Hilangkan BT Kala Haid, Coba Bunga Saffron!

Bunga safron yang masih asing di telinga masyarakat Indonesia ternyata dapat meningkatkan mood buruk saat haid.

oleh Kusmiyati diperbarui 15 Mar 2014, 14:00 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2014, 14:00 WIB
Bunga Safron
(Foto : Eatingwell)

Liputan6.com, Jakarta Bunga safron rasanya kurang begitu dikenal dan masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun di Amerika, bunga yang terkenal mahal ini sudah dimanfaatkan sebagai rempah-rempah penggugah selera dalam berbagai masakan.

Dan ternyata, manfaat bunga safron tidak hanya mampu membuat makanan lezat. Menurut penelitian Iran’s Roozbeh Psychiatric Hospital di Tehran University of Medical Sciences, safron baik untuk para wanita yang kerap mengalami sindrom pramenstruasi (PMS).

Pada masa seperti ini para wanita kerap mengalami BT atau yang disebut BT (bad temper), galau atau mood jelek.

"Bunga yang hanya memiliki putik sedikit ini dapat mengurangi gejala depresi dan sindrom pramenstruasi (PMS) yang umumnya dialami wanita di kala haid," kata Shahin Akhondzadeh, Ph.D dikutip Eatingwell, Sabtu (15/3/2014).

Para ilmuwan ini meneliti dengan melibatkan 50 wanita yang kerap mengalami gangguan PMS. Mereka diberi dua kapsul yakni safron dan plasebo masing-masing ukuran 15 mg. Pada siklus menstruasi pertama, mereka diberi kapsul saffron dan siklus yang kedua diberikan plasebo.

Lebih dari tiga perempat wanita melaporkan penurunan gejala PMS dengan intensitas lebih besar ketika mengonsumsi kapsul saffron dibandingkan saat mengonsumsi kapsul plasebo yang hanya delapan persen.

Safron memang sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional di Persia untuk meningkatkan mood atau suasana hati. Biasanya masyarakat memanfaatkannya untuk dijadikan teh atau campuran bahan masakan.

"Rempah-rempah seperti safron memiliki efek antidepresan alami yang sebanding dengan antidepresan fluoxetine (Prozac) dan imipramine (Tofranil). Mekanisme kerjanya sama dengan Prozac sehingga serotonin (hormon pemberi rasa nyaman dan senang) lebih banyak bekerja di otak," kata Peneliti Akhondzadeh.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya