Liputan6.com, Jakarta Kontroversi khitan pada perempuan yang mencuat kembali setelah dicabutnya Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 yang mengatur tentang praktik sunat perempuan beberapa waktu lalu dianggap seksolog memang perlu. Karena hal tersebut tidak akan ada pengaruhnya saat wanita dewasa dan berhubungan intim.
Seksolog dari bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Prof Dr dr Wimpie Pangalila Sp And FAACS menyampaikan bahwa peraturan tersebut memang dirasa tidak perlu karena pengertian sunat perempuan di Indonesia saja tidak jelas.
"Sunat pada perempuan itu nggak jelas. Beda dengan pria yang harus membuang kulit yang menutup penis. Pada perempuan apa yang dipotong? Sunat perempuan tidak ada," kata Prof Wimpie saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/2/2014).
Prof Wimpie menegaskan, permasalahan sunat perempuan ini dalam dunia kedokteran tidak dikenal. Dan hal ini mencuat karena banyak orang turut campur dan masalah budaya.
"Kedokteran tidak mengenal sunat perempuan. Kalau ini masalah budaya, kan tradisi itu nggak selamanya perlu dipertahankan. Kalau nggak perlu ya ditinggalkan. Karena kalaupun ada yang sunat perempuan seperti yang dibilang orang-orang hanya menggores kulit dan menutupi bagian klitoris dengan menggunakan jarum steril itu nggak ada artinya," tegas Prof Wimpie.
Berbeda dengan di Afrika, Wimpie menjelaskan bahwa di sana sunat itu labia, klitorisnya dipotong. Sedangkan di Indonesia pengertian sunat perempuan itu hanya ditoreh jarum dan tidak ada kaidahnya. "Saya kira memang Permenkes tersebut memang tidak ada gunanya. Yang perlu adalah membersihkan dan mencuci kelamin. Jangan sampai kita sebagai bangsa makin kacau," katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Nurdadi Saleh, SpOG menjelaskan bahwa telah lama dokter tidak lagi melakukan sunat perempuan.
"Kalau dokter rasanya sudah nggak lagi tapi saya tidak tahu persis," katanya.
Nggak Ada Gunanya Perempuan Disunat
Menurut Seksolog, Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 yang mengatur tentang praktik sunat perempuan perlu dicabut karena tak berpengaruh.
diperbarui 25 Feb 2014, 16:45 WIBDiterbitkan 25 Feb 2014, 16:45 WIB
Advertisement
Live Streaming
Powered by
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Kupas Tuntas Perbedaan Sayuran Organik dan Non-Organik, Mana yang Lebih Sehat?
Biden Tidak Mendukung Opsi Serangan Israel terhadap Situs Nuklir Iran
Madani International Film Festival 2024 Tampilkan 57 Film dari 20 Negara, Suarakan Dukungan untuk Palestina dan Sudan
Top 3 Tekno: HP Tahan Banting Rp 1 Jutaan Realme C61 hingga Spesifikasi Xiaomi 14T yang Bikin Penasaran
Pentingnya Inovasi Teknologi untuk Topang Sektor Pertanian Berkelanjutan
Orang yang Dijamin Allah Tak Ada Rasa Takut dan Sedih, Ini Syaratnya Kata Ustadzah Halimah Alaydrus
Mimpi Hamil Pertanda Baik atau Buruk? Ini 13 Arti yang Mungkin Tak Terduga
Eminem Blak-blakan Tuding Kelakuan Diddy di Lagu, Termasuk Pembunuhan Tupac Shakur
Teriakan 'Gubernur Sumut' Menggema Saat Bobby Nasution Sapa Warga Binjai
Resep Membuat Bola Jagung Keju yang Renyah dan Lumer di Mulut, Gurihnya Nagih
Tingkatkan Keselamatan Kerja di Sektor Perkebunan Sawit, BPJS Ketenagakerjaan Gelar Training of Trainer K3
Tampil Flawless, Ini 6 Pesona Nikita Willy Kenakan Baju Qipao China