Krisis Pengungsian di Myanmar: PBB Soroti Situasi yang Memburuk

Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stéphane Dujarric memaparkan peningkatan krisis pengungsian di Myanmar akibat konflik di wilayah utara Shan, Mandalay, dan negara bagian Rakhine.

oleh Tim Global diperbarui 23 Agu 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2024, 12:00 WIB
Etnis Muslim Rohingya, yang baru saja melintas perbatasan Myanmar menuju Bangladesh, sedang menunggu giliran menerima bantuan makanan dekat kamp pengungsi Balukhali (AP)
Etnis Muslim Rohingya, yang baru saja melintas perbatasan Myanmar menuju Bangladesh, sedang menunggu giliran menerima bantuan makanan dekat kamp pengungsi Balukhali (AP)

Liputan6.com, Naypyidaw - Pada Rabu, 21 Agustus, Stéphane Dujarric, juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, mengungkapkan bahwa memburuknya situasi di wilayah utara Shan, Mandalay, dan negara bagian Rakhine di Myanmar telah menyebabkan gelombang pengungsian baru.

Dalam keterangannya kepada wartawan di New York, Dujarric menyatakan bahwa berbagai laporan menunjukkan peningkatan permusuhan di Rakhine yang mengakibatkan korban jiwa dan pengungsian baru, terutama di Kota Maungdaw yang berbatasan dengan Bangladesh.

Pada 5 Agustus, dilaporkan sekitar 20.000 orang telah mengungsi dari tiga wilayah di pusat kota Maungdaw. Demikian dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (23/8/2024).

Ada juga laporan tentang lebih banyak orang yang menyeberang ke Bangladesh, tambah Dujarric.

Dujarric juga menyebutkan bahwa di bagian utara Shan, pertempuran telah kembali terjadi sejak akhir Juni, mengakibatkan sekitar 33.000 orang mengungsi dari empat kota. Laporan juga menyebutkan adanya korban sipil serta kehancuran rumah-rumah dan bangunan lainnya.

Hujan monsun yang lebat sejak akhir Juni semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah parah, lanjut Dujarric. Ia menambahkan bahwa sekitar 393.000 pria, wanita, dan anak-anak telah terdampak oleh banjir.

 

Rencana Kebutuhan dan Tanggapan Kemanusiaan 2024

Aktivitas Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Para pengungsi Rohingya berjalan di kamp pengungsi Jamtoli di Ukhia (22/3/2022). Ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha setelah tindakan keras tahun 2017, yang menjadi subjek kasus genosida di pengadilan tertinggi PBB di Den Haag. (AFP/Munir Uz Zaman)

Rencana Kebutuhan dan Tanggapan Kemanusiaan 2024 bertujuan untuk menjangkau sekitar 5,3 juta orang di seluruh penjuru negara tersebut, dengan fokus pada para pengungsi, daerah-daerah konflik yang sulit dijangkau, dan lokasi-lokasi dengan kebutuhan paling mendesak, jelas Dujarric.

Namun, ia menambahkan, Dari USD 993 juta yang kami perlukan untuk melaksanakan rencana ini, kami baru menerima 23 persen, atau sekitar USD 225 juta yang telah tersedia.

Dujarric menyimpulkan, Meskipun menghadapi berbagai tantangan, sekitar 2,1 juta orang di Myanmar telah menerima bantuan dari PBB dan mitra-mitra kemanusiaan lainnya pada paruh pertama tahun ini.

Mereka telah menerima bantuan berupa bahan makanan, layanan kesehatan, nutrisi, air, dan sanitasi. Lebih banyak lagi sumber daya yang sangat diperlukan agar para mitra dapat merespons kebutuhan yang terus meningkat dalam krisis ini.

 

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya