Liputan6.com, Washington D.C - Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris pada Kamis (25/7/2024) mengutuk pembakaran bendera AS dalam aksi demonstrasi warga yang menolak kedatangan PM Israel Benjamin Netanyahu.
Kamala menyebut tindakan itu tercela dan tidak patriotik, dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (26/7).
Baca Juga
Para demonstran berunjuk rasa di Washington D.C selama pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di depan Kongres Amerika Serikat.
Advertisement
“Saya mengutuk pembakaran bendera Amerika Serikat. Bendera adalah simbol cita-cita tertinggi kita sebagai sebuah bangsa dan mewakili janji AS. Bendera tidak boleh dinodai dengan cara seperti itu,” kata Kamala Harris.
Dia mengatakan, demonstrasi pada Rabu kemarin menunjukkan tindakan tercela yang dilakukan oleh para pengunjuk rasa yang tidak patriotik dan retorika berbahaya yang dipicu oleh kebencian.
Pernyataan tersebut, yang juga didukung oleh para tokoh senior Demokrat lainnya, muncul di tengah upaya Partai Republik untuk menggambarkan partai tersebut sebagai pro-Hamas.
“Perusuh anti-Amerika Serikat dan pro-Hamas membakar bendera AS di depan gedung Capitol, dan perempuan yang ingin menjadi presiden kita masih menolak untuk mengutuknya,” tulis Senator J.D. Vance, yang mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama Donald Trump.
Ribuan demonstran yang marah atas perang di Gaza berdemonstrasi di sekitar gedung Capitol AS yang dijaga ketat pada Rabu kemarin ketika Netanyahu menyampaikan pidato tanpa kompromi kepada anggota parlemen.
Sekelompok pengunjuk rasa berkumpul di luar stasiun kereta api dekat gedung Capitol, di mana mereka mengecat monumen, membakar patung Benjamin Netanyahu, dan membakar bendera AS.
Bertemu Netanyahu, Kamala Harris Desak Israel Sepakati Gencatan Senjata dengan Hamas
Wakil Presiden Amerika Serikat (Wapres AS) Kamala Harris pada hari Kamis (25/7/2024) mengaku dia mendesak Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas, sehingga puluhan sandera yang ditawan sejak 7 Oktober 2023 dapat kembali ke rumah.
Harris mengatakan bahwa dia telah melakukan percakapan yang "blak-blakan dan konstruktif" dengan Netanyahu di mana dia menegaskan hak Israel untuk membela diri, namun juga menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang tingginya jumlah korban tewas di Jalur Gaza selama sembilan bulan perang dan situasi kemanusiaan yang "mengerikan" di sana.
Wapres AS itu sebagian besar menegaskan kembali pesan lama Joe Biden bahwa sudah waktunya untuk menemukan akhir dari perang brutal di Jalur Gaza, di mana lebih dari 39.000 warga Palestina telah tewas. Namun, dia memberikan nada yang lebih tegas tentang urgensi saat ini hanya satu hari setelah Netanyahu memberikan pidato berapi-api di hadapan Kongres AS, di mana dia membela perang, bersumpah atas "kemenangan total" melawan Hamas, dan hanya menyebutkan sedikit tentang negosiasi gencatan senjata.
"Ada gerakan penuh harapan dalam pembicaraan untuk mengamankan kesepakatan," kata Harris kepada wartawan tak lama setelah bertemu dengan Netanyahu seperti dilansir kantor berita AP, Jumat (26/7). "Dan seperti yang baru saja saya sampaikan kepada PM Netanyahu, sekarang saatnya untuk menyelesaikan kesepakatan ini."
Advertisement
Sempat Bertemu dengan Joe Biden
Sebelumnya pada hari yang sama, Netanyahu bertemu secara terpisah dengan Biden, yang juga telah meminta Israel dan Hamas untuk mencapai kesepakatan yang terdiri atas tiga fase yang didukung AS.
Pasca pertemuannya dengan Netanyahu, Harris juga mengaku bahwa perang di Jalur Gaza lebih rumit daripada sekadar mendukung satu pihak atau pihak lainnya.
"Terlalu sering, percakapan bersifat biner padahal kenyataannya tidak demikian," kata Harris, yang dalam kesempatan yang sama turut mengutuk kebrutalan Hamas.
Lebih lanjut Harris menyatakan, "Apa yang terjadi di Gaza selama sembilan bulan terakhir sangat menghancurkan. Gambar-gambar anak-anak yang meninggal dan orang-orang yang putus asa dan kelaparan melarikan diri demi keselamatan, terkadang mengungsi untuk kedua, ketiga atau keempat kalinya," kata Harris. "Kita tidak bisa berpaling dari tragedi ini. Kita tidak bisa membiarkan diri kita mati rasa terhadap penderitaan. Dan saya tidak akan diam."