Kucing dan Anjing Akan Dites MERS

Selama ini ilmuwan mencurigai unta yang menularkan virus MERS. Namun, peneliti akan mengetes infeksi MERS pada kucing dan anjing.

oleh Melly Febrida diperbarui 27 Mei 2014, 14:00 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2014, 14:00 WIB
Pejaten Shelter Peduli Kucing & Anjing Terlantar
Hewan peliharaan yang harusnya disayang dan dilindungi saat ini banyak ditelantarkan (Pejaten Shelter)

Liputan6.com, Riyadh Ratusan pasien meninggal dunia akibat Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV). Sementara ini, ilmuwan mencurigai virus ditularkan dari unta. Tapi, peneliti mencurigai virus tersebut bisa bersembunyi di spesies lain sehingga akan menguji MERS pada kucing dan anjing.

Penulis utama penelitian Dr Thomas Briese dari Columbia University berpendapat, ada banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang penyakit ini. Ia menunjukkan fakta jika unta satu-satunya rute infeksi, maka penyakit itu harusnya lebih umum di kalangan orang yang bekerja atau kontak dekat dengan binatang tersebut.

Selain itu, ada sejumlah kasus pasien yang meninggal akibat MERS padahal tak berhubungan dengan unta.

"Kami memiliki kasus sporadis yang tidak diketahui dari mana tertular dan kami mempertanyakan di mana mereka terkena virus," kata Dr Briese kepada BBCNews, Selasa (26/5/2014).

Dr Briese mengatakan, spesies lain seperti kambing dan domba sudah dites. Tapi belum menunjukkan antibodi tertular.

Misteri MERS ini bertambah karena belum ada laporan warga di pedesaan yang meninggal akibat MERS. Karena itu Dr Briese mendorong peneliti memperluas pencarian coronavirus ke hewan domestik.

"Kami berusaha mencari ke kucing dan anjing yang kontaknya lebih intim, dan spesies liar lainnya," kata Dr Briese.

Salah satu kekhawatiran terbesar mereka tentang MERS adalah bahwa virus akan bermutasi dan menjadi lebih mudah menyebar di antara manusia. Tapi, sejauh ini belum ada bukti kekhawatiran itu terjadi.

"Ini bisa terjadi kapan saja, mutasi terjadi secara acak," kata Dr Briese.

MERS awalnya ditemukan tahun 2012 pada pasien dari Bishah Arab Saudi. Sejak itu, hampir 600 kasus infeksi ditemukan di seluruh dunia. Dan sekitar 30 persen penderitanya sekarat akibat penyakit tersebut.

Karena jumlah penderita yang meningkat, para ilmuwan berusaha menguji hewan yang paling umum di Timur Tengah. Peneliti Belanda menggunakan sampel darah dari unta di Pulau Canary. Dan dari penelitian itu ditemukan antibodi pertama dari penyakit. Mereka menyamakan antibodi ini menunjukkan virus pernah dialami hewan.

Sebuah penelitian baru menunjukkan secara meyakinkan bahwa versi virus yang beredar pada manusia tidak bisa dibedakan dari yang pernah ditemukan di unta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya