Vindy dan Igi Tetap Berkarya Meski Derita Bipolar

Apa yang muncul di benak ketika orang menyebut 'gangguan jiwa'? Kata yang muncul pertama kali biasanya identik dengan konotasi negatif.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 19 Agu 2014, 07:00 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2014, 07:00 WIB
Vindy dan Idi, Penderita gangguan bipolar
Vindy (kiri) dan Igi, tetap berkarya dan penuh semangat meski menderita gangguan bipolar

Liputan6.com, Jakarta Apa yang muncul di benak ketika orang menyebut 'gangguan jiwa'? Sebagai orang awam, kata yang tersembul pertama kali biasanya identik dengan konotasi negatif. Namun, hal tersebut langsung sirna saat bertemu dengan Vindy Ariella (23) dan Igi (34), dua sosok muda yang optimistis, dinamis, dan penuh karya ini tetap menjalani kehidupan dengan semangat meski mengalami gangguan bipolar.

Mengakui dan menerima dirinya gangguan bipolar, kedua sosok ini setuju, hal ini malah membantu mereka untuk mengontrol diri dan menjalani hidup normal saat mengalami episode ketidakstabilan perasaan, baik saat bahagia atau yang disebut manik (mania) maupun saat merasa depresi.

Vindy misalnya, pertama kali didiagnosis gangguan bipolar saat usia 18 tahun. Sudah lima tahun ia jalani kehidupan dengan gangguan kejiwaan ini namun kini ia bisa berkarya di bidang seni sebagai freelance designer yang mampu menghasilkan desain sketsa dengan gambar apik luar biasa.

Tak hanya memenuhi permintaan desain, ia pun berkarya pada saat depresi. "Saya sedang mencoba menjalani art health. Misalnya, saat depresi, saya tuangkan apa yang saya rasakan ke atas kanvas," jelasnya sambil menunjukkan hasil karyanya yang mengagumkan.

Apakah gangguan bipolar bisa bekerja kantoran? Bisa. Igi membuktikannya. Gangguan bipolar yang diketahuinya September 2013 lalu tak mengganggu kinerjanya sebagai pekerja di bidang finance.

"Selama ini saya mampu mengontrol diri untuk terus berangkat kerja dan tidak ada masalah dengan pekerjaan yang saya lakukan. Meski sedang mengalami depresi, tanggung jawab sebagai pekerja itu yang mendorong saya," ungkap perempuan berambut pendek meyakinkan.

Semangatnya dua sosok ini dalam menjalani kehidupan sebagai pasien gangguan bipolar, merembet ke teman-teman lain. Bersama Mili, Miri, dan Rendi mereka mendirikan sebuah komunitas Bipolar Care Indonesia (BCI) pada Mei 2013. BCI sebagai sebagai wadah terutama bagi teman-teman Orang Dengan Bipolar (ODB) dan care giver atau orang-orang yang berada di sekitar ODB serta orang-orang yang peduli ODB.

Pikiran kosong

Mencapai kehidupan seperti layaknya orang sehat jiwa lainnya, kedua sosok ini penuh usaha untuk mencapai titik ini. Seperti layaknya pasien gangguan bipolar, kedua orang ini mengalami ketidakstabilan perasaan baik episode depresi maupun manik.

Semasa kuliah di fakultas kedokteran dahulu Vindy pernah merasakan seperti ada beban sungguh berat untuk kuliah. Duduk di kelas dengan pikiran kosong, konsentrasi terganggu, langkahnya gontai, tiba-tiba menangis bahkan pernah muncul perasaan ingin mengamuk.

Saking sedihnya episode depresi yang ia alami, ia merasa masa depannya suram, ia tak berguna lagi dan merasa hidupnya hanya menyulitkan orang lain. Sampai-sampai ia pernah berpikir bunuh diri, upaya bunuh diri pernah ia lakukan sekali dengan menenggak banyak obat hingga overdosis. Berbeda halnya saat manik, energi perempuan asal Jakarta ini jadi berlebih. Segala 

ketertinggalan materi kuliah pada saat depresi langsung dikejarnya dengan semangat. Sampai-sampai ia kurang tidur. Lalu, ia lebih boros, bisa saja tiba-tiba ingin shopping dengan beli baju-baju mahal menggunakan uang kosnya.

Pernah juga ia merasakan bosan makan obat, karena tiap hari harus makan obat antidepresan dan mood stabilizer dari psikiater. "Pernah empat bulan gak makan obat, tapi malah episode depresi dan maniknya berlangsung cepat. Pas datang lagi ke psikiater lagi diberi obat dengan dosis tinggi," jelasnya sambil tertawa mengingat kejadian ini.

Pikiran untuk bunuh diri pun pernah menghampiri Igi, tapi untungnya belum sampai mencoba untuk melakukannya. Selain itu, pada saat depresi ia tak ingin melakukan apa-apa. Rasanya malas. Bahkan untuk mengangkat sendok untuk makan pun tak ada. Bahkan hal-hal yang sangat disukainya pada saat normal bisa tak menarik sangat depresi.

Mendengarkan lagu-lagu sedih pun mampu memicu emosinya untuk depresi."Misalnya lagu Geisha, itu kan enak banget ya... Tapi bisa buat saya larut dan memunculkan perasaan sedih dan depresi," ujar perempuan asal Depok ini.

Akhirnya kini ia tidak masukkan playlist lagu-lagu sedih. Memilih dengan lagu-lagu semangat agar memunculkan perasaan positif pada dirinya. Kini Igi sudah diizinkan untuk tidak mengonsumsi obat oleh psikiaternya. Karena itu ia berusaha untuk mengontrol pikirannya dan segera beraktivitas jika merasa depresi muncul.

Kedua sosok ini kini jadi penyemangat ODB lain bahwa mereka sama seperti orang sehat jiwa lainnya, yang mampu berkarya dan berprestasi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya