Pemimpin Junta Militer Myanmar Akan Kunjungi China, Ada Apa?

Lawatan ini berlangsung di tengah laporan bahwa militer Myanmar mengalami kemunduran dalam melawan pasukan anti-junta militer.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Nov 2024, 13:01 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2024, 13:01 WIB
Myanmar Gelar Parade Militer di Hari Angkatan Bersenjata
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). Myanmar saat ini sedang dalam kekacauan sejak para jenderal militer menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari. (Dok. AP Photo)

Liputan6.com, Naypyitaw - Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing akan melakukan perjalanan ke China pekan ini untuk menghadiri pertemuan puncak regional. Hal ini dilaporkan media pemerintah pada hari Senin (4/11/2024), menandai kunjungan pertama sang jenderal ke negara tetangga yang berpengaruh sejak dia merebut kekuasaan melalui kudeta tahun 2021.

Myanmar sendiri dilanda kekacauan sejak kudeta, termasuk di wilayah-wilayah di sepanjang perbatasannya dengan China, di mana gerakan perlawanan bersenjata yang dikombinasikan dengan milisi etnis minoritas berusaha merebut kendali wilayah-wilayah besar dari pemerintahan junta militer.

MRTV menyebutkan bahwa Min Aung Hlaing akan menghadiri pertemuan puncak Subwilayah Mekong Raya dan Strategi Kerja Sama Ekonomi Ayeyawady-Chao Phraya-Mekong (ACMECS) dan bergabung dalam pertemuan dengan Kamboja, Laos, dan Vietnam pada tanggal 6-7 November di Kunming.

"Dia akan mengadakan pertemuan dan diskusi dengan otoritas dari China dan akan berupaya meningkatkan hubungan bilateral, ekonomi, dan pembangunan di beberapa sektor," sebut MRTV, mengacu pada Min Aung Hlaing, seperti dilansir CNA, Selasa (5/11).

Reuters melaporkan bahwa kemunduran militer Myanmar dalam menghadapi kemajuan pesat pejuang anti-junta militer sejak serangan mendadak Oktober lalu membuat khawatir China, yang telah menutup sebagian perbatasan dan menghentikan impor utama ke daerah-daerah yang dikuasai pemberontak.

China memiliki kepentingan ekonomi strategis di Myanmar, termasuk jaringan pipa minyak dan gas utama yang melintasi negara itu dan pelabuhan laut dalam yang direncanakan di Teluk Benggala.

Beijing juga mengimpor logam tanah jarang dari tetangganya yang lebih kecil untuk digunakan di sektor otomotif dan energi angin.

Dalam perkembangan lainnya, junta militer telah memulai sensus nasional bulan lalu untuk membuka jalan bagi pemilu tahun depan, meskipun tidak memiliki kendali atas sebagian besar wilayah negara itu dan puluhan partai politik yang dibubarkan.

Media pemerintah Myanmar pada bulan Agustus menyebutkan bahwa China menjanjikan dukungan teknis dan bantuan kepada junta untuk sensus dan pemilu setelah Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu dengan Min Aung Hlaing.

Pertemuan di Naypyidaw itu dipandang oleh beberapa kritikus sebagai dukungan China terhadap junta. Para aktivis Myanmar sendiri telah menyuarakan rasa frustrasi atas sikap China, menyebutnya sebagai penghalang bagi perjuangan mereka untuk demokrasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya