Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat (AS) mendeportasi imigran ilegal dari negara-negara di Afrika dan Asia ke Panama. Demikian menurut dokumen internal federal yang diperoleh CBS News.
Dokumen yang sama mengungkapkan bahwa pada Rabu (12/2/2025), sebuah penerbangan militer AS mendeportasi imigran ilegal Asia yang berada dalam penahanan imigrasi AS ke Panama. Mereka termasuk orang dewasa dan keluarga dengan anak-anak dari Afghanistan, China, India, Iran, dan Uzbekistan.
Advertisement
Baca Juga
Penerbangan militer AS lainnya ke Panama yang dilaporkan berangkat pada Kamis (13/2), diperkirakan mendeportasi lebih banyak imigran ilegal Asia, selain beberapa dari Afrika. Dokumen tersebut menunjukkan mereka termasuk migran dari Kamerun.
Advertisement
Dalam pernyataan pada Kamis, Kementerian Luar Negeri Panama mengonfirmasi bahwa mereka menerima penerbangan pertama pada Rabu di bawah perjanjian dengan pemerintahan Donald Trump yang memungkinkan AS mendeportasi non-warga Panama ke negara Amerika Tengah itu.
Penerbangan deportasi imigran ilegal pada Rabu, sebut Kementerian Luar Negeri Panama, mencakup 119 deportasi dari Afghanistan, China, India, Iran, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Turki, Uzbekistan, dan Vietnam.
"Biaya deportasi di bawah perjanjian ini ditanggung oleh AS," tambah Kementerian Luar Negeri Panama seperti dikutip dari CBS News.
Deportasi ke Panama, yang menjadi salah satu titik transit utama bagi imigran ilegal dalam beberapa tahun terakhir, merupakan kemenangan diplomatik penting bagi Trump dan kampanye keras pemerintahannya terhadap imigrasi ilegal.
AS selama ini menghadapi kesulitan dalam mendeportasi imigran dari Afrika dan Asia, akibat jarak yang jauh untuk deportasi ke Belahan Timur dan keputusan dari pemerintah negara-negara di benua tersebut yang membatasi atau menolak penerbangan deportasi oleh AS.
Panas Dingin Hubungan AS-Panama
Penerbangan deportasi ke Panama dinilai menunjukkan seberapa agresif dan cepatnya pemerintahan Trump bergerak meyakinkan negara-negara di seluruh wilayah untuk menerima imigran yang sulit dideportasi, meskipun mereka bukan warga negara negara terkait.
Pemerintah El Salvador dan Guatemala telah setuju untuk menerima deportasi imigran ilegal dari AS yang bukan berasal dari negara mereka. Presiden El Salvador Nayib Bukele, bahkan menawarkan untuk menerima dan menahan anggota geng Venezuela, Tren de Aragua, yang dideportasi dari AS.
Kesediaan Panama untuk menerima deportasi imigran ilegal juga muncul saat Trump menyatakan minat untuk merebut kembali kendali atas Terusan Panama yang strategis, yang diserahkan AS kepada Panama pada 1999. Pemimpin Panama menolak gagasan itu secara tegas dan membantah klaim Trump dan pejabat AS terkait pengaruh China atas operasi terusan tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengunjungi Panama dalam perjalanan internasional pertamanya tak lama setelah dilantik. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS menyatakan pekan lalu bahwa AS telah mencapai kesepakatan yang memungkinkan kapal-kapal militer AS melintasi kanal secara gratis. Presiden Panama mengatakan tidak ada kesepakatan semacam itu yang tercapai
Seperti halnya AS, Panama juga menghadapi tantangan migrasi besar dalam beberapa tahun terakhir.
Darien Gap, hutan lebat dan pegunungan yang dulunya sulit ditembus dan memisahkan Panama dan Kolombia, kini menjadi rute transit sibuk bagi migran yang ingin melintasi Amerika Tengah dan Meksiko untuk mencapai AS.
Pada 2023, lebih dari setengah juta migran, sebagian besar dari Venezuela, melintasi hutan Darien menuju Panama, mencatatkan rekor. Angka itu menurun menjadi lebih dari 300.000 pada 2024, meskipun masih menjadi jumlah tahunan tertinggi kedua yang tercatat oleh otoritas Panama.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)