Fenomena Aneh! Danau di Tanzania Mengubah Hewan Menjadi `Batu`

Hewan yang tercebur dalam Danau Natron menyerupai patung. Seakan dilapisi adonan semen.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 04 Okt 2013, 00:23 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2013, 00:23 WIB
danau-hewan-batu-131003c.jpg
Danau Natron menyimpan rahasia mematikan. Di satu sisi ia menjadi lokasi kawin dan berkembang biak bagi 2,5 juta Lesser Flamingoes  (Hoenicopterus minor) yang terancam punah. Burung berkaki panjang itu bisa dengan tenang menyantap alga spirulina, terlindung dari para predatornya.

Namun, bagi hewan lain, perairan di utara Tanzania itu bak neraka. Danau alkali dangkal -- dengan kedalaman kurang dari 3 meter itu adalah kuburan bagi ribuan burung dan hewan kecil. Bahkan si flaminggo yang tak hati-hati bakal mati.



Natron adalah danau garam, airnya memiliki pH sampai 10,5, begitu kaustik hingga bisa membakar kulit dan mata hewan yang tidak bisa beradaptasi dengannya. Ditambah lagi dengan suhu airnya yang bisa mencapai 60 derajat Celcius.

Danau Natron, namanya diambil dari natron -- mineral natrium karbonat dekahidrat (sodium carbonate decahydrate) yang biasa digunakan orang Mesir kuno mengeringkan organ selama proses mumifikasi atau membuat mumi.

Kandungan mineral dalam airnya juga punya fungsi sebagai pengawet bangkai hewan malang yang tercebur lalu mati. Membuat mereka seakan dicelupkan dalam adonan semen.   




Satu-satunya spesies hewan yang dapat bertahan hidup di bawah permukaan danau adalah alkaline tilapia (Alcolapia alcalica), ikan sejenis nila yang bisa bertahan hidup di sepanjang tepi yang airnya kurang asin. Juga sejumlah bakteri.

Fotografer alam liar, Nick Brandt menggunakan bangkai-bangkai hewan di Danau Natron sebagai model dari serial fotografi terbarunya yang mengerikan.

"Menemukan mereka terdampar di sepanjang tepian Danau Natron, saya pikir sangat luar biasa. Bayangkan, setiap detil, dari ujung lidah kelelawar, rambut-rambut kecil di wajahnya, seluruh tubuh elang pemakan ikan, diawetkan dengan sempurna," kata Brandt seperti dimuat CBSNews.com, 3 Oktober 2013.

Belum diketahui bagaimana bisa burung-burung dan kelelawar terjun dalam air yang mematikan. Menurut Brandt, mungkin mereka bingung dengan "refleksi alami ekstrem" pada permukaan danau tersebut -- yang kerap berubah warna. Mirip dengan fenomena burung terbang ke arah jendela kaca dan menabraknya.

Saat memotret bangkai binatang yang kini mirip patung itu, Brant memutuskan untuk membuat mereka dalam posisi seakan masih hidup. Menaruh mereka di ranting pohon atau di atas air. "Aku menempatkan mereka dalam posisi 'hidup'. Seakan hidup lagi setelah mati," kata dia.  

Sebagian hasil karya Brant kini dipamerkan di Hasted Kraeutler Gallery di New York dan akan dipublikasikan dalam buku fotografi berjudul, "Across The Ravaged Land".

Asal Usul Natron




Sementara, ahli ekologi di University of Leicester, David Harper mengatakan, jika di tempat lain bangkai hewan yang mati akan terurai dengan cepat, beda halnya di Danau Natron.

"Saat mengering, garam akan membentuk lapisan kerak dan akan bertahan selamanya," kata Harper yang  pernah mengunjungi Danau Natron empat kali, seperti Liputan6.com kutip dari NBC News.

Garam yang terkandung di Danau Natron tidak seperti garam masak yang dipanen dari laut. Melainkan kapur magmatik yang telah ditempa dalam bumi, keluar melalui aliran lava, dan disemburkan ke udara menjadi awan abu setinggi 10 mil.

Pelakunya adalah Ol Doinyo Lengai, sebuah gunung berapi berusia 1 juta tahun yang terletak di selatan Danau Natron.

Hannes Mattsson, seorang peneliti di Swiss Institute of Technology di Zurich mengatakan, gunung berapi lain biasanya memuntahkan silikat, namun Ol Doinyo Lengai adalah satu-satunya di planet ini yang menyemburkan "natrocarbonatite" -- yang kaya akan sodium, kalium karbonat,  nyerereite dan gregoryite. Jauh lebih asin dari silikat.

Material abu vulkanik lalu dikumpulkan air hujan yang masuk ke danau. Itu menjelaskan mengapa hewan yang tercebur di dalamnya terlihat seperti telah jatuh dalam ember semen. Air danau juga mengalami lonjakan salinitas karenanya.

Sementara, Gunung Ol Doinyo Lengai telah meletus sedikitnya delapan kali sejak 1883. Terakhir meletus pada 2007 lalu. (Ein)





Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya