laut," ujarnya.
Penyebaran Penyakit Kulit
WHO telah melaporkan 96.417 kasus kudis dan kutu sejak dimulainya perang di Gaza, 9.274 kasus cacar air, 60.130 kasus ruam kulit dan 10.038 kasus impetigo.
Kudis dan cacar air tersebar luas di wilayah pesisir Palestina, menurut Sami Hamid, seorang apoteker yang menjalankan klinik darurat di kamp Deir al-Balah.
Dua anak laki-laki yang berobat ke klinik tersebut juga mengalami lepuh an koreng akibat cacar air, yang tersebar di tangan, kaki, punggung dan perut.
Koordinator medis di Gaza untuk Doctors Without Borders (MSF) Mohammed Abu Mughaiseeb menyebut bahwa anak-anak semakin rentan karena "mereka bermain di luar, menyentuh apa saja, makan apa pun tanpa mencucinya."
Kondisi mereka diperburuk akibat cuaca panas dan kurangnya air bersih.
Abu Mughaiseeb juga mengatakan bahwa cuaca panas meningkatkan keringat dan penumpukan kotoran yang menyebabkan ruam dan alergi, yang jika digaruk dapat menyebabkan infeksi.
"Orang-orang tidak lagi tinggal di rumah, tidak ada kebersihan yang layak," katanya.
Advertisement
Khawatir Munculnya Kondisi Lebih Parah
Para dokter MSF khawatir akan munculnya kondisi kulit lain seperti leishmaniasis, yang bisa berakibat fatal hingga mematikan.
Anak-anak Gaza sudah sangat rentan terhadap penyakit, katanya, karena sistem kekebalan tubuh mereka terganggu akibat kekurangan gizi.
Hamid, seorang apoteker, mengatakan timnya mengunjungi sekolah darurat baru-baru ini, di mana 24 dari 150 siswanya menderita kudis.
"Beberapa dari mereka mengalami infeksi kulit, dan sayangnya infeksi ini menyebar di antara mereka," kata Ola al-Qula, seorang guru di salah satu sekolah tenda darurat.
WHO juga memperinatkan penyakit-penyakit lain juga merajalela di kamp-kamp pengungsi, dan berdampak pada buruknya kebersihan.
"Toilet di sini masih primitif, mengalir ke saluran-saluran di antara tenda-tenda, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap penyebaran epidemi," kata Hamid. WHO mengatakan 485.000 kasus diare telah dilaporkan.