Mediator Umumkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Tercapai, Israel: Rincian Akhir Masih Dibahas

Gencatan senjata Hamas dan Israel disebut akan meliputi gencatan senjata, pembebasan sandera, hingga memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 16 Jan 2025, 09:23 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2025, 09:23 WIB
Gaza yang Hancur Lebur akibat Konflik Israel-Palestina
Orang-orang melewati tumpukan puing di samping bangunan yang hancur oleh serangan udara Israel, di Kota Gaza, Jumat (21/5/2021). Israel dan Hamas telah sepakat untuk gencatan senjata di Jalur Gaza setelah 11 hari pertempuran. (AP Photo/John Minchillo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Doha - Israel dan Hamas telah sepakat untuk menghentikan perang yang menghancurkan di Jalur Gaza. Demikian diumumkan oleh mediator pada Rabu (15/1/2025), meningkatkan kemungkinan mengakhiri pertempuran paling mematikan dan merusak antara dua musuh bebuyutan ini.

Kesepakatan gencatan senjata tiga tahap ini menjanjikan pembebasan puluhan sandera yang ditahan di Jalur Gaza dan ratusan tahanan Palestina di Israel, serta memungkinkan ratusan ribu orang yang terlantar di Jalur Gaza untuk kembali ke sisa-sisa rumah mereka. Gencatan senjata, kata para mediator, juga akan memungkinkan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan masuk ke Jalur Gaza, yang hancur akibat 15 bulan perang.

Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengumumkan bahwa gencatan senjata akan mulai berlaku pada hari Minggu (19/1). Dia menekankan bahwa keberhasilan kesepakatan ini bergantung pada Israel dan Hamas yang harus "bertindak dengan itikad baik" untuk memastikan kesepakatan ini tidak gagal. Pernyataan tersebut disampaikannya di Doha, yang menjadi tempat berlangsungnya negosiasi intensif selama berminggu-minggu.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memuji kesepakatan gencatan senjata dari Washington, menekankan bahwa kesepakatan ini akan tetap berlaku selama Israel dan Hamas terus berunding untuk mencapainya jangka panjang. Biden memuji diplomasi AS yang gigih dan penuh ketekunan dalam mencapainya, sambil menyoroti bahwa tim dari pemerintahannya dan presiden terpilih Donald Trump "satu suara" dalam negosiasi terakhir ini. Demikian seperti dikutip dari AP, Kamis (16/1).

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pada Rabu (16/1) malam bahwa kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas belum sepenuhnya disepakati dan rincian finalnya masih dalam pembahasan.

Seorang pejabat Israel yang mengetahui pembicaraan tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa rincian yang sedang dibahas berfokus pada konfirmasi daftar tahanan Palestina yang akan dibebaskan. Setiap kesepakatan harus disetujui oleh Kabinet Keamanan Israel.

Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada Trump dan Biden atas upaya mereka dalam memajukan kesepakatan gencatan senjata ini, namun dia tidak secara tegas mengonfirmasi apakah dia menerimanya. Netanyahu menyatakan dia akan memberikan tanggapan resmi setelah rincian akhir kesepakatan yang sedang dibahas, diselesaikan.

Reaksi hati-hati Netanyahu ini mungkin berkaitan dengan politik domestik. Koalisi pemerintahannya bergantung pada dukungan dua faksi garis keras yang pemimpinnya mengancam akan meninggalkan pemerintah jika tahanan Palestina dibebaskan. Meskipun pemimpin oposisi mendukung kesepakatan gencatan senjata ini, kehilangan dukungan dari sekutu garis keras bisa menyebabkan keruntuhan koalisi dan memicu pemilu dini.

Dalam pidato yang disiarkan televisi nasional, Presiden Israel Isaac Herzog mendesak pemerintah Netanyahu untuk menyetujui gencatan senjata tersebut. Sementara itu, Hamas dalam pernyataannya menyebut gencatan senjata ini sebagai hasil dari ketangguhan luar biasa rakyat Palestina dan perlawanan heroik mereka di Jalur Gaza.

Sorak-sorai di Gaza dan Israel

Sandera Israel yang Diculik Hamas
Nasib para sandera, termasuk sandera dari pihak Palestina, hingga kini masih terlunta-lunta karena belum ada satupun kesepakatan yang dicapai untuk membebaskan mereka. (AHMAD GHARABLI/AFP)... Selengkapnya

Menurut seorang pejabat senior AS yang berbicara dengan syarat anonim, mediator dari Mesir, Qatar, dan AS akan bertemu di Kairo pada Kamis untuk membahas pelaksanaan kesepakatan.

Setelah fase pertama kesepakatan ini dimulai, pertempuran diperkirakan akan berhenti selama enam minggu dan negosiasi untuk mengakhiri perang secara keseluruhan akan dimulai.

Selama enam minggu tersebut, 33 dari hampir 100 sandera di Jalur Gaza diharapkan akan dipertemukan dengan keluarga mereka setelah berbulan-bulan tanpa kontak dengan dunia luar, meskipun belum dipastikan apakah semuanya masih hidup.

Masih belum jelas kapan dan berapa banyak pengungsi Palestina yang dapat kembali ke rumah mereka, serta apakah kesepakatan ini akan menghentikan perang sepenuhnya dan mengarah pada penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza — hal yang menjadi tuntutan utama Hamas untuk membebaskan sandera yang masih ditahan.

Banyak pertanyaan jangka panjang mengenai Jalur Gaza pasca-perang belum terjawab, seperti siapa yang akan menguasai wilayah tersebut atau mengawasi rekonstruksi setelah konflik yang telah mengguncang Timur Tengah dan memicu protes di seluruh dunia.

Perang terbaru di Jalur Gaza diawali dengan serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang diklaim Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 250 lainnya. Israel merespons dengan serangan besar yang telah menewaskan lebih dari 46.000 orang Palestina, menurut pejabat kesehatan setempat, yang merinci bahwa lebih dari setengah dari yang tewas adalah perempuan dan anak-anak.

Lebih dari 100 sandera telah dibebaskan dalam gencatan senjata selama seminggu pada November 2023.

AS, Mesir, dan Qatar telah memfasilitasi pembicaraan tidak langsung selama berbulan-bulan antara kedua belah pihak yang akhirnya menghasilkan kesepakatan ini. Kesepakatan ini juga muncul setelah Israel dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah, sepakat melakukan gencatan senjata pada November, setelah lebih dari setahun konflik yang terkait dengan perang di Jalur Gaza.

Organisasi internasional dan PBB memperkirakan sekitar 90 persen dari 2,3 juta penduduk Jalur Gaza telah mengungsi, seringkali beberapa kali. Mereka melaporkan puluhan ribu rumah hancur dan rumah sakit hampir tidak berfungsi. Para ahli memperingatkan kelaparan mungkin sudah dimulai di Gaza Utara.

Abed Radwan, seorang ayah Palestina dengan tiga anak, menyebut kesepakatan ini sebagai hari terbaik dalam hidupnya dan rakyat Jalur Gaza. Radwan, yang sudah lebih dari setahun mengungsi dari Beit Lahiya dan kini berada di Kota Gaza, berharap bisa pulang dan membangun rumahnya kembali. Suaranya terdengar tertutup oleh sorak-sorai warga Gaza yang merayakan.

"Orang-orang menangis di sini. Mereka tidak percaya ini nyata," ujarnya.

Di Israel, ratusan demonstran berkumpul di luar markas militer Israel di Tel Aviv, menyerukan agar kesepakatan ini segera diselesaikan. Banyak yang memegang foto sandera yang ditahan oleh Hamas, sementara lainnya mengangkat lilin.

Sharone Lifschitz, yang ayahnya menjadi salah satu sandera, mengatakan dia terkejut dan bersyukur, namun tidak akan memercayainya sampai dia melihat semua sandera kembali.

"Saya sangat ingin bertemu mereka, jika ayah saya masih selamat, itu akan menjadi keajaiban," kata Lifschitz.

Forum Keluarga Sandera, yang selama ini mendesak pemimpin Israel untuk mencapai kesepakatan yang dapat membawa kembali para sandera, menyambut pengumuman tersebut dengan sukacita dan kelegaan.

"Setelah 460 hari anggota keluarga kami ditahan di terowongan Hamas, kami semakin dekat untuk kembali bersatu dengan orang-orang yang kami cintai," kata kelompok itu.

 

 

Gencatan Senjata 3 Fase

Tuntut Pembebasan Sandera, Ratusan Ribu Warga Israel Turun ke Jalan
Ratusan ribu warga Israel turun ke jalan untuk melakukan protes massal pada Sabtu (14/9/2024). (Jack GUEZ/AFP)... Selengkapnya

Biden, yang telah memberikan bantuan militer penting kepada Israel, namun juga menyuarakan kekhawatirannya atas banyaknya korban sipil di Jalur Gaza, mengumumkan garis besar kesepakatan gencatan senjata tiga fase pada 31 Mei 2024. Kesepakatan yang akhirnya tercapai mengikuti kerangka yang telah dia buat.

Fase pertama akan berlangsung selama enam minggu dan mencakup gencatan senjata penuh, penarikan pasukan Israel dari area padat penduduk di Jalur Gaza, serta pembebasan sejumlah sandera, termasuk perempuan, orang tua, dan yang terluka, sebagai imbalan atas pembebasan ratusan tahanan Palestina. Bantuan kemanusiaan juga akan meningkat, dengan ratusan truk memasuki Jalur Gaza setiap harinya.

Fase kedua, yang paling sulit, akan melibatkan pembebasan seluruh sandera yang masih hidup, termasuk tentara pria, dan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza. Fase ketiga akan dimulai dengan rekonstruksi besar-besaran Jalur Gaza yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali setelah kehancuran perang.

Hamas menuntut penghentian permanen perang dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, sementara Israel menegaskan tidak akan berhenti sampai kemampuan militer dan pemerintahan Hamas hancur.

Dengan masa jabatan Biden yang segera berakhir dan Trump yang akan mengambil alih, kedua belah pihak merasa tertekan untuk segera mencapai kesepakatan.

Trump merayakan kesepakatan ini melalui platform media sosial Truth Social dengan menulis, "KITA MEMILIKI KESEPAKATAN UNTUK SANDERA DI TIMUR TENGAH. MEREKA AKAN SEGARA DILEPASKAN. TERIMA KASIH!"

Israel mendapat kritik internasional besar, bahkan dari sekutu terdekatnya, AS, karena tingginya jumlah korban sipil di Jalur Gaza. Israel mengklaim telah membunuh sekitar 17.000 militan, namun tidak memberikan bukti. Israel juga menyalahkan Hamas atas korban sipil, dengan tuduhan kelompok militan itu menggunakan fasilitas sipil seperti sekolah dan rumah sakit untuk kepentingan militernya.

Di lain sisi, Netanyahu menghadapi tekanan domestik besar untuk segera membawa pulang para sandera. Nasib mereka telah menjadi perhatian utama rakyat Israel, dengan banyak keluarga sandera yang mendesak pemerintah mencapai kesepakatan dengan Hamas.

Pihak berwenang Israel memperkirakan bahwa lebih dari sepertiga dari sekitar 100 sandera yang masih hidup telah tewas, menambah tekanan pada Netanyahu, terutama setelah beredarnya video yang menunjukkan sandera yang masih hidup dalam kondisi memprihatinkan.

Hamas turut menghadapi tekanan berat dari serangan militer Israel, termasuk invasi ke kota-kota besar Jalur Gaza dan pengambilalihan perbatasan Jalur Gaza-Mesir. Beberapa pemimpin penting Hamas, termasuk Yahya Sinwar yang diduga merencanakan serangan 7 Oktober 2023, telah tewas. Namun, pasukan Hamas telah berkumpul kembali di beberapa wilayah yang terdampak perang dan ada kemungkinan mereka akan terus melawan jika perang berlanjut.

Netanyahu sebelumnya berulang kali menyatakan bertekad melanjutkan perang hingga kemampuan militer dan pemerintahan Hamas dihancurkan. Belum jelas apakah kesepakatan gencatan senjata ini akan menggugurkan pernyataannya, namun yang jelas kedua belah pihak masih menghadapi banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Setelah perang berakhir, Netanyahu kemungkinan akan menghadapi penyelidikan pasca-perang yang dapat menyalahkannya atas kegagalan keamanan pada 7 Oktober 2023, yang dianggap sebagai kealpaan terbesar dalam sejarah Israel. Jika koalisinya runtuh karena perbedaan pandangan mengenai gencatan senjata, Israel mungkin akan menghadapi pemilu dini.

Hingga kini, belum ada rencana siapa yang akan memerintah Jalur Gaza setelah perang. Israel menyatakan akan bekerja sama dengan warga Palestina yang tidak terafiliasi dengan Hamas atau Otoritas Palestina, namun belum jelas apakah mitra tersebut ada.

Hamas telah mengancam siapa saja yang bekerja sama dengan Israel.

Tanpa kesepakatan pasca-perang yang didukung Otoritas Palestina, Hamas kemungkinan akan tetap menjadi kekuatan besar di Jalur Gaza dan bisa membangun kembali kemampuan militernya jika pasukan Israel mundur sepenuhnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya